Sentimen
Positif (100%)
22 Okt 2022 : 10.59
Informasi Tambahan

Institusi: UIN

Kab/Kota: Karanganyar

Ajarkan Anak-Anak Kesetaraan, Rumah Belajar di Bantaran Code Ini Hapus Hierarki

22 Okt 2022 : 17.59 Views 1

Harianjogja.com Harianjogja.com Jenis Media: News

Ajarkan Anak-Anak Kesetaraan, Rumah Belajar di Bantaran Code Ini Hapus Hierarki

Harianjogja.com, JOGJA - Transfer energi baik kepada anak-anak dilakukan oleh sekelompok anak muda ini lewat wadah bernama Rumah Belajar Indonesia Bangkit (RBIB). Alih-alih berperan menjadi orang tua pengganti, mereka justru menjadi kakak bagi anak-anak itu.

Pada 2017, Fitria Eranda baru awal-awal bergabung dengan Rumah Belajar Indonesia Bangkit (RBIB). Lantaran sedang mendapat rezeki lebih, dia ingin membaginya dalam bentuk makanan pada anak-anak yang belajar di RBIB.

Sebelum pembagian makanan, ada dua anak yang bertengkar. Fifit, panggilan akrab Fitria, mencoba melerai. Tetapi dia mengucapkan kata-kata yang seakan membela anak yang lebih kecil. Anak yang lebih besar tidak terima. Keadaan cukup tegang.

PROMOTED:  Resmikan IKM di Umbulharjo, Dinas Perinkopukm Jogja Berharap IKM Naik Kelas

Sampailah pada masa pembagian makanan. “Aku kasih makanan, dia ngelempar makanan di depanku, aku nangis waktu itu,” kata Fitria saat ditemui di Kantor Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia Jogja, Wirogunan, Mergangsan, Jogja, Rabu (12/10/2022).

“Waktu itu ngerasa kaya kok aku dapat perlakuan kaya gini. Tetapi sekarang anak itu malah akrab sama Fifit.”

Semua berawal dari satu pesan broadcast di ponsel. Pesan tentang open recruitmen sukarelawan RBIB menjadi salah satu titik balik hidup Fifit.

RBIB sudah berdiri sejak 20 Mei 2013. Tanggal itu bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional yang menjadi dasar nama dari komunitas yang fokus pada pendidikan karakter anak ini.

BACA JUGA: Pelaku Penusukan Salah Sasaran yang Tewaskan Mahasiswa Timor Leste di Jogja Tertangkap

Awalnya, RBIB merangkul para anak jalanan, pengamen, dan masyarakat marginal lainnya.

Di awal pembentukannya, RBIB banyak berkegiatan di kampung sekitar Alun-Alun Utara. Namun, beberapa bulan setelahnya, rumah para anak-anak marginal ini digusur.

Alhasil, mereka pun pindah. Kegiatan RBIB pun mengikuti kepindahan para anak-anak di sekitar Kali Code, tepatnya di Karanganyar (Tungkak), Brontokusuman, Mergangsan, Jogja.

Para sukarelawan RBIB berasal dari para mahasiswa yang kebanyakan berasal dari luar Jogja. Hal ini yang menjadikan komunitas sempat vakum pada 2015-2016. Banyak sukarelawan yang lulus dan pulang kampung.

Barulah pesan broadcast itu menjadi awal baru bagi bangkitnya RBIB. “Enggak tahu kenapa tertarik gabung RBIB, awal gabung enggak nyangka ternyata anak-anaknya seunik ini,” kata Fifit yang kini berusia 23 tahun. “Waktu awal gabung, waktu itu langsung berani memandu ice breaking dan lainnya. Terus dipercaya jadi ketuanya di sana, awal-awal ngerasa enggak bisa, merasa hal yang berat.”

Hal berat ini salah satunya berusaha membuat masyarakat sekitar menerima kedatangan RBIB. Saat RBIB masuk ke kampung, ada perselisihan antar Rukun Tetangga (RT). Padahal anak-anak RBIB terdiri dari berbagai RT.

Sehingga awal-awal sempat ada penolakan. Terlebih sukarelawan RBIB juga dianggap sebagai orang asing.

Para sukarelawan memberikan pemahaman apabila kegiatan mereka tidak bertujuan menyakiti anak-anak, mereka justru ingin bersenang-senang bersama.

Kesesuaian antara perkataan dan pelaksaan sepertinya membuat hati orangtua anak-anak mencair. Sekarang justru mereka yang meminta anaknya ke RBIB untuk ‘sekolah’.

Tak Boleh Menggendong

Segala kegiatan RBIB bermuara pada visi Indah masa depanku, harmoni keluargaku, sejahtera Indonesiaku.

Visi itu diwujudkan dengan berbagai macam kegiatan, mulai dari peningkatan literasi, kelas-kelas khusus, bernyanyi, berpuisi, mendongeng, drama, dan lainnya.

Dalam mendongeng misalnya, Fifit tidak jarang menggunakan karakter ciptaannya sendiri bernama Daliyem.

Dengan make up seperti nenek, Fifit yang berperan menjadi Daliyem yang akan mendongeng berbagai hal, dari cerita legenda sampai kisah yang ada di sekitar Kali Code.

Lantaran di Kali Code merupakan lingkungan yang keras, maka karakter Daliyem juga keras, agar anak-anak bisa relate. Namun, Daliyem membawa pesan-pesan yang bijak.

“Seperti pesan berbeda-beda tidak apa, kita beragam, enggak perlu jadi seragam. Yang mau Fifit terapkan ke anak-anak bahwa toleransi itu penting lo,” kata Fifit, lulusan Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Jogja.

Sukarelawan juga berbagi dengan anak-anak cara menghadapi persoalan. Misalnya ada anak yang bertengkar, mereka akan ditempatnya di ruang khusus. Bukan kemudian dimarahi atau justru dihukum, tetapi dicari akar masalah dan solusinya.

Agar anak-anak bisa menerima transfer energi baik ini, sukarelawan menempatkan diri sebagai kakak, bukan orangtua. Sehingga tidak ada hierarki yang terlampau jauh. Sukarelawan ingin memberikan kasih sayang serta ruang aman dan nyaman di RBIB. Tidak semua anak-anak RBIB mendapat ruang aman dan nyaman di rumahnya masing-masing.

Dalam kegiatannya juga, RBIB menerapkan aturan yang harus dipatuhi bagi sukarelawan. Tidak boleh menggendong anak. Khawatirnya akan keterusan manja di gendongan. Tidak boleh pula memberikan makanan hanya pada segelintir orang.

Ada potensi munculnya kecemburuan. Sukarelawan juga tidak boleh bermain ponsel di depan anak-anak, usahakan memberikan waktu yang berkualitas.

Kini ada sekitar 40 anak-anak di RBIB dengan 20 sukarelawan. Rentang usia anak-anak di RBIB antara 3-17 tahun. Secara rutin, mereka saling bertemu di akhir pekan. Namun, pada momen-momen seperti ujian semester atau sejenisnya, atau agenda khusus, pertemuan bisa lebih rutin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sentimen: positif (100%)