Sentimen
Negatif (97%)
3 Nov 2022 : 04.07
Tokoh Terkait

Hak-hak Saksi dalam Perkara Pidana

3 Nov 2022 : 11.07 Views 1

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Nasional

Hak-hak Saksi dalam Perkara Pidana


KOMPAS.com – Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.

Definisi ini tertuang di dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Kehadiran saksi merupakan hal yang penting dalam pengungkapan perkara pidana. Dalam proses penyidikan hingga penuntutan, saksi memiliki peran yang sangat penting.

Atas dasar inilah, undang-undang telah memberikan sejumlah hak kepada saksi.

Baca juga: Apa Hukuman bagi Saksi yang Berbohong di Persidangan?

Hak saksi menurut KUHAP

Dalam memberikan kesaksian atau keterangan di persidangan, undang-undang telah memberikan sejumlah hak kepada saksi sebagaimana diatur dalam KUHAP.

Hak saksi di dalam persidangan menurut KUHAP terdiri atas:

Hak untuk tidak diajukan pertanyaan yang bersifat menjerat (Pasal 166 KUHAP); Hak untuk diperiksa tanpa hadirnya terdakwa saat saksi diperiksa (Pasal 173 KUHAP), Hak untuk mendapatkan penerjemah bagi saksi yang tidak paham bahasa Indonesia (Pasal 177 Ayat 1 KUHAP), Hak untuk mendapatkan penerjemah bagi saksi yang bisu, tuli atau tidak bisa menulis (Pasal 178 Ayat 1 KUHAP), Hak untuk mendapatkan pemberitahuan paling lambat tiga hari sebelum menghadiri sidang (Pasal 227 Ayat 1 KUHAP), Hak untuk mendapatkan biaya pengganti atas kehadiran di sidang pengadilan (Pasal 229 Ayat 1 KUHAP).

Tak hanya di persidangan, saksi juga akan diberikan sejumlah hak pada tahap penyidikan.

Hak-hak ini diberikan kepada para saksi yang mulai dimintai keterangan sejak penyidikan.

Hak-hak saksi tersebut, yakni:

Hak untuk dipanggil sebagai saksi oleh penyidik dengan surat panggilan yang sah dan disertai alasan pemanggilan yang jelas (Pasal 112 Ayat 1 KUHAP), Hak untuk dilakukan pemeriksaan di kediamannya jika saksi mempunyai alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik (Pasal 113 KUHAP); Hak untuk memberikan keterangan tanpa tekanan dari siapapun atau dalam bentuk apapun (Pasal 117 Ayat 1 KUHAP), Hak untuk menolak menandatangani berita acara yang memuat keterangannya dengan memberikan alasan yang kuat (Pasal 118 Ayat 2 KUHAP).

Baca juga: Kriteria Saksi dalam Perkara Pidana

Hak saksi menurut UU Perlindungan Saksi dan Korban

Selain hak yang tertuang dalam KUHAP, saksi juga akan mendapatkan sejumlah hak lain sebagaimana diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (PSK).

Hak ini diberikan kepada saksi dalam kasus tertentu sesuai dengan keputusan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Adapun hak saksi menurut UU PSK, yaitu:

Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya; Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan; Memberikan keterangan tanpa tekanan; Mendapat penerjemah; Bebas dari pertanyaan yang menjerat; Mendapat informasi mengenai perkembangan kasus; Mendapat informasi mengenai putusan pengadilan; Mendapat informasi dalam hal terpidana dibebaskan; Dirahasiakan identitasnya; Mendapat identitas baru; Mendapat tempat kediaman sementara; Mendapat tempat kediaman baru; Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan; Mendapat nasihat hukum; Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir; dan/atau Mendapat pendampingan.

Selain itu, UU PSK juga menegaskan bahwa saksi tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata, atas kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian tersebut diberikan tidak dengan iktikad baik.

Jika terdapat tuntutan hukum terhadap saksi atas kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikan, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia berikan kesaksian telah diputus oleh pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum tetap.

 

Referensi:

Sofyan, Andi dan Abd. Asis. 2014. Hukum Acara Pidana: Suatu Pengantar (Edisi Pertama). Jakarta: Kencana. UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (PSK) -. - "-", -. -

Sentimen: negatif (97%)