Sentimen
Informasi Tambahan
Hewan: Ular
Kab/Kota: bandung, Bekasi, Karawang, Purwakarta
Membesihkan Citarum Jangan Hanya di Aliran Utama, Sampah Masih Ngabugbrug di Anak Sungai
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional
PIKIRAN RAKYAT – Dua bocah tampak heboh saat mendapati ular berukuran kecil di bak penampungan air di Kampung Ciwalengke, RW 10, Desa Sukamaju, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung, Selasa 25 Oktober 2022 siang. Ketika diperiksa orang dewasa, ular itu telah menghilang.
Bak penampungan air itu memang lebih menyerupai bak sampah, tak heran ada anak yang mengaku melihat ular di sana. Alih-alih berisi air, bak itu justru ditumbuhi rumput liar, bersanding dengan aneka sampah, termasuk dedaunan.
Pria dewasa yang gagal menemukan ular itu bercerita, bak penampungan air itu merupakan bagian dari bantuan Kodam III/Siliwangi.
Beberapa tahun lalu unit alat penjernih air diberikan kepada warga Kampung Ciwalengke, agar masyarakat bisa memanfaatkan air bersih dari Sungai Ciwalengke, yang dulu tercemar limbah pabrik.
Baca Juga: Citarum Tak Kunjung Bersih, Entah Berapa Banyak Uang Rakyat yang Digelontorkan Selama Puluhan Tahun
Akan tetapi, instalasi penjernih air itu cuma jadi bantuan lancut. Alatnya cuma teronggok di pos RW yang berada di sebelah bak penampung an air. Tak ada warga yang memanfaatkan alat itu meski benar banyak warga Kampung Ciwalengke yang membutuhkan air bersih.
Menurut Dadang Wahyudin, Ketua RW setempat, alat penjernih air itu mesti dioperasikan secara manual. Untuk menjernihkan air dari sungai, seseorang harus menarik putar tuas pada alat tersebut.
"Menariknya itu berat, (untuk mendapat) segelas (air bersih) itu lama," ucapnya.
Padahal, menurut dia, alat penjernih air itu lebih mumpuni dibandingkan alat yang biasa digunakan dalam usaha isi ulang air minum galon.
Kondisi itu pernah dilaporkan kepada kepala desa dan alat penjernih air itu dikabarkan bakal diganti. Namun, hingga kini tak kunjung ada realisasi. Padahal, tak jauh dari bak penampung an air itu, sejumlah warga terpaksa "menjernihkan" air Sungai Ciwalengke untuk mencuci, kadang untuk dipakai mandi.
Kontrol ketat
Air cokelat berbau di Sungai Ciwalengke dialirkan ke permukiman padat penduduk lewat selokan kecil dan pipa paralon, masuk ke bak-bak penampungan untuk mengendapkan lumpur. Air sungai lalu mengucur ke penampung mandi-cuci-kakus (MCK) komunal.
Sekira 40 keluarga memanfaatkan air keruh di MCK komunal untuk kebutuhan sehari-hari.
Pemanfaatan air sungai seperti itu jelas membuat warga rentan terinfeksi penyakit kulit dan paparan bakteri. Namun, menurut Dadang, kondisi tersebut rupanya sudah lebih baik dibanding dulu, ketika Sungai Ciwalengke tercemar limbah industri.
Berada di belakang pabrikpabrik tekstil, dulu, air di Sungai Ciwalengke kerap berwarna-warni dengan bau menyengat.
Air itu pula yang mengalir ke MCK komunal dan mengairi sawah. Setelah ada program Citarum Harum, kata Dadang, air sungai relatif lebih bersih.
Upaya ke arah itu pernah dilakukan sekira 2 tahun lalu melalui bantuan pembuatan sumur bor. Namun, titik lokasi sumur bor yang tidak ideal membuat suplai air bersih tidak merata. Akhirnya, sumur itu ditutup.
Limbah cair
Program Citarum Harum yang menelan dana miliaran rupiah seperti lebih berfokus di sungai utama. Anak Sungai Citarum di wilayah Kabupaten Bandung Barat seperti Cimeta, Cipicung umpamanya, hingga kini masih menerima gelontoran limbah cair dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti.
Warga bahkan merasakan langsung imbasnya, mulai dari gagal panen hingga tak bisa menggunakan anak sungai itu guna keperluan sehari-hari.
Edi, 69 tahun, warga Kampung Cijati, Desa Sarimukti, Kecamatan Cipatat sempat mencoba mengairi sawahnya dengan air Sungai Cipicung beberapa tahun yang lalu. Awalnya, perkembangan padi-padi yang ditanamnya terbilang bagus. Namun, kondisi berbalik saat padi sudah mulai berbuah.
"Waktu padi masih kecil bagus, saat sudah berbuah kering, bulirnya tidak ada isi," kata Edi, Selasa 25 Oktober 2022.
Kondisi tersebut terjadi setelah Cipicung menjadi sungai penampungan lindi TPA Sarimukti. Hingga kini, Cipicung masih hitam dan berbusa.
Setahun lalu, Edi juga ketiban apes. Empat kotak sawahnya yang ditanami palawija gagal panen setelah tersapu luapan air sungai Cipicung. Tak cuma kebanjiran air bercampur lindi, sampah TPA dan pasir ikut menimbun tanamannya.
Hal serupa dialami petani Cijati lainnya, Nanang (53), tiga kotak sawahnya gagal panen. "Padahal, bulir padi sudah mau terisi, gagal kena luapan air. Plastik ngabugbrug (menumpuk)," ucapnya.
Tercemar berat
Wahana Ling kungan Hidup Indonesia Jawa Barat (Walhi Jabar) menampik klaim pemerintah soal kualitas air Citarum yang hanya tercemar ringan atau sedang.
"Status kondisi Sungai Citarum masih tercemar berat menurut keyakinan kami," kata Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Jabar Wahyudin Iwang, Selasa 25 Oktober 2022.
Indikasi tersebut terlihat dari masih adanya praktik-praktik pencemaran oleh industri. "Fakta di lapangan pencemaran di anak sungai maupun Sungai Citarum baik di hulu, hilir," ucapnya.
Ia mencontohkan sejumlah kasus tersebut seperti pencemaran Sungai Cikijing sebulan lalu. Praktik dilakukan oleh industri yang menggelontorkan limbah ke Sungai Ciherang hingga akhirnya masuk Cikijing dan bermuara di Citarum.
Praktik lain juga terjadi di Patrol, Majalaya oleh industri yang membuang limbah langsung ke Citarum.
Laporan pencemaran Citarum juga muncul dari masyarakat di Purwakarta, Karawang, dan Bekasi.
"Belum lagi pencemaran limbah domestik dan limbah medis," ucapnya.
Tak cuma itu, penyumbatan oleh sampah juga terjadi sehingga menyebabkan banjir. Klaim pemerintah mengenai perbaikan kualitas air Citarum dipertanyakan lantaran tak sesuai kondisi di lapangan.
"Sampel pengujian laboratoriumnya di mana? Di mana mereka mengambil sampel?" tanya dia retoris.
Menurut Wahyudin, persoalan yang terjadi di Citarum adalah akibat masih lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku pencemaran serta transformasi kesadaran masyarakat. (Bambang Arifianto, Hendro Husodo)***
Sentimen: negatif (100%)