Alasan MK Haruskan Pimpinan Organisasi Advokat Maksimal 2 Periode
Detik.com Jenis Media: Metropolitan
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan masa periode pimpinan organisasi advokat maksimal 2 periode/10 tahun. Apa alasan MK tersebut?
"Pilihan 5 tahun tersebut didasarkan kepada praktik pembatasan masa jabatan yang secara umum digunakan oleh organisasi advokat atau organisasi pada umumnya. Sementara itu, berkenaan dengan masa jabatan 2 kali periode tersebut dapat dilakukan secara berturut-turut atau secara tidak berturut- turut. Dengan diletakkan dalam cara berfikir demikian, akan menghilangkan atau mencegah potensi penyalahgunaan kekuasaan dalam tubuh organisasi advokat," demikian bunyi putusan MK yang dikutip detikcom, Minggu (6/11/2022).
MK membatasi 2 periode karena advokat merupakan aparat penegak hukum.
"Apabila dibandingkan dengan organisasi penegak hukum lainnya, pembatasan masa jabatan pimpinan lembaga penegak hukum dimaksud dibatasi secara jelas oleh norma di tingkat undang-undang atau dilakukan rotasi secara periodik," ucap MK.
Dalam konteks itu, sebagai sebuah organisasi yang diposisikan sama dengan lembaga penegak hukum lainnya, menjadi kebutuhan pula untuk mengatur secara jelas pembatasan masa jabatan termasuk pembatasan periodisasi jabatan pimpinan organisasi advokat. Oleh sebab itu, dengan adanya pembatasan masa jabatan dan periodisasi jabatan pimpinan organisasi advokat dapat memberikan jaminan terciptanya kepastian hukum dan kesempatan yang sama di hadapan hukum bagi setiap anggota yang tergabung dalam organisasi advokat.
"Pembatasan demikian sesuai dengan semangat pembatasan kekuasaan dalam penyelenggaraan negara," beber MK.
Karena bagian dari aparat penegak hukum, AD/ART organisasi advokat berbeda dengan AD/ART dengan ormas/parpol. Sebab, mempunyai karakter berbeda yaitu mempunyai fungsi penegakan hukum.
"Apabila dikaitkan dengan advokat sebagai penegak hukum yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya, pembatasan masa jabatan pimpinan organisasi advokat seharusnya diatur secara jelas dalam norma undang-undang seperti halnya penegak hukum lainnya, atau setidak-tidaknya dilakukan rotasi secara periodik (tour of duty) untuk menghindari penyalahgunaan kewenangan," urainya.
Dalam hal ini, undang-undang seharusnya dapat memberikan kepastian hukum mengenai pembatasan masa jabatan dan periodisasi jabatan pimpinan organisasi advokat. Rumusan yang membatasi masa jabatan dan periodisasi jabatan pimpinan organisasi advokat menjadi salah satu cara untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law) bagi semua anggota organisasi advokat yang memenuhi persyaratan, sehingga dapat membuka kesempatan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
"Selain itu, pembatasan masa jabatan dan periodisasi jabatan dapat memenuhi salah satu prinsip negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945," kata MK.
Atas putusan ini, Ketum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Otto Hasibuan menyesalkan putusan tersebut.
"Putusan MK yang diharapkan bisa memberikan keadilan bagi seluruh pihak, kali ini justru menimbulkan polemik dan sangat mencerminkan ketidakadilan. Secara nyata MK melalui putusannya tersebut telah menafikan independensi dan kebebasan berserikat bagi para advokat, karena masa jabatan kepemimpinan di dalam organisasi advokat yang seharusnya ditentukan sendiri oleh para anggota organisasi profesi tersebut, justru dibatasi oleh MK," kata Otto Hasibuan.
Otto menilai Putusan MK Nomor: 91/PUU-XX/2022 ini tidak dapat dilaksanakan (non executable), karena akan mengakibatkan kelumpuhan pada kepengurusan organisasi-organisasi advokat yang ada saat ini, dan akan menimbulkan kegaduhan yang tidak berkesudahan karena pimpinan-pimpinan organisasi yang jumlahnya tidak sedikit tersebut harus turun dari jabatannya, baik di tingkat pusat/nasional maupun di tingkat cabang/daerah, dan tidak dapat lagi menjadi pimpinan, sehingga kegaduhan tidak mungkin dapat dihindarkan.
"Jadi, sekali lagi Putusan MK Nomor: 91/PUU-XX/2022 tidak memiliki implikasi yuridis terhadap organisasi advokat," tegas Otto.
Putusan itu diketok pada Senin (31/10) lalu. Dua hakim konstitusi menyatakan dissenting opinion adalah Anwar Usman dan Daniel Yusmic.
(asp/isa)Sentimen: negatif (72.7%)