Tsunami Kematian Pabrik Tekstil RI Nyata, 36 Sudah Tutup Sejak 2019

  • 30 Juni 2024 19:15:00
  • Views: 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Gulung tikarnya sejumlah industri tekstil dan produk tekstil (TPT), hingga menyebabkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), sudah terjadi sejak 2019 atau saat sebelum merebaknya Pandemi COVID-19 di tanah air.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengatakan, PHK di pabrik-pabrik TPT ini mulanya sebagai langkah efisiensi yang dilakukan perusahaan. Namun, beberapa diantaranya tetap tak bisa bertahan meski telah melakukan PHK.

Akibatnya, kata Ristadi, pabrik tersebut tutup. Hingga menambah daftar karyawan yang harus kehilangan pekerjaannya.

"Sebetulnya kami ada data 36 perusahaan tekstil menengah besar yang tutup dan 31 pabrik lainnya melakukan PHK karena efisiensi. Ini data kami kumpulkan sejak tahun 2019. Dan ini baru hanya pabrik yang tempat anggota kami bekerja. Belum termasuk data pemerintah dan Apindo," kata Ristadi kepada CNBC Indonesia, dikutip Minggu (30/6/2024).

Ristadi mengatakan, lokasi pabrik-pabrik gulung tikar itu ada di pusat-pusat industri TPT. Di antaranya di Jawa khususnya di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Banten. Mulai dari Kabupaten Serang, Tangerang, Bandung, Semarang, Sukoharjo, Karanganyar, hingga Pekalongan.

Hanya saja, dia mengaku enggan mengungkap nama-nama perusahaan tersebut. Namun, sejumlah nama di daftar tersebut sebenarnya telah pernah diungkap oleh Ristadi dan diberitakan CNBC Indonesia.

Foto: Suasana kondisi ribuan alat mesin jahit yang ditutup kain dan tidakk terpakai di kawasan pabrik garmen, Kabupaten, Bogor, Kamis, (13/6/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Suasana kondisi ribuan alat mesin jahit yang ditutup kain dan tidakk terpakai di kawasan pabrik garmen, Kabupaten, Bogor, Kamis, (13/6/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Ristadi mengatakan, nasib industri TPT di dalam negeri memang tidak sebaik industri elektronik yang masih bagus. "Terutama perusahaan-perusahaan tekstil keluarga, itu yang paling parah," ujarnya.

"Karena itu kami terus menyuarakan gelombang PHK yang sedang terjadi di industri TPT. Kami bukan corong pengusaha tekstil, tak ada sepeser pun kami menerima dari pihak mana pun. Advokasi dan perjuangan kami karena kami adalah corong bagi anggota kami yang ter-PHK dan belum mendapat pesangon, belum mendapat pekerjaan baru dan masih menganggur. Juga, kami corong bagi anggota yang masih bekerja tapi terancam kena PHK karena produksi di perusahaan tempatnya bekerja tidak stabil," tukas Ristadi.

Saat ini, pekerja di industri TPT, termasuk anggota KSPN banyak yang sudah terjerat utang untuk membiayai biaya hidup sehari-hari dan biaya sekolah anak-anak mereka.

"Anggota kami banyak mengalami kesulitan karena tidak ada sumber penghasilan baru. Karena itu kami terus mengangkat isu PHK ini, menyuarakan suara pekerja Indonesia yang mengalami PHK," ucapnya.

"Kami meminta pemerintah segera menyelamatkan industri tekstil nasional, meminimalisir berhentinya pabrik dan menekan korban PHK yang terus berjatuhan," kata Ristadi.

Selain itu, dia mengingatkan, perusahaan-perusahaan yang saat ini masih bertahan namun melakukan PHK juga perlu mendapat perhatian khusus pemerintah.

"Jangan dianggap ini siklus biasa dunia usaha, ada yang tutup dan ada yang buka. Sebab lebih banyak yang tutupnya daripada yang baru. Terbukti, dari data yang kami punya, ada perusahaan-perusahaan yang tadinya hanya masuk daftar pabrik melakukan PHK untuk efisiensi, lalu kemudian tutup," terangnya.

"Dan yang baru, setelah kami cermati ternyata mayoritas investasi pabrik export oriented, bukan untuk memenuhi sandang rakyat Indonesia," pungkas Ristadi.


(dce/wur)
Sumber: https://xcloud.id/tsunami-kematian-pabrik-tekstil-ri-nyata-36-sudah-tutup-sejak-2019/
Tokoh

Graph

Extracted

organizations APINDO,
topics Tsunami,
nations Indonesia,
places BANTEN, DKI Jakarta, JAWA BARAT, JAWA TENGAH,
cities bandung, Bogor, Karanganyar, Pekalongan, Semarang, Serang, Sukoharjo, Tangerang,
cases covid-19, PHK,