Antisipasi Fenomena El Nino, Ketahanan Pangan Berkelanjutan Harus Sudah Mulai Digalakkan
-
23 Oktober 2023 02:06:43
-
Views: 18

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan suhu bumi yang memicu El Nino panjang menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi ketersediaan pangan global. Presiden Joko Widodo pada Hari Pangan Sedunia yang jatuh pada 16 Oktober lalu mengungkapkan bahwa Indonesia telah melakukan upaya antisipasi dengan persiapan cadangan beras yang memadai.
Seiring waktu, infrastruktur yang diperlukan untuk menjaga ketahanan pangan telah dibangun, termasuk waduk, ribuan embung, dan jaringan irigasi. Namun, tantangan yang dihadapi, terutama dalam situasi El Nino, masih mengandalkan impor sebagai solusi.
Mengomentari hal tersebut, pakar lingkungan dan pertanian berkelanjutan Dr.Ir. Nugroho Widiasmadi mengatakan bahwa kebijakan ketahanan pangan harus dimulai dengan pembangunan ekosistem berkelanjutan.
"Meliputi variael tanah, air dan udara. Kesehatan dan Kesuburan elemen tersebut akan memberikan buah hasil tanaman yang baik untuk dimakan dari generasi ke generasi," ujar Dosen di Universitas Wahid Haysim Semarang itu dalam keterangan tertulisnya.
Nugroho mengatakan, di Indonesia telah terjadi degradasi lahan akibat pemakaian pupuk dan pestisida berlebihan sejak revolusi huijau tahun 1970 sampai saat ini. Menurutnya, keberpihakan pemerintah terhadap sumber daya yang berkelanjutan untuk kemandirian tidak diperhatikan.
"Hal ini menambah cabang kerusakan dengan ekploitas tambang yang tarus menggila, alih fungsi lahan, ketergantungan impor dan lain-lain sehingga menjadi potret gelap dalam dunia pangan. Akibatnya bisa kita rasakan saat ini adalah tekanakan ekonomi, perubahan iklim global memaksa semua elemen tumbang karena negara kita tidak siap," katanya.
Ia melanjutkan, mengatasi krisis pangan terutama beras tidak dengan impor atau buat program 'kagetan' seperti program Pendamping Beras dengan sumber lain seperti ubi, pisang dan lainnya.
"Percuma saja kalau tanahnya terus dirusak dan diracun atau masih ketergantungan dengan pupuk kimia. Itu hanya memindahkan masalah ke tempat lain. Sebaiknya Pemerintah mulai serius menyelamatkan ketahan pangan dengan kebijakan fundamental ciptakan kantong papuk dan lumbung pakan untuk mengisi lumbung pangan. Semua komponen ini ada di desa, dengan Teknologi Biosoildam MA-11 semua dapat diwujudkan dengan cepat , mudah dan terukur," katanya.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa impor bahan pangan Indonesia mencapai US$ 16,09 miliar atau sekitar Rp 248,63 triliun pada tahun 2022. Impor pangan terbesar termasuk gandum, gula, kedelai, susu, daging, dan buah-buahan. Negara-negara seperti Australia, Kanada, Brasil, Argentina, dan Ukraina menjadi penyuplai utama gandum.
"Perlu dicatat bahwa Indonesia harus mengimpor gandum karena tidak memproduksinya sendiri, meskipun mie instan yang sangat populer di Indonesia terbuat dari gandum," ujarnya lagi.
Pemerintah Indonesia sendiri telah mengambil inisiatif dengan program Food Estate yang dirancang untuk mengantisipasi krisis pangan. Namun, program ini masih menghadapi sejumlah kendala, termasuk sumber daya petani dan lahan yang dibutuhkan.
Jokowi mengakui bahwa mengembangkan Food Estate di berbagai wilayah bukan tugas yang mudah. Keberhasilan dalam panen biasanya baru terjadi pada tanaman keenam atau ketujuh, menggarisbawahi kompleksitas tantangan di lapangan.
"Meskipun program ini menghadapi berbagai permasalahan, pemerintah berkomitmen untuk melakukan evaluasi dan perbaikan guna mencapai hasil yang diharapkan. Kolaborasi lintas kementerian menjadi kunci dalam upaya menjaga ketahanan pangan Indonesia," tutupnya. (JPC)
Sumber: https://fajar.co.id/2023/10/22/antisipasi-fenomena-el-nino-ketahanan-pangan-berkelanjutan-harus-sudah-mulai-digalakkan/?page=all
Graph
Extracted
persons | Joko Widodo, |
ministries | BPS, MA, |
fasums | lumbung pangan, |
products | Beras, daging, |
nations | Argentina, Australia, Brasil, Indonesia, Kanada, Ukraina, |
places | DKI Jakarta, JAWA TENGAH, |
cities | Semarang, |