Koalisi Masyarakat Sipil Gelar Nobar Bloody Nickel, Ungkap Sisi Gelap Kendaraan Listrik

  • 04 Mei 2024 22:31:42
  • Views: 4

TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari sejumlah organisasi yang mendukung kelestarian lingkungan hidup menggelar nobar dan diskusi film "Bloody Nickel" di Taman Ismail Marzuki pada Sabtu sore, 4 Mei 2024. Diskusi itu menyoroti sederet problematika hilirisasi nikel yang dianggap hanya menguntungkan pebisnis namun merugikan masyarakat sekitar tambang. 

"Pameran ini merupakan acara tandingan pameran kendaraan listrik yang digelar oleh Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (PERIKLINDO) pada 30 April - 5 Mei 2024 di Jakarta International Expo (JIEXPO) Kemayoran," kata panitia sekaligus jurnalis Mongabay Indonesia, Della Syahni, saat memimpin diskusi, Sabtu, 4 Mei 2024.

Diskusi film itu ditujukan untuk merespons program pemerintah yang masif mendorong kendaraan listrik (EV) beserta sisi gelap hilirisasi nikel. Acara itu digelar oleh Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Enter Nusantara, Satya Bumi, Trend Asia, YLBHI, Aksi Ekologi & Emansipasi Rakyat (AEER), KontraS, Auriga, dan Pasar Rakyat. 

Tiga warga yang terdampak pertambangan nikel turut dihadirkan untuk menuturkan pengalaman mereka melawan pertambangan nikel dalam diskusi itu. Nursida Can, warga Desa Sagea Kecamatan Weda Utara, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara, menjadi salah satunya. 

Nursida bercerita bahwa sebelum industri nikel berdiri di desanya, masyarakat dapat memperoleh kesejahteraan. "Setelah tambang itu datang, kami resah. Mereka rusak kami punya lingkungan," kata Nursida. 

Perempuan paruh baya itu bercerita, dia dan masyarakat desanya sudah berkali-kali melakukan demonstrasi ke kantor pemerintah setempat. Bahkan, sambung Nursida, demonstran kerap mendapatkan represi dari aparat penegak hukum. 

"Kami sudah aksi damai, sudah demo, tapi ada gas air mata yang dilemparkan. Kami kesal tak ada yang merespons dari pemerintah," ujarnya. 

Selanjutnya, Asrar, warga Morowali, Sulawesi Tengah, turut menuturkan kisah yang tak jauh berbeda. Dia menyebut pertambangan nikel di daerahnya telah merusak perairan dan ekosistem di dalamnya. 

Asrar mengungkap, kerusakan lingkungan hidup memicu penurunan hasil ikan tangkapan bagi nelayan kelas menengah ke bawah. Akibatnya, sambung Asrar, hanya perusahaan besar yang dapat bertahan. 

Iklan

Dia juga menceritakan soal industri nikel yang dibangun di belakang sekolah. "Suara mesin pengolah nikel lebih nyaring daripada suara guru," tuturnya. 

Selanjutnya: Pengalaman warga Pulau Wawonii Sulawesi Tenggara
Sumber: https://bisnis.tempo.co/read/1864062/koalisi-masyarakat-sipil-gelar-nobar-bloody-nickel-ungkap-sisi-gelap-kendaraan-listrik
Tokoh

Graph