Pakar Komunikasi Unair Sebut Hal Ini Biang Kekacauan Kebocoran Data, Presiden atau Menkominfo Mesti Tanggung Jawab

  • 01 Juli 2024 14:00:59
  • Views: 2

FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Pakar Komunikasi Universitas Airlangga (Unair), Henri Subiakto menerka awal mula kekacauan kebocoran data Pusat Data Nasional (PDN). Ia menyebut itu setelah Kementerian Kominfo jadi operator PDN.

“Menurut saya kekacauan kebocoran data di PDNs ini awalnya dari disatukannya data nasional di bawah Kementerian Kominfo. Lalu Kominfo menjadikan diri sebagai pengendali dan operator data nasional,” ungkapnya dikutip dari unggahannya di X, Senin (1/7/2024).

Guru Besar Unair Itu mengatakan, Kementeriaan Kominfo secara substansial menurut UU ITE maupun UU PDP adalah regulator, sekaligus pengawas, bahkan penindak jika ada pelanggaran hukum. Makanya Kementerian Kominfo punya PPNS yg bertugas menegakkan hukum UU ITE.

“Nah ketika Kominfo jadi pengelola data, fungsi itu jadi rancu. Lembaga regulator, sekaligus pengawas dan penindak, ternyata juga berlaku sebagai operator yang melakukan pengelolaan data. Celakanya data itu tidak aman, atau bocor dihack orang,” jelasnya.

Saat pemerintah membangun data center, menyrutnya boleh-boleh saja, tapi tidak perlu Kominfo yang sudah berperan sebagai regulator dan pengawas lalu jadi pengelola data center. Sehingga tidak ada fire wall antara operator dan regulator.

“Mungkin saat itu Kementerian Kominfo ingin mengerjakan hal-hal besar, sehingga akhirnya berperan di luar kemampuannya. Tatkala data sudah terkumpul maka meledaklah saat terbukti tdk mampu mengamankan data yg dikelola dari serangan hecker ransomware,” terangnya.

Ia bilang, mayoritas birokrat tidak punya kemampuan teknis mengelola data digital. Padahal, mengendalikan, memproses dan mengamankan data digital itu memang bukan pekerjaan birokrat kementerian. Kalau ada pekerjaan seperti itu mereka selalu menggandeng pihak ketiga untuk urusan-urusan teknis teknologinya.

“Nah gara-gara datanya centralized pula, dan put everything in one basket. Inisiatif ini bikin blunder krn tanpa persiapan dan kemampuan yg memadai,” ucapnya.

Sebenarnya, Henri menyebut memusatkan pusat data boleh saja, tapi tetap harus dipilah pilah dari sisi tingkat keamanan dan kerahasiaannya, jadi tidak semuanya pada harus ada di satu lokasi. Karena seringkali, pusat data pemerintah di suatu negara tidak ada yang tahu (yang tahu juga harus ada perjanjian non disclosure).

“Ternyata hampir 500 instansi mempercayayakan datanya pada Kementerian Kominfo. Mereka istilahnya menjadi tenant yg “pasrah bongkokkan”. Hingga mereka tidak membuat back up data,” ucapnya.

Padahal menurutnya, backup data, di era AI itu, tak lagi harus dilakukan manual oleh orang. Tapi bisa otomatis dilakukan oleh sistem lalu disimpan sesuai kebutuhan.

“Bagi para ahli IT, back up bisa tinggal diatur secara otomatis dari sistem PDNS. Bisa diset backup untuk daily, weekly, atau monthly. Mau jam berapa saja backup bisa diatur, jam 10 malam jam 2 dini hari atau waktun lain. Ini semua bisa serba otomatis. Tinggal diatur di sistem. Tidak perlu lagi harus ada campur tangan operator duduk di depan server trus melakukan backup manual,” ujarnya.

Lebuh jauh, ia menjelaskan, backup data bisa langsung online, bisa juga offline. Sejak sepuluh tahun lalu hingga sekarang, Henri bilang teknologi dalam hal itu sudah berkembang pesat

“Jadinya kalangan praktisi dan profesional IT dengan kasus bobolnya data pada bertanya-tanya. Sistem PDNS yg disiapkan Kominfo itu secanggih apa kok backup masih terkesan manual? Hingga terjadi saling salah menyalahkan,” jelasnya

“Belajar dari kasus ini, Kominfo tiap bikin kebijakan harus melibatkan ahli atau praktisi IT agar tdk tertinggal dalam membangun sistem dan tata kelola. Begitu pula menteri Kominfo sebaiknya berasal dari mereka yang memahami persoalan teknologi, atau minimal mau belajar banyak tentang itu,” tambahnya.

Ia meminta penggodokan kebijakan di Kominfo melibatkan orang yang profesional. Bukan malah politisi.

LSekarang nasi sudah jadi bubur, data sudah diacak acak hecker. Jika data dicuri dan diubah, maka riwayat kita di dunia digitalpun teracak acak menjadi tdk jelas,” pungkasnya.

“Ini sebuah pengalaman yang sangat mahal, yang harus diambil tanggung jawabnya oleh presiden, atau minimal Menteri Kominfo,” tandasnya.
(Arya/Fajar)


Sumber: https://dev.xcloud.id/pakar-komunikasi-unair-sebut-hal-ini-biang-kekacauan-kebocoran-data-presiden-atau-menkominfo-mesti-tanggung-jawab/
Tokoh



Graph

Extracted

persons Henri Subiakto,
ministries Kemenkominfo,
institutions UNAIR, Universitas Airlangga,
topics kebocoran data,
products UU ITE,
places DKI Jakarta,
cases PDP,