Legislator PKS Sarankan BPOM Gerak Cepat Awasi Peredaran Bahan Berbahaya pada Makanan dan Kosmetik
Rmol.id Jenis Media: Nasional
Di Gambia, kedua zat tersebut diduga menjadi penyebab penyakit gagal ginjal akut pada anak.
Sementara di Indonesia, sudah dilakukan penarikan produk mi instan dari beberapa negara karena mengandung etilen oksida yang berbahaya. Teranyar, puluhan kosmetik diamankan karena mengandung zat karsinogen.
Dikatakan anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati mengatakan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tengah memiliki banyak pekerjaan rumah untuk mengatasi pengawasan dan peredaran.
Pada etilen glikol, BPOM bergerak dengan melarang bahan etilen glikol pada produk sirup. Di sisi lain, Kurniasih meminta agar juga ada pengawasan dampak etilen glikol pada produk yang sering digunakan seperti polyester dan termasuk kosmetik.
"Setelah mengeluarkan aturan larangan etilen glikol untuk produk sirup perlu diteliti lebih lanjut untuk produk yang juga banyak digunakan seperti plastik dan juga kosmetik. Bagaimana tingkat keamanannya," ujar Kurniasih dalam keterangannya, Selasa (18/10).
"Di sisi lain tim gugus juga Kemenkes juga bisa segera melihat apa penyebab utama gagal ginjal akut di Indonesia," imbuhnya.
Selain itu, lanjut legislator PKS ini, pada kasus penarikan mi instan produksi Indonesia di beberapa negara juga segera dilakukan tes dan pengawasan menyeluruh terhadap semua produk yang beredar di Indonesia.
"Bisa langsung dilakukan tes menyeluruh dari semua produk agar benar-benar dipastikan mi instan yang beredar di Indonesia juga aman dikonsumsi. Selain itu, perlu dijawab kenapa ada mi instan produk Indonesia yang disebut mengandung bahan berbahaya di berbagai negara,” tuturnya.
Pada kasus penemuan kandungan berbahaya pada berbagai produk kosmetik, masih kata Kurniasih, perlu ketegasan untuk menggandeng penegak hukum dan menindak dari proses produksi di hulu.
"Tindak pengolah bahan bakunya, sebab jika hanya menindak yang ada di peredaran akan menjadi pekerjaan yang terus menerus dan memakan biaya program penindakan yang tidak sedikit,” demikian Kurniasih.
Sentimen: negatif (65.3%)