Saya Beli Tanah lewat Pihak Ketiga tapi Dibatalkan Pemilik, Bagaimana Langkah Hukumnya?

  • 03 Juli 2024 07:47:26
  • Views: 3

JAKARTA, iNews.id - Proses jual beli tanah sering kali meninggalkan masalah, termasuk kerugian yang ditanggung pembeli. Persoalan ini muncul karena masyarakat tidak hati-hati dan tak mengetahui hal-hal yang harus dilakukan sebelum dan saat transaksi. 

Salah satu masalah yang bisa terjadi jika transaksi dilakukan dengan pihak ketiga. Pembeli sudah membayar uang muka atau DP, namun ternyata pemilik tanah membatalkan jual beli tanah, seperti yang dialami salah satu pembaca iNews.id.

Baca Juga

Tanah dan Biaya Notaris sudah Lunas tapi Tidak Diproses, Bisakah Ditempuh Langkah Hukum?

Berikut pertanyaan lengkapnya:

Ada orang jual tanah ke saya. Katanya dia sudah beli dari pemilik tanah sebelumnya dan sudah memberikan DP Rp250 juta ke pemilik tanah. Dia menawarkan ke saya sebesar Rp400 juta dan dia suruh saya untuk mengembalikan DP yang dia berikan ke pemilik tanah sebelumnya. Ternyata jual beli tanah tersebut dibatalkan karena pemilik tanah cuma diberi DP Rp1 juta. Sudah pernah saya gugat dengan gugatan sederhana, ternyata ditolak. Saya ajukan lagi gugatan wanprestasi dan ditolak lagi. Apakah saya salah dalam bentuk gugatannya ya? Bukti kuitansi dan bukti pengambilan uang di bank lewat bilyet giro juga ada. Bagaimana solusinya ya?

Baca Juga

Eksekusi Pengosongan Objek Hak Tanggungan yang telah Dilelang Kewenangan Siapa?

Penanya:
H (Disamarkan)

Kami telah menyampaikan pertanyaan pembaca iNews.id kepada Slamet Yuono, S.H., M.H (Partner pada Kantor Hukum Sembilan Sembilan Rekan). 

Baca Juga

Mbangun Nikah Tanpa Wali, Apakah Pernikahannya Sah?

Berikut jawaban dan penjelasannya:

I. Tentang Kehati-hatian sebelum Membeli Tanah atau Properti

Baca Juga

Hati-hati Menggunakan Merek yang Mirip atau Sama dengan Merek Produk Lain

Terima kasih atas pertanyaan yang telah disampaikan kepada iNews Litigasi. Dari kronologi di atas dapat kami simpulkan ada tiga pihak dalam permasalahan Saudara antara lain: 

1. Saudara penanya; 

Baca Juga

Bagaimana Caranya Pencipta Lagu Dapat Keuntungan dari Hak Cipta? 

2. Orang (selanjutnya kami sebut "pihak ketiga"); 

3. Pemilik tanah karena Saudara menyampaikan telah membeli tanah dari pihak ketiga. Orang ini sudah membeli tanah dari pemilik sebelumnya. Atas pembelian tanah tersebut, Saudara telah membayar kepada pihak ketiga sebesar DP yang katanya telah diberikan kepada pemilik tanah sebesar Rp250 juta dengan bukti kuitansi dan bukti pengambilan uang di bank lewat bilyet giro.

Dalam kronologi peristiwa yang Saudara sampaikan tidak menjelaskan mengenai Perikatan Perjanjian Jual Beli atas tanah dimaksud antara pihak ketiga dengan pemilik tanah atau perjanjian jual beli antara Saudara dengan pihak ketiga dimaksud. Hal ini menjadi penting untuk mengetahui antara lain:

1. Apakah memang benar telah terjadi perikatan jual beli antara "orang" (bisa kami katakan pihak ketiga) dengan pemilik tanah sebelumnya. 

2. Apakah memang benar ada pembayaran DP sebesar Rp250 juta dari "orang" (bisa kami katakan pihak ketiga) dengan pemilik tanah sebelumnya.

Sebelum menjawab pada pokok permasalahan, kami mengimbau kepada masyarakat agar mengedepankan sikap kehati-hatian sebelum membeli tanah atau properti. Sikap ini bisa dilakukan dengan cara:

1. Tidak mudah tergiur dengan iklan atau promo harga yang murah dan lokasi strategis dan sertifikat hak milik.

2. Sebelum pembeli menyerahkan uang muka/down payment sebaiknya dicek terlebih dahulu tentang legalitas atas tanah dimaksud baik mengenai nama pemegang hak, luas tanah, status tanah apakah dibebankan hak tanggungan atau tidak. Pengecekan ini bisa melalui BPN (Badan Pertanahan Nasional) setempat.

3. Jika tanah belum bersertifikat, bisa dicek terlebih dahulu ke desa atau kelurahan setempat mengenai pemegang hak/ahli waris tentang luas tanah, tentang status dalam sengketa atau tidak dan beberapa hal penting lannya yang perlu dipastikan.

4. Jika tenyata penjual berbeda dengan nama di sertifikat atau di dokumen tanah, maka perlu ditanyakan kepada penjual terkait hubungan dengan pemilik tanah dan apakah ada surat kuasa untuk menjual jika memang dikuasakan.

5. Jika penjual tanah ternyata namanya berbeda dengan di sertifikat atau di dokumen tanah dan yang bersangkutan tidak bisa menunjukkan hubungan dengan pemilik tanah atau setidaknya mempertemukan dengan pemilik tanah untuk memberikan kuasa jual, maka sebaiknya tidak perlu dilakukan pembelian. Sebab,  hal ini sangat berpotensi menimbulkan permasalahan di kemudian hari.

6. Jika beberapa hal sebagaimana diuraikan di atas ternyata terpenuhi maka selanjutnya dibuat perikatan jual beli terhadap tanah dimaksud dengan disertai minimal dua orang saksi yang turut mengetahui jual beli tersebut. Kemudian di depan saksi dilakukan pembayaran disertai dengan kuitansi yang secara tegas menguraikan tentang uang tersebut diserahkan guna pembayaran atas pembelian apa. 

7. Ada baiknya sebelum melakukan jual beli dan pembayaran, melakukan konsultasi terlebih dahulu kepada notaris setempat. Jika ternyata bisa dilakukan jual beli, maka bisa dibuatkan akta pengikatan jual beli atau sejenisnya. Hal ini menjadi penting ketika di kemudian hari timbul permasalahan, maka Saudara setidaknya memiliki bukti yang sah untuk digunakan.

II. Tentang Proses Hukum, Upaya Hukum dan Langkah Hukum yang Bisa Ditempuh
  
Dalam kronologi, Saudara menyampaikan "sudah pernah saya gugat dengan gugatan sederhana ternyata ditolak dan saya ajukan lagi gugatan wanprestasi dan ditolak lagi. Apakah saya salah dalam bentuk gugatannya ya?"

Kami sangat mengapresiasi upaya yang telah Saudara tempuh untuk menuntut hak Saudara. Berdasarkan kronologi yang disampaikan, Saudara telah menyerahkan uang sebesar Rp250 juta kepada pihak ketiga. Saudara menyampaikan pernah mengajukan gugatan sederhana tetapi ditolak dan mengajukan gugatan wanprestasi tetapi ditolak lagi.

Menurut kami, terkait gugatan sederhana sebagaimana Saudara sampaikan di atas bukan ditolak, tetapi tidak dapat diterima/NO (Niet Ontvankelijke Verklaard). Sebab, jika gugatan yang pertama dalam amar putusannya dinyatakan ditolak, maka akan menjadi ne bis in idem ketika Saudara mengajukan gugatan kedua. Hal ini sebagaimana diuraikan M Yahya Harahap, S.H, dalam bukunya Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Edisi Kedua, Cetakan ketiga, 2021, Penerbit Sinar Grafika, Halaman 504 s/d 514.

M Yahya Harahap, S.H, pada halaman 514 memberikan kesimpulan sebagai berikut: Bertitik tolak dari uraian di atas dihubungkan dengan ketentuan Pasal 1917 KUH Perdata, agar dalam suatu putusan melekat ne bis in idem, harus terpenuhi secara kumulatif syarat-syarat:

• Gugatan yang diajukan belakangan, telah pernah diperkarakan sebelumnya.

• Terhadap gugatan (perkara) terdahulu, telah dijatuhkan putusan dan putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap (res judicata, gezaag van gewijsde).

• Putusan yang berkekuatan hukum tetap tersebut bersifat positif, berupa:
- menolak gugatan seluruhnya, atau
- mengabulkan sebagian atau seluruh gugatan

• Subjek yang menjadi pihak sama.

• Objek perkara sama.

Oleh karena itu, menurut pendapat kami, gugatan pertama yang Saudara ajukan ke pengadilan negeri adalah dinyatakan tidak dapat diterima. Kemudian gugatan kedua yang Saudara ajukan dinyatakan ditolak. Terhadap putusan pengadilan yang telah menolak gugatan kedua yang Saudara ajukan, dapat ditempuh upaya hukum antara lain:

1. Banding atau Kasasi

Jika jangka waktu untuk mengajukan banding atau kasasi masih memungkinkan, maka Saudara bisa menyatakan mengajukan banding atau kasasi di  pengadilan negeri lokasi perkara dimaksud disidangkan.
 
Mengenai jangka waktu untuk mengajukan upaya hukum berdasarkan Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI 2008 ditegaskan:

1. Upaya Hukum Banding, pada halaman 4 huruf b angka 2 diuraikan: 
"Permohonan banding dapat diajukan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dalam waktu 14 hari kalender terhitung keesokan harinya setelah putusan diucapkan atau setelah diberitahukan kepada pihak yang tidak hadir dalam pembacaan putusan. Apabila hari ke-14 jatuh pada hari Sabtu, Minggu atau hari libur, maka penentuan hari ke-14 jatuh pada hari kerja berikutnya".  

2. Upaya Hukum Kasasi, pada halaman 7 huruf c angka 2 diuraikan:
"Permohonan kasasi dapat diajukan di kepaniteraan pengadilan negeri dalam waktu 14 hari kalender terhitung keesokan harinya setelah putusan pengadilan tinggi diberitahukan kepada para pihak. Apabila hari ke-14 jatuh pada hari Sabtu, Minggu atau hari libur, maka penentuan hari ke-14 jatuh pada hari kerja berikutnya".  

Saudara bisa memastikan apakah jangka waktu untuk mengajukan upaya hukum banding atau kasasi masih memungkinkan. Jika Saudara mengalami kendala untuk mengetahui waktu pastinya, maka hal ini bisa ditanyakan kepada pengacara. Jika ternyata dalam berperkara tanpa pengacara, maka Saudara bisa menanyakan mengenai tenggang waktu untuk menempuh upaya hukum ini kepada pengadilan negeri setempat melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) pengadilan negeri setempat.
 
Jika ternyata upaya hukum untuk mengajukan banding atau kasasi (upaya hukum kasasi bisa ditempuh jika Saudara sebelumnya mengajukan banding atas putusan pengadilan negeri setempat) telah lewat waktu, maka upaya hukum luar biasa yang bisa Saudara tempuh adalah dengan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).

2. Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung

Peninjauan Kembali (PK) atas putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) merupakan upaya hukum luar biasa yang bisa Saudara tempuh. Mengenai alasan-alasan yang bisa Saudara jadikan dasar untuk mengajukan Peninjauan Kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 UU No 14 tahun 1985 Jo UU No 5 Tahun 2004 Jo UU No 3 tahun 2009, antara lain:

a. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu.

b. Apabila secara perkara diputus, ditemukan surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan.

c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada yang dituntut.

d. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya.

e. Apabila antara pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatannya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain.

f. Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

Sebelum mengajukan Peninjauan Kembali, saudara perlu memastikan mengenai tenggang waktu pengajuan Peninjauan Kembali yaitu selama 180 (seratus delapan puluh) hari. Tenggang waktu 180 hari ini diatur dalam pasal 69 huruf a, b, c, d UU No 14 tahun 1985 Jo UU No 5 Tahun 2004 Jo UU No 3 tahun 2009.

Setelah Saudara bisa memastikan tenggang waktu untuk mengajukan Peninjauan Kembali masih memungkinkan dan terdapat cukup alasan untuk mengajukannya, maka selanjutnya Saudara bisa mengajukan Permohonan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung RI melalui pengadilan negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama dengan membayar biaya perkara yang diperlukan (Pasal 70 ayat (1) UU No 14 tahun 1985 Jo UU No 5 Tahun 2004 Jo UU No 3 tahun 2009). 

Untuk lebih jelas mengenai teknis dan biaya pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali, ada baiknya Saudara menanyakan hal tersebut kepada Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) pengadilan negeri yang memutus perkara pada tingkat pertama.

3. Membuat Laporan Polisi terkait Dugaan Penipuan dan atau Penggelapan di Sentra Layanan Kepolisian Terpadu (SPKT) polsek atau polres setempat.

Sebagai langkah hukum lain, jika ternyata hasil dari upaya hukum sebagaimana diuraikan di atas ternyata tidak sesuai dengan harapan Saudara, maka bisa ditempuh langkah hukum pidana terkait dengan penyerahan uang saudara kepada "orang" (bisa kami katakan pihak ketiga) sebesar Rp250 juta sebagaimana saudara uraikan dalam kronologi.

Ada baiknya sebelum membuat laporan polisi, Saudara berkonsultasi terlebih dahulu kepada Lembaga Bantuan Hukum di wilayah Saudara. Harapannya dapat memberikan saran terbaik dengan bukti-bukti yang Saudara miliki. Saudara juga dapat langsung datang ke Sentra Layanan Kepolisian Terpadu (SPKT) di polsek atau polres setempat untuk meminta saran dan masukan mengenai dugaan pidana dalam permasalahan yang dialami.

Sebagai bahan pertimbangan, kami menyarankan untuk menggunakan Pasal 372 (penggelapan) atau 378 (penipuan) KUHP. Pasal 372 KUHP berbunyi:
"Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah."

Kemudian Pasal 378 berbunyi:
"Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun".

Pada saat membuat laporan polisi, ada baiknya Saudara mempersiapkan antara lain:
1. Kronologi permasalahan dan uraian pasal yang disangkakan.
2. Bukti-bukti tertulis yang dapat mendukung laporan Saudara.
3. Para saksi dan yang mendukung dalil Saudara.

Kami berharap  upaya hukum (Banding/Kasasi/Peninjauan Kembali) dan langkah hukum pidana yang Saudara tempuh bisa mendatangkan keadilan bagi Saudara. Upaya hukum ini juga bisa menjadi "trigger" untuk dilakukan pembicaraan yang baik antara Saudara dengan pihak ketiga yang telah menerima uang sebesar Rp250 juta dari Saudara sehingga tercapai perdamaian.

Demikian jawaban dan pandangan dari kami Kantor Hukum Sembilan Sembilan dan Rekan terkait dengan pertanyaan yang telah Saudara sampaikan melalui iNews Litigasi. Semoga bermanfaat khususnya bagi Saudara penanya, serta masyarakat pada umumnya.

Jakarta, 01 Juli 2024

Hormat kami, 


Slamet Yuono, SH., MH
Partner Kantor Hukum Sembilan Sembilan dan Rekan


Dasar Hukum : 
1. UU No 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
2. UU No 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
3. UU No 3 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
4. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) 
5. Pedoman Teknis Administrasi dan teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, buku II, edisi 2007, Mahkamah Agung RI, 2008. 

Daftar Pustaka:
1. M Yahya Harahap, S.H, Hukum Acara Perdata: tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan; Edisi Kedua, Cetakan ketiga, 2021, Penerbit Sinar Grafika

Tentang iNews Litigasi

iNews Litigasi adalah rubrik di iNews.id untuk tanya jawab dan konsultasi permasalahan hukum. Pembaca bisa mengirimkan pertanyaan apa saja terkait masalah hukum yang akan dijawab dan dibahas tuntas para pakar di bidangnya.

Masalah hukum perdata di antaranya perebutan hak asuh anak, pencemaran nama baik, utang piutang, pembagian warisan, sengketa lahan tanah, sengketa kepemilikan barang atau jual-beli, wanprestasi, pelanggaran hak paten, dll. Selain itu juga hukum pidana perdata antara lain kasus penipuan, pengemplangan pajak, pemalsuan dokumen, pemerasan, dll. Begitu pula kasus-kasus UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE) dll.

Editor : Maria Christina


Sumber: https://dev.xcloud.id/saya-beli-tanah-lewat-pihak-ketiga-tapi-dibatalkan-pemilik-bagaimana-langkah-hukumnya/
Tokoh



Graph

Extracted

persons Mochamad Iriawan,
ministries MA, Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), Polisi,
topics KUHP,
places DKI Jakarta, rupiah,
cases Pemalsuan dokumen,