Diminta Setop Batu Bara, Tapi Karbon RI Cuma Dihargai Segini
CNBCindonesia.com Jenis Media: News
Jakarta, CNBC Indonesia - Dunia kini tengah ramai-ramai mengampanyekan untuk meninggalkan batu bara, karena dianggap kotor dan meningkatkan emisi gas rumah kaca yang berdampak pada perubahan iklim global.
Meski demikian, salah satu alat untuk mengurangi emisi karbon tersebut yaitu perdagangan emisi karbon, belum sepenuhnya disepakati. Pasalnya, ada klausul soal harga karbon yang diperdagangkan dianggap masih tidak adil. Hasil dari perdagangan karbon itu nantinya diharapkan bisa menjadi insentif untuk mengembangkan proyek energi bersih.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebutkan bahwa pembicaraan tentang perdagangan karbon dunia masih alot, sehingga masih belum ada kesepakatan dengan negara-negara anggota G20.
Menurut Bahlil, hal ini juga telah dibicarakan dalam acara Forum Tingkat Menteri G20 di Bali pada September lalu.
"Perdagangan karbon, mereka tidak setuju, khususnya pada perjanjian Paris Agreement pasal 6, yakni harga karbon kita dengan negara di Eropa," kata Bahlil, dalam konferensi pers, Senin (24/10/2022).
Bahlil mengatakan, hingga kini masih terdapat perbedaan selisih harga karbon yang jauh antara negara berkembang, termasuk Indonesia, dan negara-negara di Eropa. Harga karbon di Indonesia, termasuk negara berkembang lainnya, "cuma" dipatok US$ 10 per ton emisi CO2, sedangkan di negara Eropa telah mencapai US$ 100.
"Ini gak fair, ada standar ganda di situ, kita minta ada pemerataan harga. Dengan banyak argumentasi, ini belum menjadi kesepakatan utuh, perdebatan masih berlanjut," jelasnya.
Bahlil juga membeberkan poin lainnya yang dibicarakan pada forum tingkat menteri itu, antara lain hilirisasi tambang yang sudah disepakati dengan negara G20, kolaborasi UMKM, juga alur investasi.
"85% GDP di dunia itu dikuasai oleh negara G20, tetapi alur dana investasi tidak berimbang. Ini tidak adil, harus tetap ada kesepakatan menentukan investasi. Itu disetujui," katanya.
Selain itu, juga ada kesepakatan Bali Compendium atau kesepakatan negara G20 atas inisiasi negara Indonesia untuk memberikan arah kebebasan menentukan kebijakan investasi.
"Gak boleh satu negara intervensi negara lain, atau ada satu negara lebih berhak daripada negara lain. Negara G20 ini sudah merdeka, sehingga harus menghargai," katanya.
[-]
-
Eropa CLBK ke Batu Bara, Bagaimana Nasib Perubahan Iklim?
(wia)
Sentimen: positif (96.2%)