Sentimen
Negatif (98%)
18 Okt 2022 : 16.31
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Cengkareng

Kasus: korupsi

Catatan Hitam PJ Gubernur Heru Budi Hartono: Isu RS Sumber Waras hingga Reklamasi Teluk Jakarta

Suara.com Suara.com Jenis Media: News

18 Okt 2022 : 16.31
Catatan Hitam PJ Gubernur Heru Budi Hartono: Isu RS Sumber Waras hingga Reklamasi Teluk Jakarta

Suara.com - Heru Budi Hartono yang telah resmi menjabat Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta dikenal publik sebagai sosok yang berprestasi. Sosok eks Kepala Sekretariat Presiden RI tersebut telah melalang buana dalam lini pemerintahan Provinsi Ibu Kota dan berkecimpung di berbagai bidang kerja.

Ia telah berkiprah dalam berbagai bidang kerja dari Kasubag Sarana & Prasarana Kota Jakarta Utara hingga Kepala Badan Pengelola Keuangan Aset Daerah DKI Jakarta.

Namun, tak sedikit pihak menyoroti berbagai isu yang menyeret Heru, salah satunya adalah Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat.

Achmad memaparkan beberapa 'catatan hitam' yang pernah menyeret sosok politisi tersebut, sebut saja ada isu RS Sumber Waras, lahan di Cengkareng sampai reklamasi teluk Jakarta.

Baca Juga: Sejarah Meja Aduan Balaikota DKI Jakarta: Dibikin Ahok, Ditutup Anies, Dibuka Lagi oleh Heru Budi Hartono

“Selama menjabat sebagai Wali Kota Jakarta Utara dan Kepala BPKAD provinsi DKI Jakarta di masa gubernur Ahok, nama Heru disebut di beberapa perkara mulai dari RS Sumber Waras, lahan di Cengkareng sampai reklamasi teluk Jakarta. Namanya pun muncul dalam penyidikan korupsi KPK,” jelas Achmad melalui keterangan tertulisnya.

Mari kulik bersama beberapa 'catatan hitam' dalam perjalanan karier Heru Budi Hartono tersebut.

Pembelian lahan RS Sumber Waras

Saat menjabat sebagai Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta, Heru Budi Hartono sempat terseret dalam pusaran 'kisruh' pembelian lahan RS Sumber Waras pada tahun 2014.

Pemerintah DKI yang kala itu dipimpin Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) membeli sepetak lahan milik RS Sumber Waras senilai Rp 755,6 miliar. Namun pada tahun setelahnya, BPK menemukan adanya kejanggalan dalam pembelian tersebut yang dinilai merugikan negara lantaran terlalu mahal.

Baca Juga: Heru Budi Minta Anak Buah Bikin Mitigasi Banjir Jakarta, dari Rekayasa Lalin hingga Bolehkan Pekerja WFH

BPK memberikan dua opsi kepada pemerintah DKI, yakni mengganti rugi uang yang dinilai berlebih atau menghentikan proses pembelian.

Sentimen: negatif (98.5%)