Menkes : Gangguan Ginjal Akut Capai 241 Kasus, Menyebar di 22 Provinsi
Krjogja.com Jenis Media: News
Krjogja.com - JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan bahwa saat ini gangguan ginjal akut misterius (acute kidney injury atau AKI) mencapai 241 kasus. Jumlah ini meningkat dari sebelumnya, yaitu 206 kasus pada Selasa (18/10/2022).
Demikiann Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (21/10/2022), kasus itu sudah menyebar di 22 provinsi.
"Kita sudah identifikasi telah dilaporkan adanya 241 (kasus) di 22 provinsi," kata Menkes.
Adapun jumlah kematian dari 241 kasus ini mencapai 133 orang. Kasusnya sendiri memuncak sejak Agustus 2022.
Budi mengungkapkan, hal ini menjadi tak biasa. Sebba, normalnya, kematian pada kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal ini tidak melonjak tinggi dalam waktu cepat.
"Jadi meninggal karena AKI selalu terjadi cuma jumlahnya kecilnya, enggak pernah tinggi. Kita melihat ada lonjakan di Agustus naik sekitar 36 kasus. Sehingga begitu ada kenaikan, kita mulai melakukan penelitian ini penyebabnya apa," ujarnya.
Namun demikian, sebagai bentuk kewaspadaan, Kemenkes mengambil langkah konservatif menginstruksikan apotek dan dokter untuk tidak menjual maupun meresepkan obat sirup.
Teranyar pada Kamis (20/10/2022), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan 5 sirup obat batuk/parasetamol yang mengandung cemaran etilen glikol melebihi ambang batas yang sudah ditentukan. Temuan ini ada usai melakukan sampling terhadap 39 bets dari 26 sirup obat.
Keberadaan cemaran etilen glikol dimungkinkan dalam bentuk kontaminan pada bahan tambahan sediaan sirup yaitu propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol.
Sesuai Farmakope dan standar baku nasional yang diakui, ambang batas aman atau Tolerable Daily Intake (TDI) untuk cemaran etilen glikol dan dietilen glikol sebesar 0,5 mg/kg berat badan per hari.
Peningkatan kasus gagal ginjal akut sebetulnya terlihat pada Agustus 2022. Saat itu, kasus masih terdeteksi sedikit jumlahnya.
"Ketika ada kenaikan kita mulai melakukan penelitian ini penyebab apa," ungkap Budi.
Semula Kemenkes menduga hal tersebut disebabkan oleh infeksi organisme kecil atau patogen. Namun, kesadaran pihaknya baru terbuka setelah ada lonjakan kasus yang sama di Gambia, dan rilis dari Badan Kesehatan Dunia (WHO).
"Yang membuat kita agak terbuka adalah karena ada kasus di Gambia, 5 Oktober WHO keluarkan rilis ada kasus, dan ini disebabkan oleh senyawa kimia," ungkap Budi.
Setelah itu, pihaknya mulai melakukan pendalaman kembali dan menemukan kasus gagal ginjal akut itu diduga disebabkan senyawa Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) di atas ambang batas pada obat-obatan yang dikonsumsi. Itu pun diketahui berdasarkan penelitian dengan mendalami keluarga pasien.
"Ini bukan karena patogen karena toksik. Kita tes ke anak-anak tersebut yang ada di RSCM. Dari 17 ada 15 positif memiliki senyawa tadi EG dan DEG. Itu ada di mereka. Jadi terkonfirmasi ini disebabkan oleh senyawa kimia," ucap Budi.
Budi menjelaskan senyawa EG dan DEG yang masuk ke tubuh berubah menjadi asam oksalat yakni zat yang berbahaya bagi tubuh.
"Kalau masuk ke ginjal bisa jadi kalsium oksalat. Kristal kecil yang tajam-tajam di ginjal balita sehingga rusak ginjalnya," jelas Budi.
Atas dasar itulah, Menkes menegaskan pihaknya mengambil kebijakan sementara untuk menyetop pemberian obat sirop kepada pasien.
"Jadi kita mengambil kebijakan yang sifatnya konservatif. Daripada nanti banyak lagi balita yang masuk rumah sakit dan fatality rate-nya tinggi sekali," kata Menkes.
"Kita ambil kebijakan konservatif meski belum 100 persen tahu yang mana yang berbahaya dan tidak. Tapi, 75 persen kita tahu yg menyebabkan ini kita larang dulu. Kita larang untuk diresepkan dan dijual," imbuhnya. (ati)
Sentimen: negatif (99.9%)