Dugaan Komersialisasi UKT Kemendikbudristek, Lia Amalia Semprot DPR RI: Baru Cium Aromanya, dari Kemarin ke Mana Aja?

  • 24 Mei 2024 23:47:25
  • Views: 8

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pegiat Media Sosial (Medsos) Lia Amalia ikut memberikan komentarnya terkait Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang ramai diperbincangkan.

Seperti diketahui, belum lama ini Mendikbudristek Nadiem Makarim telah dipanggil Komisi X DPR RI untuk membahas masalah tersebut.

Lia menyatakan bahwa komersialisasi pendidikan sudah sangat jelas dan terang benderang terlihat saat ini. 

"Sudah jelas-jelas terang benderang kalau pendidikan sekarang itu dikomersialisasi," ujar Lia dalam keterangannya di aplikasi X @liaasister (22/5/2024). 

Lia menambahkan, meskipun DPR sudah menyadari adanya komersialisasi, mereka kurang sigap dalam merespons keresahan mahasiswa yang semakin meningkat akibat kenaikan UKT.

"DPR malah baru cium aromanya. Telat banget pak," cetusnya. 

Bukan hanya menyemprot Nadiem, Lia menganggap DPR juga perlu lebih cepat tanggap terhadap isu-isu yang menyangkut kesejahteraan mahasiswa.

Menurut Lia, pendidikan seharusnya menjadi hak dasar yang dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat tanpa terkendala oleh biaya yang tinggi. 

"Itu mahasiswa sudah teriak-teriak mengeluh dari kemarin, DPR kemana aja?," tandasnya. 

Sebelumnya, Anggota Komisi X DPR RI Nuroji mengkritik Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 2 Tahun 2024.

Seperti diketahui, Permendikbud ristek tersebut mengatur tentang biaya pendidikan di PTN. 

Nuroji mencium adanya aroma komersialisasi pendidikan dalam peraturan tersebut, terutama terkait penetapan UKT.

"Ada kesan atau praktik tentang penerapan UKT ini ada yang mahal sekali dan ada yang sedang, itu juga bergantung klasifikasi PTN bukan akreditasi," ujar Nuroji dalam rapat kerja dengan Kemendikbudristek di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (21/5/2024).

Nuroji mengungkapkan bahwa skema tersebut menciptakan kesan bahwa semakin unggul sebuah universitas, maka biaya pendidikan di kampus tersebut semakin mahal. 

Menurutnya, biaya pendidikan seharusnya ditentukan berdasarkan kebutuhan biaya dalam menyelenggarakan pendidikan, bukan berdasarkan peringkat universitas.

"Seakan makin top PTN harus makin mahal, ini saya rasa juga kurang adil dalam penetapan biaya kuliah di PTN," tegasnya.

Anggota DPR dari Fraksi Gerindra ini juga berpendapat bahwa metode penetapan biaya kuliah yang bergantung pada klasifikasi universitas lebih cocok diterapkan di perguruan tinggi swasta, yang memang bisa menetapkan biaya berdasarkan merek atau peringkat mereka. 

Sebaliknya, PTN seharusnya memiliki standar biaya yang sama tanpa memperhatikan klasifikasi unggulan.

Sekadar diketahui, Rapat kerja Komisi X DPR RI dengan Nadiem dan Kemendikbudristek ini digelar untuk membahas polemik kenaikan UKT di kampus-kampus negeri yang telah memicu demonstrasi dan kritik dari mahasiswa. 

Para mahasiswa menuding bahwa kenaikan UKT di kampus mereka disebabkan oleh terbitnya Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024.

Dalam paparannya, Nadiem menjelaskan bahwa ketentuan tarif UKT pada Permendikbud 2 Tahun 2024 hanya berlaku untuk mahasiswa baru. 

Ia juga menegaskan bahwa perubahan aturan UKT tersebut tidak akan berpengaruh pada mahasiswa dari golongan miskin dan akan diterapkan secara berjenjang.

Nadiem menjelaskan bahwa UKT berjenjang berarti biaya semester dibagi berdasarkan kemampuan mahasiswa untuk membayar. 

Mahasiswa dari keluarga kaya akan membayar lebih banyak, sementara mahasiswa yang kurang mampu akan membayar lebih sedikit.

(Muhsin/fajar)


Sumber: https://fajar.co.id/2024/05/24/dugaan-komersialisasi-ukt-kemendikbudristek-lia-amalia-semprot-dpr-ri-baru-cium-aromanya-dari-kemarin-ke-mana-aja/?page=all
Tokoh



Graph

Extracted

persons Nadiem Makarim,
ministries DPR RI, Fraksi Gerindra, Kemdikbud,
parties Gerindra,
topics Uang Kuliah Tunggal,
fasums Gedung DPR,
places DKI Jakarta,