Prabowo Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Pakar Hukum Tata Negara: Keniscayaan yang Tidak Dapat Dihindari

  • 11 Mei 2024 09:35:24
  • Views: 6

FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Wacana presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming akan menambah jumlah kementerian dari 34 menjadi 40 kursi menuai kontroversi.

Berdasarkan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, menjelaskan jumlah keseluruhan kementerian paling banyak 34.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid menyatakan, sebuah keniscayaan konstitusional jika ada perubahan nomenklatur atau pembentukan Kementerian baru dengan nomenklatur tertentu setelah Presiden mengucapkan sumpah/janji.

Dengan demikian, terkait rencana Revisi Undang Undang (RUU) tentang perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dalam rangka penataan pembentukan Kabinet Presidensial yang konstitusional menurutnya adalah sesuatu "constitutional will" sebab UUD 1945 telah menentukan demikian.

Pada hakikatnya kata dia, konstitusi telah menentukan bahwa presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh menteri-menteri negara yang membidangi urusan tertentu di bidang pemerintahan.

“Dengan penegasan setiap menteri memimpin kementerian negara untuk menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan guna mencapai tujuan negara, sebagai konsekuensi norma konstitusional dari penormaan itu,” ujarnya.

Maka ketentuan Pasal 4 UU No 39/2008 tentang Kementerian Negara lanjutnya, secara tegas telah mengatur dan mengklasifikasi bahwa, urusan tertentu dalam pemerintahan sebagaimana dimaksud terdiri beberapa poin.

Poin (a), urusan pemerintahan yang nomenklatur Kementeriannya secara tegas disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Poin (b), urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan

Poin (c), urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah.

Ditegaskannya, konstitusi telah mengantisipasi untuk dilakukan serta mengakomodasi keadaan kompleksitas urusan pemerintahan negara masa depan, dengan membuka kemungkinan presiden untuk menata serta menyesuaikan kebutuhan pembentukan lembaga kementerian yang dipandang relevan, sesuai perkembangan dan dinamika kebutuhan hukum serta ketatanegaraan masa depan.

Sehingga pengubah konstitusi telah meletakan basis serta fondasi pengaturan rezim hukum tersebut, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 17 ayat (4) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatur pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang.

Dengan demikian, pada prinsipnya diskursus akademik maupun naskah "Policy brief" sebagai jembatan komunikasi dari analis kebijakan sebagai sebuah produk penelitian serta rekomendasi yang dibangun oleh berbagai pihak untuk kepentingan akademik maupun presiden dalam menggunakan kewenangannya membentuk kabinet pemerintahan dan mengangkat menteri-menteri harus dikerangkakan dalam format berfikir konstitusional

“Sebab perubahan UU Kementerian Negara maupun kebijakan Penataan Kabinet Presidensiil di Indonesia yang konstitusional oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto selain merupakan sebuah kebutuhan ketatanegaraan lebih jauh adalah merupakan suatu keniscayaan yang tidak dapat dihindari,” tandasnya. (selfi/fajar)


Sumber: https://fajar.co.id/2024/05/10/prabowo-ingin-tambah-jumlah-kementerian-pakar-hukum-tata-negara-keniscayaan-yang-tidak-dapat-dihindari/?page=all
Tokoh









Graph

Extracted

persons Fahri Bachmid, Fahri Hamzah, Gibran Rakabuming Raka, Prabowo,
institutions Universitas Muslim Indonesia,
religions Islam,
products UUD 1945, UUD 45,
nations Indonesia,
places DKI Jakarta,