Indonesia Harus Merancang Pertanian Berkelanjutan
Koran-Jakarta.com Jenis Media: Nasional
JAKARTA - Indonesia perlu merancang pertanian berkelanjutan yang bermanfaat bukan hanya bagi manusia, melainkan juga untuk kelestarian dan kualitas lingkungan. Perlunya merancang pertanian berkelanjutan karena Indonesia berpotensi menjadi lumbung pangan dunia di masa mendatang yang didukung iklim tropis dan keanekaragaman hayati yang tinggi.
Associate Professor dari Bina Nusantara University, Haryono, dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (2/11), mengatakan center of gravity atau pusat pertanian pangan ada di wilayah tropika atau sekitar garis ekuator, seperti Indonesia, Brasil, dan sebagian Afrika.
"Itu mengapa pertanian Indonesia penting," kata Haryono seperti dikutip dari Antara.
Keanekaragaman hayati di wilayah tropika memiliki nilai lebih dibandingkan wilayah nontropika. Hal tersebut merupakan potensial bagi ketersediaan pangan di masa depan.
"Kualitas, standar, inovasi produk pangan harus maju untuk kemakmuran rakyat Indonesia dan bagian dari program Feed the World," katanya.
Menurut dia, setidaknya ada lima pendekatan yang bisa mendukung masa depan pertanian Indonesia. Pertama, menerapkan tiga pilar pembangunan pertanian berkelanjutan.
Baca Juga :
Menkeu: El Nino Picu Turunnya Target Pertumbuhan Pertanian 2023
"Tiga pilar itu, yaitu persoalan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Tiga pilar ini menjadi dasar kita dalam membentuk, menggerakkan, dan mencapai pertanian berkelanjutan," jelasnya.
Kedua, menerapkan pembangunan pertanian berbasis ekoregion. Pembangunan berbasis ekoregion, merupakan konsep perencanaan tata ruang (spatial planning) dengan mempertimbangkan jasa tata ruang pada suatu wilayah dan masyarakat yang tinggal di wilayah ekoregion tersebut.
"Menerapkan pembangunan pertanian berbasis ekoregion ini sangat penting karena Indonesia mempunyai ekosistem yang sangat beragam. Dalam penerapan kualitas dan standar (ekoregion), meliputi ekologi dan ekonomi, risiko, pengembangan wilayah, serta etika dan budaya," kata Haryono.
Pendekatan ketiga adalah kebijakan pembangunan pertanian berbasis hasil riset yang melibatkan peran perguruan tinggi, sains, riset, inovasi, dan teknologi.
Selanjutnya, poin keempat, menerapkan kualitas dan standar produk pangan dan pertanian bertahap dan berkelanjutan. Dia menyebut harus ada integrasi hulu-hilir untuk meningkatkan kualitas produk pertanian.
Terakhir, kata Haryono, dengan melakukan transformasi sistem pertanian konvensional menuju sistem pertanian modern. Caranya dengan mereinvestasi infrastruktur sistem pangan dan pertanian, transformasi budaya kerja baru on farm dan off farm, transformasi kelembagaan petani berbasis korporasi, dan transformasi manajemen data, informasi, dan pengetahuan.
Rekayasa Genetika
Kepala Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi Serikat Petani Indonesia (SPI), Muhammad Qomarunnajmi, mengatakan Indonesia punya potensi menciptakan pertanian berkelanjutan karena ditopang potensi sumber daya, baik sumber daya manusia (SDM) maupun sumber daya alam (SDA).
Baca Juga :
Gawat! Hadapi Ancaman Krisis Pangan, Masyarakat Indonesia Diminta Bergegas Lakukan Hal Ini
"Dalam sistem agroekologi, kita menyelaraskan kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan," kata Qomar.
Sebab itu, pihaknya menolak solusi untuk mengatasi krisis pangan dengan penggunaan benih rekayasa genetika/ Genetically Modified Organism (GMO) karena berbahaya bagi kesehatan dan menghilangkan benih-benih lokal.
Dia pun mengusulkan konsep kawasan daulat pangan (KDP). KDP melakukan transformasi model pertanian konvensional dari pertanian kimia menuju pertanian agroekologi yang berbasis pertanian keluarga.
Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini
Sentimen: positif (97%)