Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: Universitas Trisakti
Kab/Kota: Duren Tiga, Magelang
Kasus: pembunuhan
Tokoh Terkait
Kalau Masih Berkelit Bukan Minta Maaf
Kompas.com Jenis Media: Nasional
JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana, Ferdy Sambo, dinilai seharusnya tidak perlu berkilah lagi saat menyampaikan permintaan maaf di depan orangtua Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) yang dihadirkan sebagai saksi pada Selasa (1/11/2022) lalu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam persidangan itu, Sambo meminta maaf kepada ayah dan ibu Yosua, Samuel Hutabarat dan Rosti Simanjuntak, atas perbuatannya menghabisi anaknya.
Akan tetapi, Sambo juga menyatakan dia melakukan hal itu dengan alasan perlakuan Yosua kepada sang istri, Putri Candrawathi, yang diduga melakukan pelecehan.
Baca juga: Usai Yosua Tewas, Reza Sempat Hubungi Putri dan Ajudan Sambo, tetapi Nomornya Diblokir
"Kalau minta maaf tapi masih ada berdalih juga, berkelit juga, itu bukan minta maaf namanya," kata mantan hakim Asep Iwan Iriawan, seperti dikutip dari program Breaking News di Kompas TV, Rabu (2/11/2022).
Menurut Asep yang juga dosen di Fakultas Hukum Universitas Trisakti, seharusnya Sambo dan Putri ketika mengakui perbuatan menghabisi Yosua tidak perlu lagi berkelit saat fakta-fakta persidangan dibuka
"Tetap jangan berkilah atau berdalih lagi, apalagi menyakiti keluarga korban dengan pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya menyentuh nurani. Dalam keadaan duka, suasana emosional jangan dipancing dengan hal-hal yang lain," ujar Asep.
Baca juga: 4 Pertanyaan Kuasa Hukum Sambo ke Keluarga Brigadir J yang Disorot Publik
"Sukup dengan kalau mengakui salah ya sudah berterus terang mengatakan saya melakukan itu, tapi jangan ada kalimat tapinya gitu kan," lanjut Asep.
Sambo dalam sidang di pada Selasa lalu menyampaikan alasan dia menghabisi Yosua.
Dia menyampaikan pernyataan itu di depan orangtua Yosua, Samuel Hutabarat dan Rosti Simanjuntak, yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang oleh jaksa penuntut umum.
Dalam pernyataannya, Sambo mengawali dengan menyampaikan permohonan maaf dan menyesal atas kematian Yosua.
Baca juga: Sambo: Kalau Penyidik Berpihak, Saya dan Istri Tak Mungkin di Sini
"Bapak dan Ibu, saya sangat memahami perasaan Ibu dan saya mohon maaf atas apa yang terjadi," kata Sambo di ruang persidangan.
Akan tetapi, ketika melanjutkan pernyataannya, nada suara Sambo meninggi dibarengi dengan sorot mata yang tajam dan agak melotot ke arah Samuel dan Rosti.
Sambo dalam pernyataannya tetap berkeras peristiwa berdarah itu terjadi karena perbuatan Yosua terhadap istrinya, Putri Candrawathi.
"Saya sangat menyesal, saat itu saya tidak mampu mengontrol emosi, di awal lewat persidangan ini saya ingin menyampaikan bahwa peristiwa yang terjadi adalah akibat dari kemarahan saya atas perbuatan anak bapak ke istri saya!" ujar Sambo.
Di akhir kalimatnya, Sambo kembali meminta maaf dan menyebut dirinya sudah memohon ampun kepada Tuhan.
Baca juga: Ibu Brigadir J ke Kuat Maruf: Permintaan Maaf Jangan Hanya di Bibir seperti Ferdy Sambo
"Itu yang saya ingin sampaikan dan kita akan buktikan di persidangan. Saya yakin saya berbuat salah dan saya bertanggung jawab atas apa yang saya lakukan. Saya juga sudah meminta ampun terhadap Tuhan," ujar Sambo.
Adapun Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Yosua bersama Bripka Ricky Rizal Wibowo, Kuat Ma'ruf, dan Bharada Richard Eliezer.
Dalam dakwaan disebutkan, Ferdy Sambo merupakan orang yang memerintahkan Bharada Eliezer menembak Brigadir J.
Sementara itu, Putri Candrawathi berperan sebagai yang melaporkan dugaan pelecehan oleh Yosua yang dia alami di rumah pribadi di Magelang, Jawa Tengah, pada 7 Juli 2022.
Baca juga: Sambo Berkeras Motif Habisi Brigadir J karena Istri Dilecehkan, Pakar: Harus Dibuktikan, Bukan Imajinasi
Mendengar laporan dari sang istri, Ferdy Sambo marah dan merencanakan pembunuhan terhadap Yosua yang melibatkan Richard, Ricky, dan Kuat.
Yosua tewas ditembak oleh Eliezer atas perintah Sambo di rumah dinas di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022.
Kelima terdakwa itu dijerat dengan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Kelimanya terancam pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau selama-lamanya 20 tahun.
-. - "-", -. -Sentimen: negatif (100%)