Sentimen
Informasi Tambahan
Brand/Merek: Brompton
Institusi: Universitas Trisakti, Universitas Al Azhar Indonesia
Tokoh Terkait
HEADLINE: Geger 5 Artis Terseret Kasus Investasi Bodong Robot Trading Net89, Korban Bisa Apa?
Liputan6.com Jenis Media: News
Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 134 orang dilaporkan ke Bareskrim Polri terkait kasus dugaan investasi bodong Robot Trading Net89. Di antara terlapor itu ada lima publik figur. Mereka adalah Atta Halilintar, Taqy Malik, Adri Prakarsa, Kevin Aprilio, dan Mario Teguh.
Laporan dilayangkan oleh pengacara korban, M Zainul Arifin yang mewakili dan mendapat kuasa atas 230 korban. Tercatat investasi Robot Trading Net89 ini telah menelan kerugian mencapai Rp 28 miliar.
"Domisili yang berbeda dan kerugian yang berbeda. Ada yang Rp 1 juta sampai Rp1,8 miliar maksimal dengan total kerugian semuanya adalah Rp 28 miliar," ujar Zainal di Bareskrim Polri, Rabu 26 Oktober 2022.
Kasus investasi bodong terus berulang. Kasus investasi robot trading sebelumnya pun menyeret nama-nama public figure.
Oleh karena itu, pengamat sekaligus investor Teguh Hidayat mengimbau, masyarakat ke depan tetap harus waspada akan kasus investasi bodong, meskipun sosialisasi terhadapnya semakin diperketat.
Menurut dia, investasi bodong itu bakal terus ada.
"Namanya investasi bodong tuh akan selalu ada sampai kapan pun, karena itu salah satu bentuk kejahatan. Sampai kiamat istilahnya akan selalu ada investasi bodong ini," ujar Teguh kepada Liputan6.com, Kamis (27/10/2022).
Menurut dia, pelaku investasi bodong akan semakin pintar mengikuti perkembangan zaman dalam melakukan aksinya. Seperti merekrut artis-artis untuk mempromosikan bentuk penipuan tersebut.
"Jadi betul, kesalahannya bukan berarti sepenuhnya artis-artis ini. Tapi kalau bukan karena artis-artis ini, masyarakat tuh sebenarnya tidak akan bergabung dengan investasi bodong ini, dan tidak akan kehilangan uangnya. Makanya benar kemudian dituntut," ungkapnya.
Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Azmi Syahputra, mengatakan kepolisian dapat mempertegas dan memperluas penyelidikan kasus tersebut. Agar persoalan ini dapat terungkap secara maksimal.
"Harus mendorong kepolisian untuk melakukan penyelidikan, sehingga bisa naik ke penyidikan untuk menentukan tersangkanya," kata dia kepada Liputan6.com, Kamis (27/10/2022).
Selain itu, kata Azmi, para korban dapat menempuh jalur lain selain pidana. Mereka dapat mengajukan gugatan perdata agar kerugian yang dialami korban bisa diberikan. "Bisa juga kedua-duanya, pidananya jalan dalam hal ini laporan polisi. Perdatanya juga jalan, tidak masalah," ujar dia.
Azmi menjelaskan, ada kelebihan yang bakal didapat jika para korban menempuh jalur pidana. Langkah itu disebut dapat membuat lebih ditakuti pelaku ketimbang efek hukum dari jalur perdata.
"Kelebihan kalau pidana kan ada upaya paksanya. Orang takut kalau labelling jadi tersangka, terus orang akhirnya ditahan, dipenjara. Itu kan lebih takut, ada ancaman psikisnya lebih besar. Tapi kalau perdata kan dia berpikir, ini kan ganti rugi, toh juga gak ada tahanannya. Paling kalau ada uang, dijatuhkan pengadilan, ya ganti ruginya. Kalau nggak, orang bisa banding, bisa kasasi. Karena sifatnya keperdataan," jelas dia.
"Tapi kalau secara pidana, kalau dia udah dinyatakan tersangka ya mau enggak mau, dia harus lakukan prosesnya. Dikirim ke kejaksaan, dengar dakwaan, di persidangan sampai nanti (putusan), entah dia terbukti atau tidak. Jadi orang lebih takut dipidana dibanding perdata," dia mengimbuhkan.
Dia pun menilai hukum di Indonesia sudah cukup lengkap melindung warga negaranya. Hanya saja, pengawasan dari lembaga yang harus lebih diperkuat kembali.
"Kalau kita bilang perangkatnya sudah ada, tapi pengawasan di kita yang kurang. Jadi organ-organ yang ada ini, harusnya bisa optimal untuk patroli, kita diperkuat, masyarakat harus terbuka. Jadi begitu ada informasi-informasi usaha investasi (bodong), ini jadi terpantau," ucap Azmi.
Akibat pengawasan yang lemah, Azmi menambahkan, tak heran praktik-praktik investasi bodong masih marak terjadi. Para penegak hukum baru bergerak setelah masalah tersebut muncul ke permukaan.
"Pengawasan yang lebih efektif memang harus dilakukan, kalau regulasi kita tidak ada yang kurang, sudah cukup. Cuma pengawasan kita yang kurang. Pengawasan pada izin penerbitan perusahaan, terus selama menjalankan perusahaan itu harus diawasi," kata dia.
Ahli Pidana Universitas Al Azhar Indonesia Prof Dr Suparji Ahmad juga mengatakan hal yang sama. Dia menilai ada dua langkah hukum yang bisa dilakukan para korban investasi bodong robot Trading Net89. Hal itu tergantung dari fakta-fakta hukum dan unsur-unsur yang ada di dalamnya.
"Kalau tuntutannya dalam rangka mengembalikan kerugian yang diderita, itu adalah perdata. Kalau kembali uangnya, diselesaikan melalui investasi, melawan hukum, perdataan. Tapi pada sisi yang lain pada proses investasi pidananya, misalnya ada penipuan, ada dokumen palsu, atau penggelapan aset, bisa masuk pidana. Jadi tergantung fakta atau unsur-unsurnya dalam hubungan hukum itu," kata dia kepada Liputan6.com, Kamis (27/10/2022).
Dilema
Meski demikian, menempuh dua jalur hukum tersebut juga sering kali ada dilema. Dia mengambil contoh kasus yang terjadi pada kasus First Travel.
"Misalnya seorang nasabah, seperti First Travel orientasi mengembalikan dananya, tapi (di situ) ada TPPU, pencucian uang. Dan ujung-ujungnya uang tidak kembali, aset disita negara karena kesulitan membaginya terhadap aset tersebut," ucap dia.
Karena itu, Ia mengimbau agar korban investasi bodong dapat menempuh jalur hukum secara akurat. Agar tidak mengalami kerugian yang berlipat-lipat. "Harus efektif dalam proses menempuh jalur hukum, agar tidak menerima kerugian," tegas Suparji.
Dia menilai hukum di Indonesia belum dapat melindungi korban investasi bodong. Perlu adanya perubahan dalam norma-norma terkait investasi bodong.
"Belum lengkap, menurut saya banyak yang harus direvisi norma-norma terkait dengan investasi bodong. Karena akhirnya hanya eksplisit kan, tidak ada tentang mana investasi bodong, tapi yang dilakukan kan tafsir-tafsir yaang kemudian mengulang unsur-unsur itu, ini saya kira menjadi tidak penting ya untuk menjerat pelaku investasi bodong yang faktanya terjadi di masyarakat," ujar dia.
Sejumlah 230 orang melaporkan menjadi korban penipuan dari robot trading Net89. Mereka turut melaporkan sebanyak 134 orang yang diduga melakukan pelanggaran tindak pidana baik secara individu maupun korporasi.
Kuasa hukum para korban sebagai pelapor, M Zainul Arifin mengatakan bahwa laporan yang telah terdaftar dengan nomor LP/B/0614/X/2022/SPKT /BARESKRIM POLRI, tanggal 26 Oktober 2022, dengan terlapor atas nama Komisaris Utama PT Cipta AST Digital dan PT Indonesia Digital Exchange, Andreas Andreyanto dan kawan-kawan.
"Dari proses ini ada 134 para pelaku yang diduga melakukan tindak pidana ini, 5 orang yang diduga publik figur. Kemudian ada 7 orang founder-nya dan ada 5 orang CEO-nya. Kemudian ada 37 orang terkait leader-nya, 51 orang terkait dengan exchanger," sebut Zainul di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu (26/10/2022).
Dari kelima publik figur yang dilaporkan, Zainul menyebut terdapat nama-nama di antaranya, Atta Halilintar, Taqy Malik, Adri Prakarsa, Kevin Aprilio, hingga Mario Teguh. Mereka dilaporkan oleh Zainul yang mewakili dan mendapat kuasa atas 230 korban.
"Satu, yang diduga publik figur ya, Atta Halilintar, kemudian ada Taqy Malik, kemudian ada Kevin Aprilio, kemudian Adri Prakarsa, kemudian Mario Teguh. Mereka diduga terlibat dalam hal ini," ujarnya.
Dia merincikan dari dugaan keterlibatan kelima publik figur ini. Pertama, Atta Halilintar diduga lelang bandana sebesar Rp2,2 miliar dari Founder Net89 Reza Paten. Kemudian Taqy Malik yang disebut menerima uang dari lelang sepeda Brompton Rp700 juta yang diduga terlibat Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Selanjutnya Mario Teguh diduga berperan sebagai leader atau endorse, dan Founder Billions Group Net89 untuk turut mempromosikan serta mempengaruhi orang lain menjadi member Net89. Sementara Kevin Aprilio dan Adri Prakarsa diduga juga ikut mempromosikan Net89 lewat media elektronik, misalnya zoom meeting.
"Kita sudah membawa bukti elektronik, video, dan juga gambar, dan juga bukti-bukti surat terkait dengan rekening koran. Kemudian terkait kronologis, terkait dengan capture terkait percakapan di media sosial di Whatsapp, maupun Facebook dan Instagram," jelasnya.
“Satu, yang diduga publik figur ya, Atta Halilintar, kemudian ada Taqy Malik, kemudian ada Kevin Aprilio, kemudian Adri Prakarsa, kemudian Mario Teguh. Mereka diduga terlibat dalam hal ini,” ujarnya.
Zainul Arifin lantas merinci keterlibatan para selebritas Tanah Air dalam bola panas dugaan investasi bodong berkedok robot trading. Pertama, Atta Halilintar diduga melelang bandana sebesar Rp 2,2 miliar.
Adapun dark total korban sebanyak 230 orang dalam kasus penipuan robot trading yang memakai skema ponzi ini, tercatat telah mengalami kerugian mencapai Rp28 niliar.
"Domisili yang berbeda dan kerugian yang berbeda. Ada yang Rp1 juta sampai Rp1,8 miliar maksimal dengan total kerugian semuanya adalah Rp28 miliar," ujarnya.
Para terlapor dilaporkan terkait Pasal 106 Jo Pasal 24 dan Pasal 105 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Pasal 378 KUHP dan Pasal 372 KUHP dan Pasal 3 dan Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sentimen: negatif (100%)