Restorative Justice Perlu Didukung Undang-Undang

  • 26 Juli 2022 15:04:13
  • Views: 2

RM.id  Rakyat Merdeka - DPC Peradi Jakarta Barat (Jakbar) menegaskan perlunya Undang-Undang (UU) untuk memperkuat penerapan Restorative Justice yang saat ini tengah giat dilakukan berbagai lembaga penegak hukum. Baik Polri, Kejaksaan, dan Kehakiman, atau lembaga peradilan.

Hal itu disampaikan dalam webinar bertajuk, Mekanisme dan Strategi Penyelesaian Perkara Melalui Restorative Justice Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan dan Sistem Peradilan Pidana Terpadu (SPPT) di Indonesia, Selasa (26/7). 

Ketua DPC Peradi Jakbar Suhendra Asido Hutabarat menyampaikan, webinar itu merupakan salah satu wujud komitmen pihaknya untuk ‎meningkatkan kualitas para advokat di organisasi tersebut. 

Mereka antusias mengikuti webinar tersebut, ada lebih dari 500 peserta yang mengikuti, baik dari advokat Peradi, mahasiswa dan umum.

“Kami terus menerus melakukan pendidikan berkelanjutan, melakukan webinar, bahkan kita melaksanakan webinar internasional juga, melibatkan pemateri dari luar negeri, ujar Asido.

Sementara Ketua Bidang Kajian dan Perundang-Undangan DPN Peradi Nikolas Simanjuntak yang menjadi salah satu narasumber webinar tersebut menyampaikan, idealnya harus ada undang-undang untuk mendukung program Restorative Justice.

Berita Terkait : Tegas Antikorupsi, Ganjar Pranowo Didukung Ribuan Emak-emak Banten

Namun, akademisi, praktisi, dan penulis buku ini menilai membutuhkan waktu yang laman untuk membuat undang-undang.

Nikolas menjelaskan, saat ini Kitab UU Hukum Pidana (KUHP) belum mengatur soal restorative justice.‎ Namun, sudah dimasukan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP.

Di RUU KUHP sekarang, tujuan pemidanaan tidak ada tujuan untuk menghukum, tetapi untuk memasyarakatkan, untuk menyelesaikan rasa bersalah sehingga dia bisa kembali menjadi masyarakat yang baik, katanya.

Meskipun KUHP belum mengaturnya, namun penegak hukum, yakni Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan bisa melakukan restorative justice mengacu pada ketentuan UUD 1945 sebagai dasar dan dituangkan dalam ketentuan Peraturan Kapolri 2020 dan Peraturan Jaksa Agung.

Perkap ini bagian dari peraturan perundang-undangan karena dalam Pasal 8 bahwa pejabat yang berwenang sesuai dengan wewenang yang diberikan, berhak mengeluarkan peraturan. Di situ letaknya untuk melaksanakan UU HAM, UU Polri, ujarnya.

 

Ia melanjutkan, berdasarkan Pasal 8, 70, dan 71 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) bahwa tanggung jawab negara harus dilakukan oleh pemerintah.

Berita Terkait : Lakukan Rebranding, Jago Coffee Perluas Pasar Di Kalangan Muda

Artinya, kalau tidak dilakukan, salah. Restorative justice tadi dasarnya UU, Polisi wajib menjunjung HAM itu, kemudian UU HAM. Polisi jangan ragu-ragu melaksanakan restorative justice, tuturnya. 

Sedangkan Head of Business Law Department Binus University, Ahmad Sofian ‎menyampaikan, satu-satunya UU yang memberikan definisi yang kholistik tentang restorative justice ada di dalam UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yakni pada Pasal 1 angka 6.

Menurutnya, perlu UU yang lebih tegas karena jika restorative justice sudah dilakukan, keputusannya belum berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Polri menghentikan suatu kasus dengan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), sedangkan jaksa menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2).

SP3 polisi dan penghentian penuntutan bisa dipraperadilankan, tidak ada kepastian hukum, sehingga harus ada UU, ujarnya.

Kasubbid Sunluhkum Bidkum Polda Metro Jaya,‎ AKBP Adri Desas Furyanto yang hadir dalam webinar turut ‎menyampaikan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mencanangkan restorative justice. 

Berita Terkait : Kepala BPIP: Restorative Justice Penting Digalakkan Sesuai Dengan Prinsip Keadilan

Kapolri menyambutnya dengan menerbitkan Peraturan Polri (Perpol) Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif. Perpol tersebut mengatur syarat‎ umum dan khusus perkara yang bisa di-restorative justice.

“Jadi kalau sudah masuk kategori restorative justice, (penyidik) tidak melakukan restorative justice, selesai, (penyidik) ada sanksi kode etik, katanya.

 

Ketua Bidang Pendidikan Berkelanjutan dan Pengembangan Advokat Desnadya Anjani Putri, selaku moderator lantas memberi kesimpulan. 

Agar pelaksanaan restorative justice di Indonesia dapat terlaksana dengan baik, maka penegak hukum harus memiliki pengetahuan yang baik terkait upaya penyelesaian perkara melalui restorative justice.

Selain itu, kata dia, perlu adanya undang-undang khusus terkait restorative justice dengan mekanisme yang jelas, atau dibuat kesepakatan bersama antara penegak hukum, sehingga ada acuan yang jelas dalam penerapan restorative justice ini.

Selepas talkshow, Indah Puspitarini selaku pembawa acara kemudian memandu pemberian plakat dan cendramata dari DPC Peradi Jakbar oleh Asido kepada para narasumber, serta penyerahan buku yang ditulis Nikolas kepada peserta yang mengajukan pertanyaan terbaik. ■


https://rm.id/baca-berita/nasional/133963/restorative-justice-perlu-didukung-undangundang
 

Sumber: https://rm.id/baca-berita/nasional/133963/restorative-justice-perlu-didukung-undangundang
Tokoh





Graph

Extracted

persons Ganjar Pranowo, joko widodo,
companies ADA,
ministries BPIP, Jaksa Agung, Kejaksaan, Polda Metro Jaya, Polisi,
topics SP3,
products UUD 1945,
nations Indonesia,
places BANTEN, DKI Jakarta,
cases HAM,