Sentimen
Negatif (98%)
23 Okt 2022 : 14.00
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Depok, Pondok Kelapa

Partai Terkait

Trauma Bahaya Etilen Glikol, Konsumen Pilih Air Kemasan Galon Polikarbonat Untuk Kebutuhan Keluarga Minggu, 23/10/2022, 14:00 WIB

23 Okt 2022 : 14.00 Views 1

Wartaekonomi.co.id Wartaekonomi.co.id Jenis Media: News

Trauma Bahaya Etilen Glikol, Konsumen Pilih Air Kemasan Galon Polikarbonat Untuk Kebutuhan Keluarga
Minggu, 23/10/2022, 14:00 WIB
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ramai isu cemaran etilen glikol pada sirup obat yang menyebabkan lebih dari 100 balita meninggal dunia akibat gagal ginjal akut, membuat konsumen lebih berhati hati dalam memilih makanan minuman dan obat dan memilih yang bebas etilen glikol.

Dalam memilih air kemasan galon, beberapa konsumen menyatakan bahwa mereka sekarang memilih kemasan galon polikarbonat yang bebas etilen glikol karena proses pembuatannya tidak menggunakan zat kimia etilen glikol.

Deli Nawawi, seorang konsumen yang sedang membeli air minum kemasan galon di Pasar Agung Depok, menyatakan kekhawatirannya dengan berita berita di media TV dan media sosial akan ancaman bahaya zat kimia etilen glikol yang diduga menyebabkan lebih dari 100 anak balita mengalami kematian gagal ginjal akut. 

“Saya jadi khawatir dalam memilih obat dan makanan untuk anak anak saya. Saya baca di media bahwa beberapa jenis kemasan plastik juga menggunakan zat kimia dalam proses pembuatannya sehingga saya kembali menggunakan air kemasan galon Polikarbonat (PC) yang menurut informasi bebas Etilen Glikol,” kata Deli.

"Kemarin saya sempat mencoba air galon kemasan Polyethylene terephthalate (PET) tapi saya kembali ke galon PC karena katanya ada Etilen di kemasan plastik PET", Deli menambahkan.

Ratih Hidayat, konsumen perempuan lain yang sedang membeli galon guna ulang di Pondok Kelapa, Jakarta Timur juga menyampaikan keresahan yang sama seputar zat kimia Etilen Glikol yang ternyata juga digunakan dalam proses pembuatan kemasan galon plastik.

“Diskusi di whatsapp group keluarga saya ramai membicarakan isu etilen glikol ini. Berita mengenai permintaan Komnas Anak dan Anggota DPR agar BPOM juga mengawasi kemasan pangan yang berpotensi mengandung Etilen Glikol menjadikan keluarga kami khawatir karena BPOM sering terlambat mendeteksi bahaya zat kimia dalam obat dan makanan,” tambah Ratih. Untuk air minum keluarga, saya juga akhirnya kembali menggunakan kemasan Polikarbonat yang bebas Etilen Glikol.

BPOM melalui Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan juga telah mengatur  terkait zat dan bahan kontak pangan yang aman. Menurut aturan ini, salah satu zat berbahaya yang ada dan harus dikontrol dalam kemasan Polyethylene terephthalate (PET) adalah senyawa Etilen Glikol dan Dietilen Glikol. Senyawa Etilen glikol digunakan dalam proses pembuatan plastik PET.

Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan mengharuskan setiap orang yang melakukan produksi pangan dalam kemasan wajib menggunakan bahan kemasan pangan yang tidak membahayakan kesehatan manusia, dan bahan kontak pangan yang bersentuhan langsung dengan pangan wajib menggunakan zat kontak pangan yang aman dan memenuhi persyaratan batas migrasi. Untuk dapat menjamin kemasan pangan yang beredar dan yang digunakan aman dan tidak membahayakan kesehatan manusia.

Menteri kesehatan menyebutkan telah lebih dari 100 balita di Indonesia yang meninggal dunia akibat gagal ginjal akut yang diduga disebabkan oleh cemaran etilen glikol dan dietilen glikol pada sirop obat yang mereka konsumsi. Saat ini pemerintah masih memantau perkembangan kasus ini dan berusaha keras untuk mengatasinya.

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait, meminta BPOM memberikan peringatan berupa pelabelan ‘mengandung etilon glikol’ terhadap kemasan-kemasan pangan berbahan etilon glikol. Hal itu untuk mengantisipasi apa yang telah terjadi di baru baru ini dimana banyak anak yang meninggal akibat mengkonsumsi sirop obat batuk yang mengandung etilen glikol. 

“Saya kira kalau memang sudah positif WHO mengatakan yang di Afrika itu bahwa sirop obat batuk itu mengandung etilen glikol dan itu mengakibatkan banyak anak di Afrika meninggal karena gagal ginjal, itu kan sebuah data yang dikeluarkan oleh badan dunia tentang kesehatan,” ujarnya.

Karenanya, lanjut Arist, meski di Indonesia belum ditemukan sirup obat  batuk seperti yang digunakan di Afrika, kandungan etilen glikol itu ada juga di salah satu produk air minum dalam kemasan. “Karena itu, saya kira BPOM perlu melakukan penelitian terhadap produk-produk yang mengandung etilen glikol itu, seperti pada air minum kemasan galon sekali pakai,” katanya.

Menurutnya, penelitian itu wajib dilakukan negara dalam hal ini pemegang regulasi Badan POM supaya jauh-jauh sebelumnya bisa diantisipasi supaya masyarakat memahami betul bahaya etilen glikol itu.  “Karena plastik-plastik yang dipakai seperti galon sekali pakai, ketika dia mengandung etilen glikol maka isi dari kemasan itu bisa bermigrasi dan berbhaya bagi kesehatan anak,” tukasnya.

Arist menegaskan Komnas PA sangat konsen terhadap air minum atau makanan yang berbahaya bagi anak-anak seperti halnya etilen glikol yang disebutkan bisa mengakibatkan gagal ginjal. Dia mengatakan  Komnas PA sangat prihatin terhadap kondisi anak-anak di Indonesia yang saat ini banyak yang menderita gagal ginjal.

Pernyataan serupa disampaikan Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo. Dia juga meminta BPOM untuk melakukan penelitian ulang terhadap semua kemasan pangan yang mengandung bahan etilen glikol.

“Terhadap kemasan pangan yang mengandung etilen glikol, karena itu bisa menyebabkan bahaya kesehatan pada anak-anak seperti yang terjadi di Gambia, BPOM perlu melakukan suatu kajian atau penelitian lagi untuk mengetahui kadar etilen glikol di dalam produknya,” ujarnya.

Menurutnya, penelitian terhadap kemasan pangan yang mengandung etilen glikol ini sangat diperlukan meskipun sudah diberikan ijin edar mengingat terus berkembangnya ilmu pengetahuan. 

“Data-data empiris harus dilakukan termasuk penyebab anak-anak kita yang tengah mengalami gangguan penyakit ginjal akut. Jadi, saya kira hal-hal yang menyangkut itu tidak salah BPOM melakukan satu kajian yang melibatkan peneliti dari universitas yang sangat berkompeten,” tukasnya.

Baca Juga: Demokrat Beberkan Kriteria Capres: Kami Ingin Menang, Lawan Kami Tidak Bisa Dianggap Enteng

Sentimen: negatif (98.5%)