Transformasi Pasar Desa

  • 27 Juni 2024 15:59:59
  • Views: 2

Jakarta -

Filsuf Jawa, Jayabaya, pernah meramal tentang apa yang disebut "pasar iiang kumandange", yang artinya bahwa pasar di desa atau pasar tradisional akan semakin menurun intensitas perdagangannya dan bahkan ada yang berhenti usahanya. Apa yang diramalkan Jayabaya memang tidak sepenuhnya menjadi kebenaran aktual sampai saat ini. Catatan Badan Pusat Statistik (BPS) 2022, masih ada 15.789 pasar tradisional yang eksis menjadi sentra kegiatan bisnis.

Mayoritas pasar tradisional berada di wilayah perdesaan. Meskipun dalam data di lapangan, dari 9876 pasar tradisional yang berada di desa, 70% kondisi fisik bangunan, sarana, dan prasarana dalam situasi memprihatinkan. Banyak pasar desa atau pasar tradisional yang berada di desa dan dikelola masyarakat bersama pemerintah desa dalam kondisi hidup segan mati tak mau. Omzet perdagangan setiap buka semakin merosot, jumlah pedagang berkurang drastis setiap tahun, dan kunjungan pembeli semakin berkurang.

Tantangan pasar desa semenjak dua dekade adalah menjamurnya pasar modern dan berbagai jaringan ritel di desa yang membuat larinya para konsumen loyal pasar desa. Demikian juga kemajuan teknologi informasi yang menghadirkan layanan bisnis digital ( e-commerce) membuat pasar desa semakin tertinggal vitalitas bisnisnya. Pasar desa tidak lagi mampu mengembangkan ceruk pasar bisnisnya; kehilangan kavling komunitas konsumen yang signifikan. Belum lagi beberapa kasus pasar desa semakin ditinggalkan konsumen karena hadirnya pedagang sayur keliling yang menyajikan harga barang dagangan dengan harga yang sama di pasar desa.

Didefinisikan Ulang

Pasar desa memang dijadikan "anak tiri" dalam pengambilan kebijakan publik terkait desa. Pasar desa yang hakikatnya menjadi episentrum bisnis di desa semenjak beberapa abad yang lalu tidak mendapatkan perhatian lebih dari negara (pemerintah). Semenjak era otonomi desa yang dimandatkan UU No 6 tahun 2014 dan implementasi dana desa sebagai transfer fiskal pemerintah pusat ke desa, tidak ada kebijakan positif bahwa dana desa diprioritaskan untuk kegiatan revitalisasi pasar desa.

Sementara regulasi pasar desa masih berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No 42 tahun 2007, yang sebenarnya sudah usang sebagai produk peraturan perundang-undangan yang mengatur eksistensi pasar desa. Pasar desa masih diletakkan dalam bingkai kegiatan ekonomi desa yang tidak penting dan tidak memiliki pengaruh bagi kemajuan ekonomi perdesaan. Idealnya peraturan perundang-undangan tentang pasar desa mengalami perubahan seiring dinamika ekonomi digital.

Pasar desa tidak mungkin lagi diletakkan dalam pengertian sebagai pasar tradisional lengkap dengan tata cara dan ritus perdagangan skala kecil. Namun, didefinisikan ulang sebagai pasar yang menjadi milik pemerintah dan masyarakat desa yang memiliki fungsi ekonomi dan sosial kemasyarakatan. Pasar desa tidak perlu dibatasi dalam kategori menjadi pasar tradisional yang hukum niaganya atas kesepakatan harga penjual dan pembeli.

Pasar desa sudah saatnya diberikan makna sebagai pasar multi wajah baik berbentuk pasar tradisional, pasar modern di desa, pasar digital, maupun pasar budaya (heritage) dan pasar wisata desa. Jadi pasar desa akan mampu bertransformasi menjadi pasar yang memiliki daya tahan dalam persaingan bisnis yang semakin kompetitif.

Pasar desa tidak juga dimaknai sebagai entitas bisnis yang "mandiri" dan status legal standing-nya hanya dengan peraturan desa (perdes) an sich. Namun, pasar desa bisa mengambil pilihan badan hukum sebagai perseroan terbatas di bawah unit Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa). Upaya melestarikan dan memajukan pasar desa adalah dengan diintegrasikan menjadi unit bisnis BUMDesa.

Saat ini ada 4965 pasar desa yang telah dijadikan unit usaha BUMDesa. Ketika menjadi unit usaha BUMdesa, pasar desa bukan lagi hanya menjadi ruang niaga yang konservatif namun menjadi bisnis yang progresif bagi desa dan masyarakat desa. Bisa ditarget berkontribusi bagi pendapatan asli desa, penciptaan lapangan pekerjaan, dan membangun ekosistem digital.

Pasar desa yang yang dikelola secara profesional sebagai entitas bisnis akan memiliki peluang untuk kembali menjadi episentrum bisnis perdesaan. Mengapa demikian? Pertama, pasar desa akan mampu mengonsolidasikan pemasaran produk UMKM desa dan juga produk unggulan di desa melalui mekanisme perdagangan yang out the box. Syaratnya pasar desa di kelola oleh manajemen yang berperspektif kemajuan bisnis.

Kedua, pasar desa berpeluang menarik investor untuk pengembangan. Ini terjadi jika pasar desa menjadi unit BUMDesa maka terbuka peluang penyertaan modal masyarakat duntuk pengembangan pasar desa. Ketiga, pasar desa berpeluang bertransformasi menjadi pasar modern digital. Pasar desa tetap menjaga budaya ekonomi gotong royong namun mekanisme perdagangannya menggunakan media ekonomi modern.

Kisah Sukses

Banyak kisah sukses pengelolaan pasar desa di tengah keraguan menjadikan pasar desa sebagai episentrum bisnis perdesaan. Pasar Selo Aji, Ngiliran, Magetan adalah pasar desa yang berinovasi. Pelayanan 24 jam dengan manajemen satu kasir di bawah unit perdagangan BUMDesa. Omzet per tahun mencapai Rp 8,5 miliar dan membuka lapangan pekerjaan 20 orang warga lokal desa.

Pasar Gembong, Tunggulrejo, Karanganyar memiliki omzet 300 juta/hari dan dikembangkan dalam skema perdagangan yang partisipatif. Pemdes membangun pasar desa beserta sarana prasarana yang kemudian dikelola para pedagang. Hasil perjanjian sewa dengan pedagang menjadi modal bagi desa untuk mengembangkan destinasi wisata desa yang moncer yakni agrowisata dan water park Telaga Kusuma. Pasar Gembong adalah pasar desa yang menjadi episentrum perdagangan kebutuhan pokok antardesa.

Tidak ada keraguan; jika desa dan pemerintah daerah mengembangkan pasar desa dengan sungguh-sungguh, maka akan berhasil mendayagunakan pasar desa. Pasar desa memiliki keunggulan komparatif dibanding pasar modern yang dikuasai korporasi karena masih mempertahankan nilai kesetaraan bisnis yang memberi profit dan benefit bagi masyarakat maupun pemerintah desa.

Solusinya bukan sekadar memperbaiki bangunan fisik semata, namun menata ulang manajemen pasar desa menjadi profesional dan akuntabel. Banyak strategi yang bisa dilakukan dalam kerangka pemikiran yang inovatif. Dari membangun branding baru pasar desa menjadi pusat kegiatan bisnis di desa hingga mengintegrasikan dengan unit usaha desa yang lain yang mendukung fungsi niaga pasar desa. Pasar desa akan menjadi penjaga laju inflasi di desa dan juga menjadi pengaman mata rantai pasok keamanan pangan di perdesaan.

Trisno Yulianto Koordinator Forum Kajian Ekonomi Perdesaan

(mmu/mmu)
Sumber: https://news.detik.com/kolom/d-7409718/transformasi-pasar-desa
Tokoh



Graph

Extracted

persons Yulianto,
companies Dana,
ministries BPS,
ngos AJI,
topics Dana desa, e-commerce,
products UMKM,
places DKI Jakarta, JAWA TENGAH, JAWA TIMUR,
cities Karanganyar, Magetan,