Sentimen
Negatif (100%)
4 Nov 2022 : 20.53

BPOM Akui Bertanggungjawab atas Peredaran Obat Sirop Tercemar EG

5 Nov 2022 : 03.53 Views 1

Tirto.id Tirto.id Jenis Media: News

BPOM Akui Bertanggungjawab atas Peredaran Obat Sirop Tercemar EG
tirto.id - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM/Badan POM) bakal bertanggung jawab atas peredaran obat sirop yang diduga mengandung zat berbahaya seperti etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).

Kedua zat tersebut diduga menjadi penyebab kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak hingga kematian. BPOM pun memastikan kasus ini tak akan terulang lagi.

“Terkait dengan obat sirop anak, itu adalah menjadi tugas dan tanggung jawab Badan POM untuk melihat aspek adanya pelanggaran. Kemudian [kami] juga tentunya memastikan bahwa ini tidak akan terulang kembali,” ucap Ketua BPOM Penny Kusumastuti dalam rapat kerja Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dengan Menteri Kesehatan RI dan rapat dengar pendapat dengan Kepala BPOM, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia, serta International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) pada Rabu, (2/11/2022).


Dia menyebut BPOM akan menggali masalah obat sirop ini, khususnya jika ada temuan yang tidak memenuhi persyaratan yang ada. BPOM menggarisbawahi, apabila obat sirop menyebabkan kasus kematian gangguan ginjal akut misterius pada anak, maka itu merupakan suatu bentuk kejahatan obat.

“Kami melihat ini sebagai suatu kejahatan obat. Jadi artinya adalah kejahatan kemanusiaan, apalagi dengan adanya kematian anak-anak kita. Dan menjadi tugas kita bersama untuk memastikan ini tidak terjadi lagi,” kata Penny.

Kemudian dia mengatakan bahwa terkait obat sirop dengan cemaran EG dan DG, BPOM sebagai otoritas pengawas memastikan tidak akan terjadi lagi. Mulai dari sistem pengawasan, jaminan, keamanan, dan mutu obat.

“Jadi, menjadi tugas kami untuk ini tidak terjadi lagi dengan memastikan bahwa gap-gap yang ada sehingga dimanfaatkan oleh para penjahat ini bisa kita perbaiki. Sehingga sistem jaminan, keamanan, mutu obat ini bisa menjamin ke depan tidak terulang kembali,” tutur Penny.

Namun dia menyebut kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak ini masih membutuhkan kajian epidemiologis yang lebih komprehensif lagi untuk melihat sebab akibat dari berbagai penyebabnya. Sehingga tidak melalaikan sumber-sumber penyebab lainnya.

“Kejadian luar biasa gagal ginjal anak ini tentunya tragedi yang sangat menyedihkan,” ujar Penny.

Dilansir rilis BPOM yang diunggah pada Selasa, 1 November 2022, BPOM bersama Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia (Bareskrim Polri) menindaklanjuti temuan hasil pengawasan dengan melakukan operasi bersama terhadap dua industri farmasi, yaitu PT Yarindo Farmatama (PT Yarindo) dan PT Universal Pharmaceutical Industries (PT Universal).

Selain itu, BPOM juga menemukan cemaran etilen glikol dan dietilen glikol dalam obat sirop Paracetamol Peppermint yang diproduksi PT Afi Farma.

Ketiga industri farmasi tersebut didapati bahwa dalam kegiatan produksi sirup obat telah menggunakan bahan baku pelarut propilen glikol (PG) dan produk jadi mengandung EG dan DEG melebihi ambang batas.

BPOM menduga kedua perusahaan itu melakukan tindak pidana memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu, sebagaimana diatur dalam Pasal 196 Juncto Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang (UU) RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

“Pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah,” kata Penny.

Selain itu, BPOM juga menduga ketiga perusahaan itu melakukan tindak pidana memperdagangkan barang yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 62 ayat (1) Juncto Pasal 8 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pelanggar pasal tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak dua miliar rupiah

.

Sentimen: negatif (100%)