Sentimen
Negatif (100%)
19 Okt 2022 : 21.39
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Kasus: kekerasan seksual

Waket MPR Kritisi Aturan Baru Kemenag soal Penanganan Kekerasan Seksual

19 Okt 2022 : 21.39 Views 5

Detik.com Detik.com Jenis Media: News

Waket MPR Kritisi Aturan Baru Kemenag soal Penanganan Kekerasan Seksual

Jakarta -

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mengkritisi Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama. Menurutnya, ada beberapa poin yang harus dievaluasi pada muatan PMA tersebut.

Adapun poin yang menjadi sorotannya adalah tidak dimasukkan nilai agama dalam konsideran dan pencegahan kekerasan seksual, serta penyebutan satuan pendidikan agama secara diskriminatif. Menurut HNW, ini menjadi tidak adi; karena hanya menyebut jenis pendidikan Agama Islam yaitu, madrasah dan pesantren. Padahal, Kemenag juga membawahi jenis lembaga pendidikan dari semua agama yang diakui di Indonesia.

"Kemenag, sesuai namanya seharusnya memasukkan aspek nilai-nilai agama dalam upaya mencegah kekerasan seksual di satuan pendidikan keagamaan. Karena dalam Agama Islam termasuk Fiqhnya, misalnya, banyak sekali ajaran-ajaran dan kaidah yang preventif untuk penghindaran dan pencegahan terhadap kekerasan maupun kejahatan seksual. Kemenag, sesuai namanya dan komitmennya, juga tidak boleh diskriminatif dengan hanya menyebutkan satuan pendidikan Islam seperti madrasah dan pesantren, dengan tidak menyebutkan satuan pendidikan keagamaan lainnya," ujar HNW dalam keterangannya, Rabu (19/10/2022).

-

-

"Kemenag seharusnya menjadikan PMA itu untuk semua satuan pendidikan keagamaan secara definitif. Karena para murid dari berbagai sekolah keagamaan di luar Islam pun juga berhak mendapatkan keadilan dan kesetaraan perlakuan dan perlindungan Negara dari kekerasan dan kejahatan seksual," imbuhnya.

Diketahui, PMA 73/2022 berisi 20 pasal yang mengatur definisi, bentuk, hingga penindakan kekerasan seksual di lingkup pendidikan keagamaan. PMA ini menjadikan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagai salah satu dasar hukumnya. Namun, HNW menilai ada perbedaan pendekatan yang fundamental antara PMA 73/2022 dengan UU 12/2022. Hal itu jelas terlihat dimulai Pasal 1 mengenai definisi.

"Penggunaan definisi dalam PMA yang menjabarkan berbagai bentuk kekerasan seksual tidak sesuai dengan UU 12/2022 yang membatasi pada aspek unsur tindak pidana. Jika dirujuk kepada pembahasan akhir UU 12/2022, disepakati bahwa yang menjadi fokus adalah tindak pidana kekerasan seksual, bukan kepada bentuk daripada kekerasan seksual tersebut," kata HNW.

Menurut HNW, hal ini menyebabkan PMA 73/2022 terkesan kebablasan dalam mendefinisikan bentuk-bentuk kekerasan seksual. PMA 73/2022 dinilai tanpa memiliki dasar hukum maupun sandaran teoritis yang jelas.

Lebih lanjut, ia menjelaskan pendekatan tersebut sudah pernah digunakan di Permendikbudristek 30/2021 tentang Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi. Tapi pada akhirnya menuai kontroversi di tengah masyarakat.

"Oleh karena itu kemudian pendekatan di UU 12/2022 menggunakan pendekatan tindak pidana. PMA 73/2022 seharusnya juga menggunakan pendekatan yang sama, bukan justru eksplorasi sendiri tanpa ada dasar argumennya," ucapnya.

Bersambung ke halaman selanjutnya. Langsung klik

Sentimen: negatif (100%)