Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: Universitas Jember
Kab/Kota: Jember
Segera Bentuk Lembaga Khusus untuk Cegah Obesitas Regulasi
Detik.com Jenis Media: Metropolitan
Jakarta -
Prof Bayu Dwi Anggono mendesak pemerintah segera membentuk lembaga khusus pengontrol perundangan. Yaitu dari Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah hingga Peraturan Menteri/Keputusan Menteri. Sebab, tanpa lembaga yang mempunyai otoritas tersebut, jumlah peraturan akan terus membengkak dan gendut.
"Dari data peraturan.go.id hingga 18 Oktober 2022 ada 49.229 peraturan perundangan dengan rincian 1.715 Undang-Undang, 4.766 Peraturan Presiden, 17.796 Peraturan Menteri, 4.822 Peraturan Lembaga dan 17.898 Peraturan Daerah di Indonesia," kata Prof Bayu Dwi Anggono.
Hal itu disampaikan dalam Orasi Ilmiah 'Pembaharauan Penataan Peraturan Perundang-Undangan: Suatu Telaah Kelembagaan' akhir pekan lalu. Orasi disampaikan dalam rangka pengukuhan guru besar hukum Ilmu Perundang-undangan.
Obesitas hukum itu juga terus membengkak dari hari ke hari. Sebagai contoh pada tahun 2021, Kementerian Dalam Negeri telah membentuk 60 Permen, sementara pada 2022 (data sampai 23 September 2022) telah membentuk 84 Permen. Kemudian Kementerian Perdagangan di Tahun 2021 telah membentuk 72 Permen, Sementara pada 2022 (data sampai 10 Agustus 2022) telah membentuk 48 Permen.
"Berbeda dengan RUU, RPP, dan Raperpres untuk prosedur penyusunan Permen, Peraturan LPNK, atau Peraturan LNS ternyata tidak diatur dalam UU P3 maupun Perpres 87/2014. Akibat ketiadaan pengaturan ini, maka kementerian, LPNK atau LNS membuat pengaturan sendiri tentang prosedur penyusunan Peraturan Perundang- undangan pada masing-masing lembaga. Sebagai contoh, Kementerian Pariwisata menyusun Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 8 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Menteri di Lingkungan Kementerian Pariwisata," beber Prof Bayu Dwi Anggono.
Untuk memangkas obesitas peraturan, pemerintah bukan tanpa ikhtiar. Semisal tampak dengan adanya Peraturan Presiden nomor 68 tahun 2021 yang mewajibkan kementerian maupun lembaga yang mengajukan rancangan peraturan perlu mendapatkan persetujuan presiden.
"Kemenkumham pun sudah memperketat usulan peraturan perundang-undangan, memperkuat harmonisasi RUU termasuk di level Permen dan peraturan lembaga, evaluasi pemberlakukan perundang-undangan hingga teknik omnibus law dalam pembentukan peraturan perundang-undangan," urai Prof Bayu Dwi Anggono yang meraih gelar profesor di usia 39 tahun itu.
Oleh karena itu, Prof Bayu Dwi Anggono menganjurkan agar segera dibentuk lembaga yang berada di bawah presiden. Hal itu seperti yang pernah direncanakan oleh Presiden Joko Widodo dalam Debat Capres 2016 berupa Lembaga Pusat Legislasi Nasional.
"Lembaga yang bersifat satu pintu sehingga presiden bisa melakukan kontrol untuk menghindari tumpang tindih aturan," tegas Prof Bayu Dwi Anggono.
Lembaga tersebut bisa berupa kementerian khusus atau lembaga non struktural uang berkedudukan di bawah presiden yang dipimpin oleh kepala setingkat menteri. Pilihannya bisa lembaga non struktural seperti The Office Information and Regulatory Affairs di Amerika Serikat, Cabinet Legislation Bureau di Jepang atau The Office of Best Practice Regulation di Australia. Sementara itu Korea Selatan lebih memilih membentuk kementerian khusus yakni Ministry of Government Legislation.
"Harapannya maka regulasi yang tumpang tindih, boros, over regulasi bahkan obesitas regulasi dapat dihindari," tandas Prof Bayu Dwi Anggono yang juga aktif di PA Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) itu.
"Kata-kata kunci tersebut menurut hemat saya justru dapat kita gunakan sebagai pelecut untuk senantiasa menggerakkan perubahan ke arah yang lebih baik," ucap Prof Bayu Dwi Anggono menegaskan.
Selain mengukuhan Prof Bayu Dwi Anggono, Universitas Jember juga mengukuhkann Prof Dr Sri Hernawati sebagai Guru Besar Ilmu Penyakit Mulut. Acara pengukuhan itu dihadiri banyak pejabat dan pakar hukum. Tampak hadir di antaranya Ketua MK Prof (HC) Anwar Usman, Menko Polhukam Prof Moh Mahfud MD, Menkumham Prof Yasonna Laoly, Wakil Ketua MPR Dr Ahmad Basarah, Wakapolri Komjen Prof (HC) Gatot Eddy Pramono, hakim MK Prof Arief Hidayat, staf khusus Wapres Prof Satya Arinanto, dan hakim agung Soeharto. Hadir juga Ketua KPU Hasyim Asy'ari, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo, dekan dari berbagai kampus dan kolega Prof Bayu dan Prof Sri.
(asp/dnu)
Sentimen: positif (47.1%)