Sentimen
Positif (66%)
27 Okt 2022 : 18.00
Informasi Tambahan

Club Olahraga: Borneo FC

Institusi: Universitas Indonesia

Kab/Kota: Sumedang, Denpasar

Bamsoet Serap Aspirasi Utusan Golongan Kembali Masuk MPR

27 Okt 2022 : 18.00 Views 5

RM.id RM.id Jenis Media: Nasional

Bamsoet Serap Aspirasi Utusan Golongan Kembali Masuk MPR

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua MPR Bambang Soesatyo menekankan MPR melalui Forum Aspirasi Konstitusi yang dipimpin Anggota MPR dari unsur DPD Prof Jimly Asshiddiqie, yang juga merupakan pakar hukum tata negara, siap menyerap aspirasi dari berbagai kelompok masyarakat terhadap isu dan wacana apa pun seputar konstitusi. Termasuk wacana menghidupkan kembali Utusan Golongan dalam keanggotaan MPR.

Menurut Bamsoet, sapaan akrab Bambang, menghidupkan kembali Utusan Golongan pernah disuarakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, serta Majelis Tinggi Agama Konghucu (Matakin), dan berbagai kelompok masyarakat lainnya. Penyerapan aspirasi tersebut merupakan bagian dari tugas dan fungsi MPR sebagai 'rumah kebangsaan' sekaligus 'penjelmaan rakyat' yang harus mampu mewadahi berbagai arus pemikiran, maupun dalam konteks menyikapi dinamika pemikiran kebangsaan sebagai bagian dari proses pendewasaan dan pematangan kehidupan demokrasi.

Berita Terkait : Borneo FC Minta Kepastian Liga 1 Kembali Digelar

"Dalam konteks ke-Indonesiaan, praktik kehidupan demokrasi dijiwai sila keempat Pancasila yang mengamanatkan penegakan kedaulatan rakyat, serta melembagakannya dalam mekanisme permusyawaratan/perwakilan. Mengejawantahkan kedaulatan rakyat dalam lembaga perwakilan, idealnya dapat dimanifestasikan melalui beberapa jalur representasi. Antara lain representasi politik yang sudah terwadahi dalam DPR, representasi kedaerahan yang sudah terwadahi dalam DPD, serta representasi golongan/kelompok fungsional yang bisa terwadahi dalam utusan golongan," ujar Bamsoet, dalam Diskusi Urgensi Utusan Golongan di MPR, yang diselenggarakan Institut Ekonomi Politik Soekarno-Hatta, di Jakarta, Kamis (27/10).

Diskusi ini dihadiri juga Ketua Forum Aspirasi Konstitusi MPR sekaligus Prof Jimly Asshiddiqie, Direktur Eksekutif Nusantara Center Prof Yudhie Haryono, Dosen Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Indonesia Mulyadi, serta Direktur Institut Ekonomi Politik Soekarno-Hatta, M Hatta Taliwang. Hadir pula para peserta diskusi, antara lain Ichsanuddin Noorsy, Marwan Batubara, Prof Ahmad Mubarok, Sayuti Asyathri, Ahmad Yani, Prihandoyo. Juga ada para Raja Kesultanan Nusantara, antara lain Raja IX Puri Agung Denpasar Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan, dan Raja Keraton Sumedang Larang Sri Radya HRI Lukman Soemadisoeria.

Berita Terkait : Bamsoet Apresiasi Dukungan PUIC Atas Pembentukan Forum MPR Dunia

Ketua DPR ke-20 ini menjelaskan, sebelum amandemen UUD 1945, MPR terdiri terdiri dari anggota-anggota DPR ditambah dengan Utusan Daerah dan Utusan Golongan. Setelah amandemen, sesuai ketentuan Pasal 2 Ayat (1), MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum. Perubahan tersebut berdampak pada hilangnya unsur utusan golongan. Tidak heran jika kini ada yang menilai bahwa gambaran ideal mengenai demokrasi partisipatoris yang melingkupi semua kelompok kepentingan belum sepenuhnya terpenuhi.

"Pembentukan utusan golongan dalam lembaga perwakilan, sejatinya adalah amanat yang telah diwariskan sejak cita-cita awal kemerdekaan. Kehadiran utusan golongan secara prinsipil mengakomodir karakteristik rakyat Indonesia yang sangat plural dan heterogen dalam segenap aspeknya. Dalam konteks kekinian, keberadaan utusan golongan dapat dipandang sebagai bagian dari ikhtiar untuk memenuhi keadilan peran politik secara menyeluruh, sekaligus dapat menjadi penyeimbang peran dari keterwakilan politik yang dipegang DPR dan keterwakilan daerah yang berada di tangan DPD," jelas Bamsoet.

Berita Terkait : Bamsoet Puji Kesiapan Polri-BIN Amankan Konferensi Pembentukan Forum MPR Dunia

Wakil Ketua Umum FKPPI ini menerangkan, ada tiga hal yang menjadi latar belakang penghapusan utusan golongan pasca reformasi. Pertama, adanya pandangan bahwa pelaksanaan demokrasi langsung yang dimanifestasikan oleh pemilihan secara langsung dianggap lebih demokratis, sehingga keberadaan utusan golongan melalui penunjukan dianggap tidak sesuai. Kedua, adanya pandangan perlunya penyederhanaan sistem perwakilan, di mana hanya ada satu badan perwakilan tingkat pusat yang mewakili dua unsur representasi, yaitu representasi politik (DPR) dan representasi daerah (DPD), sedangkan representasi golongan dapat diwakili dan disalurkan melalui lembaga perwakilan yang sudah ada, khususnya DPD.

"Ketiga, dalam praktiknya, penunjukan utusan golongan oleh presiden dinilai cenderung mewakili kepentingan rezim pemerintahan yang mengangkatnya, dan bukan kepentingan rakyat atau golongan yang diwakilinya. Karena itu, gagasan menghadirkan kembali kedudukan utusan golongan di MPR harus mampu menjawab, mengoreksi, dan menjadi antitesis dari berbagai faktor yang melatarbelakangi dihapuskannya keberadaan utusan golongan dalam keanggotaan MPR tersebut," pungkas Bamsoet.■

Sentimen: positif (66.7%)