Sentimen
Positif (99%)
8 Nov 2022 : 06.01
Informasi Tambahan

Grup Musik: Dewa 19

Kab/Kota: bandung

Kasus: covid-19

Tokoh Terkait

Lepas Kendali demi Bisnis, Kita Cepat Lupa Apa yang Diajarkan Pandemi Covid-19

8 Nov 2022 : 06.01 Views 1

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Lepas Kendali demi Bisnis, Kita Cepat Lupa Apa yang Diajarkan Pandemi Covid-19

PIKIRAN RAKYAT – Meski pandemi Covid-19 belum berakhir, aktivitas masyarakat sudah kembali ke masa sebelumnya. Geliat untuk bangkit lebih cepat membuat semua orang dilanda demam ketidaksabaran. Lonjakan keramaian pun terjadi.

Guru Besar Sosiologi Universitas Pendidikan Indonesia Elly Malihah mengibaratkan, dua tahun diam di rumah dan membatasi aktivitas membuat sebagian orang seperti kuda lepas kendali.

Bila dimaknai positif, euforia massa itu sebenarnya bisa menjadi pemacu adrenalin untuk mencapai ritme kerja produktif.

“Namun, justru banyak yang menjadikan pelampiasan, balas dendam, dan seolah mengejar (mempertipis) ketertinggalan,” kata Elly, Minggu 6 November 2022.

Elly memandang, deretan peristiwa kekacauan yang meibatkan kerumunan tidak hanya disebabkan dampak turunan pandemi Covid-19. Meski, pandemi Covid-19memang memberi pengaruh yang sangat signifikan. Apalagi, pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa berlama-lama hidup sendiri dan ruang geraknya dibatasi.

Manusia butuh berkawan dan beraktivitas. Manusia juga mahluk biologis yang butuh kecukupan pangan, sandang, dan papan karena persediaan yang menipis ketika harus mengalami masa tinggal lama di rumah.

Peluang bisnis

Secara sosiologis, manusia makhluk yang butuh hiburan. Berbagai pembatasan membuat masyarakat sempat menahan keinginannya melakukan mobilisasi masif. Hanya, masyarakat juga harus kembali ingat dan mengamalkan ketertiban sosial, seperti yang “diajarkan” pandemi Covid-19.

Di sisi lain, kata Elly, banyak pelaku bisnis memanfaatkan euforia itu. Keinginan masyarakat untuk hadir menyaksikan langsung keriaan di arena konser menjadi peluang bisnis.

“Mereka memasang harga tinggi, bahkan tidak sedikit penggemar membeli tiket tidak resmi dengan harga jauh lebih mahal,” kata Elly.

Untuk itu, penyelenggara harus memiliki pemahaman dan keterampilan tentang psikologi massa dan mobilisasi massa.

Selain itu, peluang bisnis tersebut seharusnya diimbangi fasilitas dan pelayanan memadai, bukan semata mengejar keuntungan.

“Misalnya, tidak memaksakan kapasitas arena atau ruang melebihi seharusnya, menyediakan berbagai fasilitas seperti kesehatan dan toilet yang memadai, serta kerja sama intensif dengan aparat keamanan,” katanya.

Pembatasan

Elly berpendapat, dalam kondisi saat ini, perhelatan yang melibatkan massa sebaiknya mulai kembali dibatasi. “Misalnya, dibatasi setengah atau sepertiga dari kapasitas, bukan malah ditambah melebihi kapasitas,” ujarnya.

Penyelenggara sebaiknya tidak hanya memikirkan keuntungan, tetapi mengutamakan keselamatan penonton serta idolanya.

Beberapa pertunjukan yang dibatalkan atau ditunda, dengan alasan mengantisipasi ke­rusuhan, diapresiasi baik oleh Elly.

Pilihan untuk segera menghentikan konser, karena sudah mulai ada tanda-tanda konser akan rusuh, juga menjadi jalan keluar terbaik sebelum jatuh korban lebih banyak.

Dengan pendekatan teknologi, penyelenggara juga masih bisa mengadakan siaran langsung konser dengan menggunakan beberapa auditorium atau ruang pertunjukan.

Tujuannya agar penonton tetap dapat menyaksikan idola mereka secara daring sehingga meminimalkan risiko.

Ketua Harian Satgas Penanganan Covid-19 Kota Bandung Asep Saeful Gufron mewanti-wanti penyelenggara sebelum pelaksananaan acara.

"Kendati sudah bisa 100 persen dari kapasitas, kami merekomendasikan 5.000 pengunjung. Sementara itu, penyelenggara mengajukan 10.000 pengunjung. Hal itu mengedepankan pendekatan antisipasi, jangan sampai peristiwa (kondisi berdesak-desakan) terulang. Mesti belajar dari pengalaman," tutur Asep.

Asep menuturkan, Satgas Penanganan Covid-19 mengadakan rapat sebelum menerbitkan rekomendasi penyelenggaraan acara musik di tengah pandemi Covid-19.

Berbagai unsur hadir, di antaranya organisasi perangkat daerah teknis (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata), Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), Forum Komunikasi Pimpinan Cabang (Forkopimcab), termasuk penanggung jawab penyelenggara acara.

Level 1

Sekretaris Disbudpar Kota Bandung Nuzrul Irwan Irawan menambahkan, penerbitan rekomendasi penyelenggaraan acara di tengah pandemi Covid-19 merupakan kewenangan Satgas Penanganan Covid-19.

Satgas tak membeda-bedakan penyelenggaraan selama mengikuti dan berkomitmen menerapkan kesepakatan bersama.

Kapolrestabes Bandung, Komisaris Besar Aswin Sipayung menyatakan, Polrestabes Bandung masih terus berpedoman pada Instruksi Mendagri tentang ­PPKM Jawa Bali yang bertaraf Level 1. Oleh karena itu, segala sesuatu yang berkaitan dengan potensi kerumunan akan selalu berpedoman kepada instruksi Mendagri Tito Karnavian.

"Setiap penyelenggaraan acara, Polrestabes Bandung pun tidak selalu menerima rekomendasi dari Satgas Covid-19," katanya.

Aswin menambahkan, Polrestabes Bandung memiliki penilaian tersendiri terhadap suatu kegiatan masyarakat yang berpotensi melahirkan kerumunan. Terutama konser yang memerlukan pengamanan lebih dari biasanya.

"Parameternya, pertama Inmendagri, kedua situasi. Saya tidak hanya melihat lokasi saja, tetapi kapasitasnya juga. Kemudian, akses masuknya, karena bahaya kalau pada saat acara membeludak," katanya.

Bahkan beberapa waktu lalu Aswin tidak mengizinkan konser Dewa 19. "Itu saya tegas tidak memberikan izin," katanya. (Endah Asih, Mochamad Iqbal Maulud, Satira yudatama)***

Sentimen: positif (99.2%)