Kisah Di Balik Di-Digoel-kannya Mochtar Lutfi

  • 01 Agustus 2022 13:02:53
  • Views: 3

RM.id  Rakyat Merdeka - Persatuan Muslimin Indonesia atau diakronimkan dengan PERMI, menarik untuk disimak. Tidak hanya berhubungan dengan ideologi yang dibangunnya, yakni Islam Kebangsaan, namun juga trio di baliknya.

Iljas Jacob, Djalaloeddin Thaib, dan Mochtar Lutfi adalah trio suksesor PERMI yang lahir dari rahim Sumatra Thawalib Padang Panjang, Sumatra Barat. Satu di antara trio yang mengkhawatirkan Residen Sumatra Barat G.F.E Gonggrijp, adalah Mochtar Lutfi.

Mochtar Lutfi, Anak Ulama Menjadi Guru Agama

Terlahir di Balingka tahun 1897 (de Tribune, 13 April 1934) Kabupaten Agam Sumatra Barat –Mochtar Lutfi adalah anak dari Haji Abdoel Latief Rasjidi– ulama yang kali pertama mengajar di Surau Jembatan Besi, bersama ayah Haji Abdullah Ahmad.

Mengawali pendidikannya di Volkschool Balingka pada 1909. Setamat dari sekolah itu, Abdoel Latief Rasjidi membawa anaknya itu, untuk belajar dengan Haji Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul) pada 1911.

Di Surau Jembatan Besi, pemikiran kritis Mochtar mulai menemukan jalannya. Ia berubah menjadi seorang orator ulung dan mampu berdebat soalan agama Islam. Karena bakatnya itulah, perintis Diniyah School –juga murid kesayangan Haji Rasul, bernama Zainuddin Labay el-Yunusi segera merekrut Mochtar.

Ia langsung diberi amanah memimpin Diniyah School cabang Sibolga, Tapanuli (Sumatra Post, 14 Maret 1934). Pada 1923, Mochtar memutuskan kembali ke Padang Panjang untuk membantu Haji Rasul di Sumatra Thawalib.

 

Berita Terkait : Catat! Ini 4 Hal Yang Tidak Boleh Dilakukan Pj Gubernur

Dituduh Komunis: Radikal pada Belanda dan Menyingkir ke Mesir

Saat ia kembali, pengaruh Kuminih sedang menguat di Sumatra Thawalib. Karena sekolah agama ini menjadi basis kuat gerakan kiri yang dirintis Haji Ahmad Khatib gelar Dt Batuah cs –koran-koran Belanda pasca penangkapannya, menuduh Mochtar merupakan propagandis P(artij) K(ommunist) I(ndonesia) yang radikal (Algemeen handelsblad, 14 Maret 1934).

Padahal, dalam catatan HAMKA (1958: 117) dan Fikrul Hanif (2017: 75) menampik tuduhan tersebut. Faktanya, Mochtar bukanlah propagandis kiri. Bahkan, ia dimusuhi oleh murid-murid dan guru Thawalib yang berafiliasi pada Kuminih.

Sebelum Haji Rasul mengundurkan diri, Mochtar Lutfi makin intensif mengikuti pengajian Haji Rasul di Gatangan. Berbekal wejangan Haji Rasul, ia pun “menelurkan selebaran yang cukup menggegerkan. Mochtar dalam Al-Hikmatul Muchtar mengritik habis-habisan adat perkawinan Minangkabau yang bertentangan dengan Islam.

Termasuk kritik tajamnya terhadap aturan dan kebijakan pemerintah Kolonial Belanda. Dalam artikel yang ia beri simbol “TARFISJ (MuchTAR LuthFI RaSJid), menuai ancaman serius.

Khawatir artikel Mochtar di-beslag Asisten Residen Padang Panjang, dan menghindari proses pidana, Haji Rasul menyarankan Muchtar Lutfi segera menyingkir ke Mesir. Selama berada di Kairo sekitar 1927 dan 1928, ia berhubungan erat dengan Iljas Jacob, yang melanjutkan kampanyenya melawan pemerintah Belanda, khususnya di kalangan mahasiswa 'Indonesia' di Universitas Azhar (De avondpost, 21 April 1934).

Iljas juga seorang editor dari majalah 'Seroean Azhar' dan 'Pilihan Timur'. Di Seroean Azhar, Iljas kerap menulis artikel-artikel revolusioner dan anti-Belanda. Namun, tidak lama bertahan, pemerintah Mesir melarang publikasi majalah Pilihan Timur.

Berita Terkait : Perhatikan 8 Hal Ini, Supaya Arus Balik Dari Sumatera Ke Jabodetabek Lancar

Peringatan diberikan kepada redaktur Seroean Azhar –yang dituding membawa pengaruh buruk pada pemuda Indonesia di Mesir. Keduanya kemudian menetap di Mekah, bersama dengan Iljas melanjutkan penerbitan Pilihan Timur dengan bantuan perkumpulan Madjelis Assyura al Indonesia fi' Oomoeriddin.

 

Didigoelkan: Meneriakkan PERMI dan Republik Indonesia

Berbekal pengalaman selama di Mesir dan pengaruh Ikhwanul Muslimin, sekembalinya ke tanah air pada Mei 1931 Mochtar bergabung di Persatoean Muslimin Indonesia (PERMI).

Mochtar diamanahi jabatan Komisaris Pendidikan dan Penasihat Urusan Agama di PERMI. Tidak hanya itu, Mochtar diberi keleluasaan mengambil tindakan politik di tiap-tiap pertemuan PERMI dan masyarakat luas.

Di bawah trio PERMI, Mochtar Lutfi, Iljas Jacob, dan Djalaloeddin Thaib, PERMI segera meroket, sebagaimana halnya Sarekat Rakyat di masa Haji Datuk Batuah. Dalam waktu dua tahun setelah kelahirannya PERMI berkembang menjadi salah satu partai berpengaruh di Sumatra Barat, dan menyebar ke daerah-daerah lain seperti Tapanuli, Sumatra Timur, Aceh, Bengkulu, dan Sumatra Selatan.

Pada Desember 1932, Permi sudah memiliki 7.700 anggota, 4.700 pria dan 3.000 wanita. Kegiatannya berkisar dari pendidikan, kepanduan, penerbitan surat kabar, dan pamflet, serta mengadakan rapat-rapat umum.

Gerakan yang dibangun Mochtar, Iljas Jacob dan Djalaloedin Thaib, pada dasarnya merupakan pelemahan sistematis terhadap otoritas negara. Dalam perspektif Kolonial, segala tindakan tokoh-tokoh PERMI berujung pada ujaran kebencian terhadap pemerintah Hindia Belanda.

Berita Terkait : Bupati Nonaktif Langkat Tiba Di Markas KPK, Bakal Diperiksa Soal Kerangkeng Manusia

Puncak aktivitas Mochtar adalah pada pertemuan konferensi ke-2 PERMI yang diadakan pada 15 Juli 1932. Dalam pertemuan terbuka itu, Mochtar berapi-api berorasi, bahwa dalam rapat darurat yang diadakan pada 15 Desember 1932, dengan anggota dewan lainnya, untuk segera memerdekakan Indonesia. Mochtar menegaskan, tindakan politik mereka ditujukan untuk kepentingan negara dan rakyat, serta diri mereka sendiri.

 

Beberapa bulan kemudian, kembali Mochtar pada Maret 1933 menunjukkan taringnya. Ia menulis sebuah buku pelajaran dalam bahasa Arab berjudul 'Ilmu an-Nafs' –untuk kepentingan sekolah menengah dan sekolah pembibitan perempuan. Dalam buku itu, ia menegaskan penolakan gagasan sekolah agama 'nasional' –yang didominasi asing.

Dari dua rangkaian peristiwa itu, Mochtar mulai dilarang bepergian keluar kota oleh pemerintah Kolonial Belanda. Pada 9 Juli 1933, dalam rapat umum PERMI yang diadakan di Fort de Kock, di hadapan 600 orang hadirin, Mochtar menyampaikan pidato sebagai tanggapan atas larangan perjalanannya ke Tapanoeli. Ia menuding keras sikap pemerintah Kolonial Belanda itu sebagai klimaks ketakutan terhadap bendera PERMI (Deli Courant, 19 Maret 1934).

Di akhir orasinya, Mochtar menegaskan, bahwa PERMI akan membuat “Indonesia menjadi Republik Indonesia –yang dipimpin seorang presiden. Penegasan Mochtar di bagian akhir orasinya, beberapa orang dari Politieke Inlichtingen Dienst (PID) segera menangkapnya. Mereka menuding bahwa tindakan politiknya telah diarahkan pada serangan terhadap ketertiban umum, tetapi juga pada subversi, penyerangan, dan akhirnya penggulingan pemerintah Kolonial Belanda. Mochtar pun segera dipenjarakan di Fort de Kock.

PID menangkap Mochtar, berdasar orasi pedasnya di openbaar vereeniging PERMI dan artikel-artikelnya. PID berkesimpulan, teladan dan pengaruhnya di PERMI, menjadi sugesti untuk orang Minang melawan pemerintah. Sehingga, jika tindakan tidak diambil, Mochtar merupakan bahaya yang terus-menerus untuk rust en orde.

Mochtar Lutfi yang berusia 37 tahun, bersama Iljas Jacob (32 tahun), Djalaloeddin Thaib (37 tahun), Sabilal Rasad (27 tahun, aktif di PSII), dan Oedin Rahmani (35 tahun,PSII) dikenai pasal 37 Undang-Undang Dasar Hindia Belanda. Mereka resmi ditahan pada 11 Juni 1933 di penjara negara di Padang, dan segera diinternir ke Boven Digoel (Algemeen handelsblad, 2 Januari 1935).

Sebelum meninggalkan pelabuhan Belawan, Mochtar Lutfi meneriakan di atas geladak kapal, “Agama hanya disukai pemerintah jika dapat berfungsi untuk memabukkan massa. Sebaliknya, jika ia membawa massa untuk melawan kelas penguasa, mereka disingkirkan dari masyarakat dan jika mungkin dibunuh. Itu bukan hal baru. (*)


https://rm.id/baca-berita/nasional/134698/catatan-fikrul-hanif-sufyan-kisah-di-balik-didigoelkannya-mochtar-lutfi
 

Sumber: https://rm.id/baca-berita/nasional/134698/catatan-fikrul-hanif-sufyan-kisah-di-balik-didigoelkannya-mochtar-lutfi
Tokoh



Graph

Extracted

persons Hindia,
ministries KPK,
organizations API,
religions Islam,
topics haji,
nations Belanda, Indonesia, Mesir,
places Aceh, BENGKULU, KALIMANTAN UTARA, SUMATERA BARAT,
cities Jabodetabek, Jembatan Besi, Kairo, Mekah,
musicclubs APRIL,