Hadiri Rakernas BKKBN, Wapres Ingatkan Kawal Peningkatan Kualitas SDM

  • 26 April 2024 06:01:33
  • Views: 3

Jakarta: Wakil Presiden Ma'ruf Amin membuka Rapat Kerja Nasional Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) dan Penurunan Stunting. Dalam arahannya, Wapres mengingatkan tanggung jawab bersama dalam mengawal kebijakan pembangunan sumber daya manusia Indonesia. “Dengan jumlah penduduk usia produktif diproyeksikan mendekati 70% dari total populasi, bisa dikatakan bahwa modal besar menuju Indonesia Emas 2045 sebetulnya sudah kita kantongi," kata Wapres dalam arahannya, di Auditorium Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Jakarta Timur. Namun, kata Wapres, pekerjaan rumah selanjutnya adalah bagaimana memastikan potensi bonus demografi ini bisa terkelola dengan baik. Salah satu yang diinginkan adalah sumber daya manusia yang ada nantinya betul-betul menjadi aset dan kekuatan bangsa.    "Apalagi, dihadapkan dengan dinamika dan beragam tantangan dunia yang harus kita antisipasi, strategi dan kebijakan pembangunan manusia yang tepat dan komprehensif menjadi semakin krusial,“ jelas Wapres. Dalam dua dekade mendatang, penduduk dunia diperkirakan akan mencapai lebih dari 9 miliar jiwa. Kondisi itu tidak hanya dibarengi dengan peningkatan jumlah penduduk usia lanjut, tetapi juga urbanisasi dan arus migrasi.  Di sisi lain, sumber daya alam semakin terbatas, berbanding terbalik dengan kebutuhan penduduk yang semakin meningkat. Tantangan lainnya mencakup pemanasan global, tren perkembangan teknologi, dan perubahan geopolitik. “Oleh karena itu, saya menaruh harapan yang tinggi terhadap Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting, untuk menciptakan sumber daya manusia Indonesia yang bisa menjawab berbagai tantangan dimaksud. Guna menghadirkan generasi penerus bangsa yang sehat, unggul, berdaya saing, serta terdepan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, program ini haruslah responsif dan adaptif terhadap kebutuhan sumber daya manusia. Harapannya, program ini mampu memberikan kontribusi nyata dalam membangun keluarga dan masyarakat Indonesia yang sehat, terdidik, berakhlak, makmur, dan sejahtera,” lanjut Wapres. Daya saing bangsa bertumpu pada mutu sumber daya manusianya. Menyadari hal ini, Pemerintah telah menetapkan percepatan penurunan stunting menjadi prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional. Untuk itu, Pemerintah Pusat dan daerah harus terus bersinergi untuk memastikan ketersediaan layanan kesehatan bagi keluarga-keluarga di Indonesia dengan kualitas yang semakin baik. Di tahun ini, seluruh target dalam RPJMN 2020-2024 akan dievaluasi, termasuk target prevalensi stunting 14% tahun 2024. Wapres berharap beberapa hal agar menjadi perhatian. Pertama, mengevaluasi menyeluruh terhadap program yang sudah dilaksanakan, baik terkait capaian, pembelajaran, maupun rekomendasi. Evaluasi ini penting, agar program yang sudah kita lakukan dapat berlanjut dan menjadi prioritas pemerintahan selanjutnya.  Kedua, Wapres minta faktor-faktor yang menyebabkan capaian penurunan stunting semakin melambat dalam dua tahun terakhir ini, agar diidentifikasi dan dinavigasi. Fokuskan strategi dan pendekatan pada pencegahan terjadinya stunting baru, tanpa mengurangi intervensi pada anak stunting.  Selain itu, arahkan berbagai intervensi kebijakan pada hal-hal yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk mempercepat penurunan stunting. “Selanjutnya, saya minta agar komitmen dan visi pimpinan terhadap program penurunan stunting, baik di Pusat maupun daerah, tetap terjaga, utamanya memasuki masa transisi dan pergantian kepemimpinan di tahun ini,” tegas Wapres. Menuju Indonesia Emas 2045 Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo,  dalam laporannya menyampaikan tema Rakernas 2024 seiring dengan arahan Presiden dan Wakil Presiden untuk menyiapkan kualitas SDM dengan sebaik-baiknya. "Kita tahu bahwa Sustainable Development Goals (SDGs)  2030 menjadi akhir dari SDGs dan menjadi batu loncatan menuju Indonesia Emas 2045. Untuk itu, kita harus bebas dari kemiskinan ekstrem, kelaparan, di mana stunting juga menjadi bagian di da?amnya," ujar Hasto. Hasto juga mengatakan, tugas BKKBN sangat simpel. Pertama, menjaga Penduduk Tumbuh Seimbang (PTS). Kedua, bagaimana menciptakan keluarga berkualitas. Untuk menjaga pertumbuhan penduduk seimbang, BKKBN menggunakan indikator Total Fertility Rate (TFR) atau angka kelahiran total rata-rata. Disebutkan, TFR  Indonesia di  1971 sebesar 5. Bahkan ada yang melahirkan  6 hingga 10 anak.  "Dulu, anaknya banyak. Tetapi dengan program pemerintah yang luar biasa dengan jargon "Dua Anak Cukup",  angka rata-rata perempuan melahirkan ditargetkan  2,1 tercapai di 2024. Ternyata di 2022 TFR sudah menyentuh angka 2,18," jelas Hasto.  Atas capaian ini, Hasto menyampaikan apresiasi kepada seluruh petugas lapangan sebagai ujung tombak di lapangan, meski disparitas masih terjadi.  Ada daerah yang TFR-nya sudah 2,1, seperti di Jawa, Bali, DI Yogyakarta , DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur. Namun di sejumlah daerah secara keseluruhan frekuensi kehamilan masih cukup memprihatinkan, seperti NTT dan Papua. "Kesenjangan ini harus bisa dikurangi," ujar Hasto. Selain itu, Hasto juga mendukung apa yang menjadi target Menteri Kesehatan terkait Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). AKI dan AKB menjadi indikator derajat kesehatan bangsa.  "Satu bangsa dinilai derajat kesehatannya baik kalau AKI dan AKB nya juga baik. Dan dengan KB yang baik dan program yang ada, akan menurunkan AKI dan AKB," jelas Hasto.  Salah satu hal yang perlu mendapat perhatian, dalam pandangan Hasto,  adalah bagaimana pergerakan Age Specific Fertility Rate (ASFR) rentang usia 15-19 tahun. Ternyata, dari tahun ke tahun angkanya turun cukup signifikan. "Setiap 1000 perempuan kalau ditanya sudah hamil atau melahirkan yang menjawab saat ini di angka 20," jelas Hasto. Bonus Demografi Turunnya TFR membuat dependency ratio antara penduduk yang bekerja dan tidak bekerja dan konsumtif semakin turun. Terbukti, tahun 2020 dependency ratio mencapai angka 44,33. Artinya, 100 penduduk yang bekerja menanggung hanya 44 penduduk yang tidak produktif.  Puncak bonus demografi ini sesungguhnya sudah terjadi di 2020. "Kita sering mengatakan bahwa negara ini tengah memasuki bonus demografi. Tetapi secara nasional sebetulnya kita sudah pelan-pelan meninggalkan "window opportunity" bonus demografi. Hanya saja satu provinsi dengan provinsi lainnya tidak sama," ujar Hasto. Dengan demikian, Hasto mencoba meluruskan posisi puncak bonus demografi yang ternyata tercapai lebih awal   dibanding proyeksi tahun 2015 yang ketika itu diproyeksikan  puncaknya terjadi di 2030.  Kenapa bonus demografi maju. Menurut Hasto, karena  TFR-nya turun. Selain itu, tren orang nikah menurun signifikan. Sepuluh tahun lalu  pernikahan terjadi sebanyak 2 juta pertahun. Saat ini  turun menjadi 1,5 juta pertahun. Tahapan bonus demografi memang tidak merata antar provinsi. Ada provinsi yang sudah masuk tahapan bonus demografi, ada yang sedang berjalan,  ada yang agak memprihatin  seperti NTT. Bahkan provinsi tersebut  belum bisa diramal kapan bonus demografinya dicapai. "Khusus NTT harus mempunyai perencanaan yang betul-betul mempertimbangkan Grand Desain Pembangunan Kependudukan," terang Hasto, seraya menambahkan bahwa secara teoritis bisa puncak bonus demografi bisa dimundurkan dengan cara melakukan pengereman atas TFR.  Selain itu, meningkatkan kualitas SDM, mau tidak mau harus dilakukan. Ketika kualitas meningkat, bonus demografi akan dicapai Terkait  pertambahan aging population, Hasto berucap, akan otomatis terjadi karena angka harapan hidup penduduk Indonesia meningkat. Yang pasti, tidak ada program pemerintah untuk mengurangi populasi lansia, kecuali pengendalian kelahiran (bayi) melalui pemakaian kontrasepsi.  "Kita harus berhati-hati menghadapi aging population, di mana 'sandwich generation' harus menanggung beban. Kalo sandwich generationnya tidak berkualitas memang cukup berat (bagi bangsa ini untuk maju)," terang Hasto. Hasto juga menyinggung juga soal keluarga berkualitas. "BKKBN harus menciptakan keluarga berkualitas. Karena keluarga merupakan fondasi utama, dan  kita fokus di dalam keluarga," papar Hasto.  Adapun ukuran kualtias keluarga adalah iBangga. Indeks Pembangunan Keluarga tersebut di atas dihasilkan dari Indeks Ketenteraman (59.44), Kemandirian (53,58), dan Kebahagiaan (71,26). Jika dilihat menurut provinsi, ketiga indeks tersebut bervariasi antar satu provinsi dengan provinsi lainnya. “Di beberapa daerah walaupun belum mandiri secara ekonomi tapi bahagia banyak, seperti Aceh dan Kalimantan Utara. Di daerah itu  meskipun  sebagian penduduknya miskin tapi kebahagian tinggi," urai Hasto.  Stunting Ihwal stunting, juga disinggung Hasto. Dikatakan, dari tahun ke tahun prevalensi stunting mengalami penurunan signifikan. Meskipun penurunan tersebut belum sesuai  harapan, tetapi jumlah keluarga berisiko stunting (KRS)  mengalami penurunan signifikan. “Jadi, keluarga yang tidak punya air bersih, jambannya tidak standar, rumah kumuh, mengalami penurunan yang signifikan,” jelasnya. Data yang dimiliki BKKBN menunjukkan, tahun 2023 jumlah KRS sebanyak 11.896.367 keluarga, turun dari 13.123.418 keluarga di  2022. Hasto mengatakan, setiap tahun terjadi 1,7 juta pernikahan di Indonesia. Dari pernikahan itu sering calon pengantin (catin) tidak melakukan persiapan menghadapi kehamilan. Perhatian mereka terhadap pre konsepsi sangat rendah. "Dari 1,5 juta yang menikah di tahun 2023, catin yang bersedia mengukur lingkar lengannya, berat badannya, hanya sebanyak 613.113 calon pengantin.  Dari jumlah itu masih banyak yang terlalu kurus, mencapai 140.163 catin," papar Hasto.  Sementara catin yang mengalami anemia mencapai 20 persen (anemia ringan, sedang, dan berat). "Sebetulmya kalau yang nikah di screening betul, banyak yang bisa ditangkap (ditangani, red) di tingkat hulu. Seharusnya kalau mau hamil harus sehat dulu agar melahirkan bayi yang sehat, terbebas dari stunting," jelas Hasto.  Maka itu, BKKBN berkomitmen bergerak lebih cepat. Untuk itu, di sela Rakernas  diluncurkan program  Akselerasi dalam Percepatan Penurunan Stunting (SIDAK Stunting). "Kita akan melakukan akselerasi, mendampingi dan beraksi dalam program tersebut. Tim Pendamping Keluarga (TPK) di lapangan akan siap mendampingi keluarga berisiko stunting," ujar Hasto.

Jakarta: Wakil Presiden Ma'ruf Amin membuka Rapat Kerja Nasional Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) dan Penurunan Stunting. Dalam arahannya, Wapres mengingatkan tanggung jawab bersama dalam mengawal kebijakan pembangunan sumber daya manusia Indonesia.
 
“Dengan jumlah penduduk usia produktif diproyeksikan mendekati 70% dari total populasi, bisa dikatakan bahwa modal besar menuju Indonesia Emas 2045 sebetulnya sudah kita kantongi," kata Wapres dalam arahannya, di Auditorium Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Jakarta Timur.
 
Namun, kata Wapres, pekerjaan rumah selanjutnya adalah bagaimana memastikan potensi bonus demografi ini bisa terkelola dengan baik. Salah satu yang diinginkan adalah sumber daya manusia yang ada nantinya betul-betul menjadi aset dan kekuatan bangsa. 
 
"Apalagi, dihadapkan dengan dinamika dan beragam tantangan dunia yang harus kita antisipasi, strategi dan kebijakan pembangunan manusia yang tepat dan komprehensif menjadi semakin krusial,“ jelas Wapres.
Dalam dua dekade mendatang, penduduk dunia diperkirakan akan mencapai lebih dari 9 miliar jiwa. Kondisi itu tidak hanya dibarengi dengan peningkatan jumlah penduduk usia lanjut, tetapi juga urbanisasi dan arus migrasi. 
 
Di sisi lain, sumber daya alam semakin terbatas, berbanding terbalik dengan kebutuhan penduduk yang semakin meningkat. Tantangan lainnya mencakup pemanasan global, tren perkembangan teknologi, dan perubahan geopolitik.
 
“Oleh karena itu, saya menaruh harapan yang tinggi terhadap Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting, untuk menciptakan sumber daya manusia Indonesia yang bisa menjawab berbagai tantangan dimaksud. Guna menghadirkan generasi penerus bangsa yang sehat, unggul, berdaya saing, serta terdepan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, program ini haruslah responsif dan adaptif terhadap kebutuhan sumber daya manusia. Harapannya, program ini mampu memberikan kontribusi nyata dalam membangun keluarga dan masyarakat Indonesia yang sehat, terdidik, berakhlak, makmur, dan sejahtera,” lanjut Wapres.
 

 
Daya saing bangsa bertumpu pada mutu sumber daya manusianya. Menyadari hal ini, Pemerintah telah menetapkan percepatan penurunan stunting menjadi prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional. Untuk itu, Pemerintah Pusat dan daerah harus terus bersinergi untuk memastikan ketersediaan layanan kesehatan bagi keluarga-keluarga di Indonesia dengan kualitas yang semakin baik.
 
Di tahun ini, seluruh target dalam RPJMN 2020-2024 akan dievaluasi, termasuk target prevalensi stunting 14% tahun 2024. Wapres berharap beberapa hal agar menjadi perhatian.
 
Pertama, mengevaluasi menyeluruh terhadap program yang sudah dilaksanakan, baik terkait capaian, pembelajaran, maupun rekomendasi. Evaluasi ini penting, agar program yang sudah kita lakukan dapat berlanjut dan menjadi prioritas pemerintahan selanjutnya. 
 
Kedua, Wapres minta faktor-faktor yang menyebabkan capaian penurunan stunting semakin melambat dalam dua tahun terakhir ini, agar diidentifikasi dan dinavigasi. Fokuskan strategi dan pendekatan pada pencegahan terjadinya stunting baru, tanpa mengurangi intervensi pada anak stunting. 
 
Selain itu, arahkan berbagai intervensi kebijakan pada hal-hal yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk mempercepat penurunan stunting.
 
“Selanjutnya, saya minta agar komitmen dan visi pimpinan terhadap program penurunan stunting, baik di Pusat maupun daerah, tetap terjaga, utamanya memasuki masa transisi dan pergantian kepemimpinan di tahun ini,” tegas Wapres. Menuju Indonesia Emas 2045 Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo,  dalam laporannya menyampaikan tema Rakernas 2024 seiring dengan arahan Presiden dan Wakil Presiden untuk menyiapkan kualitas SDM dengan sebaik-baiknya.
 
"Kita tahu bahwa Sustainable Development Goals (SDGs)  2030 menjadi akhir dari SDGs dan menjadi batu loncatan menuju Indonesia Emas 2045. Untuk itu, kita harus bebas dari kemiskinan ekstrem, kelaparan, di mana stunting juga menjadi bagian di da?amnya," ujar Hasto.
 
Hasto juga mengatakan, tugas BKKBN sangat simpel. Pertama, menjaga Penduduk Tumbuh Seimbang (PTS). Kedua, bagaimana menciptakan keluarga berkualitas.
 
Untuk menjaga pertumbuhan penduduk seimbang, BKKBN menggunakan indikator Total Fertility Rate (TFR) atau angka kelahiran total rata-rata. Disebutkan, TFR  Indonesia di  1971 sebesar 5. Bahkan ada yang melahirkan  6 hingga 10 anak. 
 
"Dulu, anaknya banyak. Tetapi dengan program pemerintah yang luar biasa dengan jargon "Dua Anak Cukup",  angka rata-rata perempuan melahirkan ditargetkan  2,1 tercapai di 2024. Ternyata di 2022 TFR sudah menyentuh angka 2,18," jelas Hasto. 
 

 
Atas capaian ini, Hasto menyampaikan apresiasi kepada seluruh petugas lapangan sebagai ujung tombak di lapangan, meski disparitas masih terjadi.  Ada daerah yang TFR-nya sudah 2,1, seperti di Jawa, Bali, DI Yogyakarta , DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur. Namun di sejumlah daerah secara keseluruhan frekuensi kehamilan masih cukup memprihatinkan, seperti NTT dan Papua. "Kesenjangan ini harus bisa dikurangi," ujar Hasto.
 
Selain itu, Hasto juga mendukung apa yang menjadi target Menteri Kesehatan terkait Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). AKI dan AKB menjadi indikator derajat kesehatan bangsa. 
 
"Satu bangsa dinilai derajat kesehatannya baik kalau AKI dan AKB nya juga baik. Dan dengan KB yang baik dan program yang ada, akan menurunkan AKI dan AKB," jelas Hasto. 
 
Salah satu hal yang perlu mendapat perhatian, dalam pandangan Hasto,  adalah bagaimana pergerakan Age Specific Fertility Rate (ASFR) rentang usia 15-19 tahun. Ternyata, dari tahun ke tahun angkanya turun cukup signifikan. "Setiap 1000 perempuan kalau ditanya sudah hamil atau melahirkan yang menjawab saat ini di angka 20," jelas Hasto. Bonus Demografi Turunnya TFR membuat dependency ratio antara penduduk yang bekerja dan tidak bekerja dan konsumtif semakin turun. Terbukti, tahun 2020 dependency ratio mencapai angka 44,33. Artinya, 100 penduduk yang bekerja menanggung hanya 44 penduduk yang tidak produktif. 
 
Puncak bonus demografi ini sesungguhnya sudah terjadi di 2020. "Kita sering mengatakan bahwa negara ini tengah memasuki bonus demografi. Tetapi secara nasional sebetulnya kita sudah pelan-pelan meninggalkan "window opportunity" bonus demografi. Hanya saja satu provinsi dengan provinsi lainnya tidak sama," ujar Hasto.
 
Dengan demikian, Hasto mencoba meluruskan posisi puncak bonus demografi yang ternyata tercapai lebih awal   dibanding proyeksi tahun 2015 yang ketika itu diproyeksikan  puncaknya terjadi di 2030. 
 
Kenapa bonus demografi maju. Menurut Hasto, karena  TFR-nya turun. Selain itu, tren orang nikah menurun signifikan. Sepuluh tahun lalu  pernikahan terjadi sebanyak 2 juta pertahun. Saat ini  turun menjadi 1,5 juta pertahun.
 
Tahapan bonus demografi memang tidak merata antar provinsi. Ada provinsi yang sudah masuk tahapan bonus demografi, ada yang sedang berjalan,  ada yang agak memprihatin  seperti NTT. Bahkan provinsi tersebut  belum bisa diramal kapan bonus demografinya dicapai.
 
"Khusus NTT harus mempunyai perencanaan yang betul-betul mempertimbangkan Grand Desain Pembangunan Kependudukan," terang Hasto, seraya menambahkan bahwa secara teoritis bisa puncak bonus demografi bisa dimundurkan dengan cara melakukan pengereman atas TFR. 
 
Selain itu, meningkatkan kualitas SDM, mau tidak mau harus dilakukan. Ketika kualitas meningkat, bonus demografi akan dicapai
 
Terkait  pertambahan aging population, Hasto berucap, akan otomatis terjadi karena angka harapan hidup penduduk Indonesia meningkat. Yang pasti, tidak ada program pemerintah untuk mengurangi populasi lansia, kecuali pengendalian kelahiran (bayi) melalui pemakaian kontrasepsi. 
 
"Kita harus berhati-hati menghadapi aging population, di mana 'sandwich generation' harus menanggung beban. Kalo sandwich generationnya tidak berkualitas memang cukup berat (bagi bangsa ini untuk maju)," terang Hasto.
 
Hasto juga menyinggung juga soal keluarga berkualitas. "BKKBN harus menciptakan keluarga berkualitas. Karena keluarga merupakan fondasi utama, dan  kita fokus di dalam keluarga," papar Hasto. 
 
Adapun ukuran kualtias keluarga adalah iBangga. Indeks Pembangunan Keluarga tersebut di atas dihasilkan dari Indeks Ketenteraman (59.44), Kemandirian (53,58), dan Kebahagiaan (71,26). Jika dilihat menurut provinsi, ketiga indeks tersebut bervariasi antar satu provinsi dengan provinsi lainnya.
 
“Di beberapa daerah walaupun belum mandiri secara ekonomi tapi bahagia banyak, seperti Aceh dan Kalimantan Utara. Di daerah itu  meskipun  sebagian penduduknya miskin tapi kebahagian tinggi," urai Hasto.  Stunting Ihwal stunting, juga disinggung Hasto. Dikatakan, dari tahun ke tahun prevalensi stunting mengalami penurunan signifikan. Meskipun penurunan tersebut belum sesuai  harapan, tetapi jumlah keluarga berisiko stunting (KRS)  mengalami penurunan signifikan.
 
“Jadi, keluarga yang tidak punya air bersih, jambannya tidak standar, rumah kumuh, mengalami penurunan yang signifikan,” jelasnya. Data yang dimiliki BKKBN menunjukkan, tahun 2023 jumlah KRS sebanyak 11.896.367 keluarga, turun dari 13.123.418 keluarga di  2022.
 
Hasto mengatakan, setiap tahun terjadi 1,7 juta pernikahan di Indonesia. Dari pernikahan itu sering calon pengantin (catin) tidak melakukan persiapan menghadapi kehamilan. Perhatian mereka terhadap pre konsepsi sangat rendah.
 
"Dari 1,5 juta yang menikah di tahun 2023, catin yang bersedia mengukur lingkar lengannya, berat badannya, hanya sebanyak 613.113 calon pengantin.  Dari jumlah itu masih banyak yang terlalu kurus, mencapai 140.163 catin," papar Hasto. 
 
Sementara catin yang mengalami anemia mencapai 20 persen (anemia ringan, sedang, dan berat). "Sebetulmya kalau yang nikah di screening betul, banyak yang bisa ditangkap (ditangani, red) di tingkat hulu. Seharusnya kalau mau hamil harus sehat dulu agar melahirkan bayi yang sehat, terbebas dari stunting," jelas Hasto. 
 
Maka itu, BKKBN berkomitmen bergerak lebih cepat. Untuk itu, di sela Rakernas  diluncurkan program  Akselerasi dalam Percepatan Penurunan Stunting (SIDAK Stunting). "Kita akan melakukan akselerasi, mendampingi dan beraksi dalam program tersebut. Tim Pendamping Keluarga (TPK) di lapangan akan siap mendampingi keluarga berisiko stunting," ujar Hasto.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(ALB)


Sumber: https://www.medcom.id/nasional/daerah/zNPXr8VN-hadiri-rakernas-bkkbn-wapres-ingatkan-kawal-peningkatan-kualitas-sdm
Tokoh







Graph