HEADLINE: Revisi UU Polri Berpeluang Perluas Wewenang Kepolisian, Jadi Superbody?

  • 06 Juni 2024 00:00:42
  • Views: 7

Liputan6.com, Jakarta - Revisi Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia atau UU Polri sedang jadi sorotan. RUU inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ini berpotensi menjadikan Polri sebagai lembaga superbody, yang tidak diawasi oleh siapapun.

DPR RI sebelumnya telah menyetujui revisi Undang-Undang Kepolisian menjadi RUU usul inisiatif DPR. Keputusan tersebut diambil dalam paripurna ke-18 Masa Persidangan ke-V Tahun Sidang 2023-2024 digelar di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (28/5). Saat itu, rapat paripurna dipimpin oleh Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad.

Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya, menilai Revisi UU Polri sebagai meluasnya wewenang polisi di tengah sejumlah masalah institusional. RUU Kepolisian, kata dia, memuat sejumlah pasal yang memperluas kewenangan Kepolisian serta membuka ruang bagi perpanjangan batas usia pensiun bagi anggota Polri.

KontraS menyoroti 5 hal pada pada RUU Kepolisian yang proses perumusan dan pembahasannya dianggap masih minim partisipasi dan substansinya tidak akan menyelesaikan masalah institusional Kepolisian.

"Pertama, RUU Kepolisian memperluas kewenangan Polri untuk juga melakukan pengamanan, pembinaan dan pengawasan terhadap Ruang Siber yang berpotensi menimbulkan pertentangan dengan UU No. 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi," kata Dimas kepada Liputan6.com, Rabu (5/6/2024).

Kedua, RUU Kepolisian juga menambahkan pasal mengenai perluasan kewenangan untuk melakukan penyadapan, dan perluasan kepada bidang Intelijen dan Keamanan (Intelkam) Polri untuk melakukan penggalangan intelijen, yang dapat menyebabkan tumpang tindih kewenangan dengan Badan Intelijen Negara (BIN) dan pengaturannya kabur akibat belum adanya undang-undang khusus terkait penyadapan.

"Ketiga, RUU Kepolisian tidak memperkuat dan menegaskan posisi serta kewenangan lembaga pengawas atau oversight terhadap Polri seperti Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas)."

"Keempat terkait masih diaturnya Pam Swakarsa dan kelima dinaikkannya batas usia pensiun," ucap Dimas.

Revisi UU Polri Hendaknya Prioritaskan Kebutuhan Masyarakat

Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengatakan di usianya yang lebih 20 tahun, UU Polri memang sudah selayaknya direvisi.

Namun, penambahan kewenangan Polri dan perpanjangan usia pensiun, sangat tidak substantif pada kebutuhan masyarakat di masa depan. Bahkan hanya mengaburkan substansi-substansi yang lebih penting terkait revisi UU Polri.

"Bahkan penambahan kewenangan tanpa diiringi sistem kontrol dan pengawasan yang kuat, maupun perpanjangan usia pensiun berpotensi menjadi alat hegemoni kekuasaan pada lembaga Polri. Ini bahaya karena lembaga negara yang diberi kewenangan penegakan hukum bisa dijadikan alat politik kekuasaan dan bisa dijadikan alat untuk menekan hak-hak masyarakat," kata Bambang kepada Liputan6.com, Rabu (5/6/2024).

Bambang mengatakan, Revisi UU Polri harusnya disusun untuk membangun kepolisian sebagai institusi negara yang profesional, modern, berintegritas, transparan dan akuntable. Menguatkan kelembagaan kepolisian tidak berarti sama dengan menambah kewenangan kepolisian.

Ia menilai, ada beberapa poin penting dalam revisi UU kepolisian. "Di antaranya adalah pemisahan kewenangan antara peran kepolisian sebagai public security service (penjaga kamtibmas) dan private security service. Ini penting untuk diatur agar tak memunculkan kerancuan tupoksi kepolisian dengan sektor swasta di luar kepentingan publik."

Kedua, kata Bambang, adalah soal anggaran operasional Polri yang tak ada dalam pasal UU 2 tahun 2002. Ini penting mengingat kepolisian adalah lembaga negara yang harusnya semuanya dibiayai oleh APBN. Dengan tidak adanya pasal yang mengatur anggaran operasional Polri, dampaknya Polri bisa mendapatkan biaya dari non APBN melalui hibah baik pemerintah maupun swasta. Ini rawan konflik kepentingan, bilamana pihak pemberi hibah terlibat masalah hukum, maupun abuse of power melalui pungli.

"Ketiga, adalah penguatan sistem kontrol dan pengawasan eksternal. Dimana peran lembaga pengawas kepolisian yakni Kompolnas yang harusnya makin diperkuat dengan penambahan jumlah wakil dari masyarakat yang juga dilibatkan dalam penegakan etik dan disiplin anggota Polri, selain memberi masukan pada Presiden terkait pemilihan Kapolri maupun memberi masukan pada arah kebijakan Polri," ucapnya. 

Ketua Komisi III: Jangan Terlalu Curiga dengan RUU Polri

Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul menegaskan, anggapan akan ada lembaga superbody akibat revisi UU tersebut terlalu berlebihan. Ia memastikan pembahasan revisi dilakukan terbuka dan akan menerima semua masukan.

“Enggak ada. Semuanya dibahas terbuka kok. Nanti kalau membahayakan kelihatan. Kalian juga bisa ikut melihat pembahasannya tidak ada yang tertutup. Jadi kalau kalian, dikau merasa ini enggak sreg kan bisa. Tapi kan pembahasannya belum dimulai,” kata Pacul kepada Liputan6.com di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (5/6/2024).

Bambang Pacul menyebut, lantaran pembahasan revisi belum dimulai, maka wajar apabila banyak pihak berprasangka buruk. Meski demikian, ia berharap nantinya tak banyak yang curiga mengenai revisi UU Polri.

“Kalau hari ini siapa pun akan selalu melihat dari sisi negatif kacamatanya. Tapi kan belum dibuka. Nanti kalau dibuka itu akan kita baca bareng. Kita yang pegang nomor punggung, nendang bola, kita pemain. Tetapi di sana kan kalian nonton semua, enggak ada pembahasan tertutup."

"Jadi jangan terlalu bercurigalah, ya,” kata dia.


Sumber: https://www.liputan6.com/news/read/5612980/headline-revisi-uu-polri-berpeluang-perluas-wewenang-kepolisian-jadi-superbody
Tokoh







Graph

Extracted

persons Bambang Rukminto, Bambang Wuryanto, Sufmi Dasco Ahmad,
ministries BIN, DPR RI, Komisi III DPR RI, Kompolnas, Polisi,
ngos KontraS,
institutions ISESS,
topics APBN,
fasums Kompleks Parlemen Senayan,
nations Indonesia,
places DKI Jakarta,
cities Senayan,