Jimly Asshidiqie: Etika adalah Kunci Majunya Bangsa Selasa, 30/04/2024, 18:50 WIB

  • 30 April 2024 18:50:00
  • Views: 4

Warta Ekonomi, Jakarta -

Prof. Dr. H. Jimly Asshidiqie, S.H., M.H. menyoroti fenomena munculnya  gelombang kemarahan yang demikian luas di kalangan elit intelektual dan para tokoh-tokoh bangsa yang diekspresikan di Indonesia. Hal ini menimbulkan pertanyaan terkait dengan etika, kritik hingga produktivitas diskusi akademik.

“Etik sangat beririsan dengan peradaban, sehingga etika dijadikan sebagai bahan acuan. Jika dikaitkan dengan Pilpres, maka muncullah pertanyaan apakah kita sebagai masyarakat dapat memanfaatkan momentum?” kata Jimly pada diskusi “Etika, Hukum dan Masa Depan Demokrasi Politik: Evaluasi dan Refleksi Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Pilpres 2024” yang diselenggarakan oleh Paramadina Institute of Ethics and Civilization (PIEC) bekerja sama dengan Yayasan Persada Hati dan Maha Indonesia, Selasa (30/4).

Baca Juga: Dissenting Opinon 3 Hakim MK Dinilai Menunjukkan Derajat Kebenaran Pemohon Sengketa Pilpres

Jimly menjelaskan mengenai perubahan UU melalui perkara pengujian dinyatakan sah dan harus dijadikan rujukan dalam penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden sesuai dengan jadwal pendaftaran. Tetapi proses pengambilan keputusan di antara 9 hakim konstitusi, dinyatakan bermasalah oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

Karena itu, Ketua MK Anwar Usman sebagai hakim Konstitusi yang menurut UU kekuasaan kehakiman maupun kode etik hakim konstitusi harus mundur dari penanganan perkara yang tetap melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan, diberhentikan dari jabatannya sebagai ketua. Bersangkutan terbukti melakukan pelanggaran berat kode etik MK, yang menurut tuntutan banyak pihak harus berakibat terhadap pembatalan putusan MK sebelumnya yang mengubah ketentuan mengenai syarat usia minimum calon presiden, atau berakibat tidak sahnya pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil Presiden.

Hal inilah yang menimbulkan narasi yang dilandasi oleh kebencian dan kemarahan, yaitu julukan kepada MK sebagai Mahkamah Keluarga, dan bahkan “Mahkamah Kentut” yang dinilai tidak mampu menemukan orang yang “kentut” di tengah bau menyengat karena adanya orang yang “kentut”.

“Etika atau adab adalah kunci bagi kemajuan tingkat peradaban bangsa di masa depan. Adab atau keadaban kemanusiaan harus dipahami beririsan dengan prinsip keadilan dan bahkan ketuhanan dalam kehidupan umat manusia. Ketiganya, yaitu ketuhanan, keadilan dan keadaban merupakan Trisila kunci dalam menentukan ketinggian kualitas peradaban umat manusia di sepanjang sejarah” jelas Jimly.

Baca Juga: Anies Sampaikan Apresiasi ke PKS Atas Perjuangan di Pilpres 2024: Insya Allah Kita Teruskan dalam Perjalanan ke Depan

Dalam perkembangan etika dan sejarah sangat penting dipahami untuk menyamakan persepsi dan pengertian mengenai apa yang kita maksudkan dengan etika dalam perbincangan ataupun bahkan dalam perdebatan publik mengenai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

"Theological ethics yaitu etika yang dipahami sebagai bagian dari ajaran agama; ontological ethics yaitu etika sebagai objek kajian filsafat, objek kajian ilmiah tentang ajaran moral; positivistic ethics yaitu munculnya kebutuhan untuk menuliskan panduan-panduan etika perilaku dalam kehidupan bersama yang terorganisasi; functional ethics yaitu munculnya kebutuhan untuk menegakkan kode etik dan kode perilaku tertulis secara efektif dengan dukungan infra-struktur pelembagaan institusi penegak kode etik dan kode perilaku; dan court of ethics yaitu era keterbukaan di mana proses penegakan kode etik dan kode perilaku dipandang sebagai proses peradilan yang menurut prinsip-prinsip negara modern harus bersifat independen, imparsial, dan terbuka," ungkap Jimly

Baca Juga: Kehadiran Anies-Muhaimin di Penetapan Paslon Presiden-Wakil Presiden Terpilih Menunjukkan Sikap Kenegarawanan

Kelima pembagian etika yang disampaikan oleh Jimly memperlihatkan bahwa pentingnya menyamakan persepsi di mana harus mengetahui bahwa etika mana yangbenar dan salah.

“Saat ini sedang terjadi gelombang democratic regression di seluruh dunia, tidak hanya terjadi di Indonesia dan harus dilihat sebagai trend kemunduran demokrasi di seluruh dunia. Khususnya di Indonesia, budaya politik kita saat ini adalah kerajaan hanya namanya saja republik. Lain hal dengan Austalia yang bentuk pemerintahannya monarki tetap bertindak seperti republik” tuturnya.

Baca Juga: Sinyal Nggak Lagi Jadi Oposisi? PKS Sebut Hubungan dengan Prabowo Baik dan Sudah Lama Terjalin

Oligarki dan totalitarianisme baru, menjelaskan bahwa sembilan naga yang berusaha menguasai seluruh sektor. Setelah menguasai media, berusaha menguasai gerakan civil society dikuasai, setelah itu baru akan membuat partai setelah menguasai suara masyarakat. Sehingga etika berbangsa dan bernegara perlu di perbaiki dan di tata, karena ini merupakan gejala baru yang terjadi di dunia termasuk Indonesia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.


Sumber: https://wartaekonomi.co.id/read534292/jimly-asshidiqie-etika-adalah-kunci-majunya-bangsa?page=all
Tokoh











Graph

Extracted

persons Anies Baswedan, Anwar Usman, Gibran Rakabuming Raka, Mochamad Iriawan, Prabowo,
companies Google,
ministries MK,
organizations PERSEPSI,
institutions Imparsial,
parties PKS,
topics Pilpres 2024,
nations Indonesia,
places DKI Jakarta,