Sentimen
Netral (80%)
1 Nov 2022 : 16.01
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Kab/Kota: bandung, Semarang, Surabaya, Labuan Bajo, Samarinda, Yogyakarta, Jayapura, Palembang, Manado, Denpasar

Fenomena Langka Terjadi pada 3 November, BRIN: Tengah Hari Lebih Cepat dari Biasanya

1 Nov 2022 : 23.01 Views 1

Koran-Jakarta.com Koran-Jakarta.com Jenis Media: Nasional

Fenomena Langka Terjadi pada 3 November, BRIN: Tengah Hari Lebih Cepat dari Biasanya

JAKARTA - Peneliti Pusat Riset Antariksa Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa Badan Riset dan Antariksa Nasional (BRIN) Andi Pangerang mengatakan masyarakat Indonesia dapat menyaksikan dan mengalami fenomena tengah hari lebih awal atau cepat pada 3 November 2022.

"Fenomena tengah hari yang lebih cepat pada setiap tanggal 3 November ini karena nilai perata waktu yang lebih besar sehingga Matahari akan transit lebih cepat dibandingkan dengan hari-hari biasanya dalam setahun," kata Andi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (01/11).

Nilai perata waktu ketika tengah hari pada 3 November 2023 di Indonesia adalah +16 menit 27 detik. Andi menuturkan secara umum, dampak tengah hari lebih awal akan menyebabkan waktu terbit Matahari lebih cepat.

Bagi umat Muslim, waktu Shalat Duha (saat ketinggian Matahari mencapai +4,5 derajat atau sepenggalah) maupun waktu Shalat Subuh sekaligus awal fajar astronomis (akhir malam astronomis) yang lebih cepat dibandingkan hari-hari lainnya, terutama bagi wilayah selatan Indonesia seperti Jawa dan Nusa Tenggara.

Itu karena durasi malam hari yang semakin lebih kecil jika dibandingkan dengan durasi siang hari untuk belahan selatan pada umumnya, ditambah juga dengan tengah hari yang lebih awal, sehingga ketiga waktu shalat menjadi lebih cepat.

Selain itu, fenomena tengah hari lebih awal juga mengakibatkan waktu terbenam Matahari (Maghrib) maupun waktu Isya sekaligus akhir senja astronomis (awal malam astronomis) yang lebih cepat dibandingkan hari-hari lainnya, terutama bagi wilayah utara Indonesia seperti Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Natuna di Provinsi Kepulauan Riau, Kalimantan Utara, dan Kepulauan Sangir-Talaud di Sulawesi Utara.

Itu karena durasi malam hari yang semakin lebih besar jika dibandingkan dengan durasi siang hari untuk belahan utara pada umumnya, ditambah juga dengan tengah hari yang lebih awal, sehingga kedua waktu shalat menjadi lebih cepat.

Di samping itu, fenomena tersebut juga mengakibatkan panjang hari surya menjadi tepat 24 jam. Hari surya adalah durasi antara tengah hari hingga tengah hari berikutnya.

Perata waktu adalah selisih antara Waktu Matahari Sejati dengan Waktu Matahari Rata-Rata. Perata waktu dipengaruhi oleh dua faktor, yakni kemiringan sumbu Bumi dan kelonjongan orbit Bumi.

Saat kemiringan sumbu bumi menjauhi titik setimbang menuju simpangan maksimumnya (September-Desember dan Maret-Juni), Matahari akan transit lebih cepat.

Sedangkan, saat kemiringan sumbu Bumi menjauhi simpangan maksimum menuju titik setimbang (Juni-September dan Desember-Maret), Matahari akan transit lebih lambat.

Kelonjongan orbit Bumi terjadi saat orbit Bumi tidak sepenuhnya lingkaran sempurna, namun berbentuk elips dengan kelonjongan 1/60. Keadaan itu juga biasanya disebut dengan aphelion.

Saat Bumi menjauhi titik perihelion menuju aphelion (Januari-Juli), Matahari akan transit lebih lambat. Sedangkan, saat Bumi menjauhi titik aphelion menuju perihelion (Juli-Januari), Matahari akan transit lebih cepat. Itu membuat Matahari akan transit lebih cepat pada September-Desember dengan puncaknya pada awal November.

Waktu tengah hari untuk daerah-daerah di Indonesia beragam, di antaranya Jakarta pada 11.36 WIB, Bandung pada 11.33 WIB, Yogyakarta pada 11.22 WIB, Semarang pada 11.21.52 WIB, Surabaya pada 11.12 WIB, Palembang pada 11.44 WIB, Bandarlampung pada 11.42 WIB.

Kemudian, Denpasar pada 12.02 Wita, Labuan Bajo pada 11.44 Wita, Kupang pada 11.29 Wita, Manado pada 11.24 Wita, Makassar pada 11.45 Wita, Samarinda pada 11.54 Wita, Merauke pada 11.29 WIT, Manokwari pada 11.47 WIT, dan Jayapura pada 11.20 WIT.

Baca Juga :

Pengembangan Energi Berkelanjutan Butuh Insentif yang Menarik


Redaktur : Lili Lestari

Penulis : Antara

Sentimen: netral (80%)