Kisah Besi Beton 'Banci' Produksi Investor Asal Cina yang Disidak Zulhas

  • 28 April 2024 11:22:08
  • Views: 4

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menginspeksi mendadak sebuah pabrik baja milik investor Cina PT Hwa Hok Steel di Cikane, Serang, Banten, Jumat lalu, 26 April 2024. Tidak tanggung-tanggung, ia menemukan besi beton tak sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) seberat 27.078 ton senilai Rp257 miliar lebih.

Zulhas, demikian ia biasa disebut, mengatakan bahan utama konstruksi itu sebagai baja ilegal. 

Ia mengatakan pemusnahan harus dilakukan terhadap 3,6 juta batang besi beton tersebut karena produk yang tak sesuai standar mutu nasional sangat membahayakan konsumen bila sampai dipakai untuk konstruksi.

"Risikonya kalau tidak memenuhi SNI tentu berbahaya, kalau jalan bisa miring, kalau gedung bisa roboh, dan akan merugikan konsumen," kata Mendag saat peninjauan pemusnahan, di Serang, Banten, Jumat.

Beredar dan diproduksinya baja ilegal sebenarnya sudah lama terjadi. Majalah Tempo edisi 18 September 2017 pernah menyorot soal besi beton yang oleh para pemilik toko bangunan disebut 'besi banci' karena ukurannya tidak sesuai standar.

Di kalangan toko bahan bangunan, dikenal ada dua istilah untuk besi beton, yaitu besi penuh dan besi 'banci'. Besi penuh berdiameter sesuai standar SNI misalnya 6, 8, 10, 12, sampai 50 milimeter. Sedangkan besi banci berukuran 7, 73,3, 7,5 atau 9 milimeter.

Ukuran ganjil seperti itu tidak tertera dalam buku SNI baja tulangan beton nomor 2052:2014.

Besi banci membanjiri pasar sudah sejak 2010 ketika banyak investor membuka pabrik dengan teknologi tungku induksi (induction furnace) setelah pemerintah Cina melarang penggunaannya karena polusi tinggi dan boros listrik sehingga tidak ramah lingkungan.

Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA) sejak lama menyeru pemerintah untuk menyaring investasi industri baja yang masuk ke Indonesia. Salah satu caranya membatasi kriteria teknologi yang boleh digunakan pabrik. "Induction furnace jelas harus dilarang," kata Direktur Eksekutif IISIA Hidayat Triseputro dengan majalah Tempo, 18 September 2017.

Namun larangan itu tidak pernah terbit. Menteri Perdagangan mengakui masih beroperasinya dengan tuku induksi, yang sudah tidak boleh diproduksi di negara lain. 

Iklan

"Kita sudah menanggung risiko. Kalau di negara lain, induksi sudah tidak boleh karena akan menyebabkan polusi yang sangat besar," ucapnya. 

Zulhas mengatakan ada 40 pabrik yang memproduksi baja ilegal atau tidak memenuhi ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI). 

"Baru 3 dari 40 pabrik disegel," kata Zulhas saat melakukan sidak di pabrik Hwa Hok Steel di Kabupaten Serang, Banten pada Jumat, 26 April 2024.

Sebanyak 40 perusahaan itu, Zulhas menyampaikan, sudah diberikan izin oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Di sisi lain, dia menyebut Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (Ditjen PKTN) Kemendag bertugas untuk mengawasi kualitas produk baja yang dihasilkan. 

Ia mengatakan jika seluruh pabrik yang memproduksi baja tak sesuai SNI itu ingin ditutup, maka pemerintah membutuhkan waktu kurang lebih dua tahun. Dia juga menyebut baja ilegal itu diproduksi oleh sederet perusahaan yang berasal dari Tiongkok. 

"Beda-beda (perusahaan). Ini kan pindahan dari Tiongkok," tuturnya. 

ANTARA | TEMPO

Pilihan Editor 2023, PT Freeport Indonesia Catat Laba Rp 48,79 Triliun dan Setor Rp 3,35 Triliun ke Pemda Papua


Sumber: https://bisnis.tempo.co/read/1861577/kisah-besi-beton-banci-produksi-investor-asal-cina-yang-disidak-zulhas
Tokoh



Graph

Extracted

persons Zulkifli Hasan,
companies Freeport, PT Freeport Indonesia,
ministries Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), BKPM, Kemendag,
organizations IISIA,
topics Listrik,
nations Indonesia, Republik Rakyat Cina,
places BANTEN, DKI Jakarta, PAPUA,
cities Batang, Serang, Tiongkok,
musicclubs APRIL,