MerahPutih.com - Pendaftaran hak cipta Citayam Fashion Week (CFW) ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM (DJKI Kemenkumham) terus menuai kritik.
Adapun dua pihak dari kalangan atas yang mendaftarkan CFW ke DJKI Kemenkumham itu yakni, Baim Wong melalui PT Tiger Wong Entertainment dan Indigo Aditya Nugroho.
Baca Juga
Polda Metro Jaya Minta 'Citayam Fashion Week' Digelar saat CFD
Jika itu langkah yang telah didialogkan secara terbuka dengan anak anak muda CFW mungkin itu bisa dipahami sebagai pergeseran dari aktivitas kebudayaan mengarah menjadi ruang bisnis, kata analis sosial dan politik Ubedilah Badrun, Selasa (26/7).
Menurut Ubed, fenomena 'orang kaya' yang berebut hak cipta suatu ekspresi dekonstruksi kebudayaan yang tumbuh secara organik di ruang publik juga bisa dipahami sebagai fenomena bekerjanya nalar borjuasi.
Logika ekonomi yang lebih kapitalistik sedang berjalan di CFW. Artinya ada semacam proses kapitalisasi, ujarnya.
Baca Juga
Usulan Lokasi Alternatif Citayam Fashion Week, Mulai Monas sampai Kota Tua
Kawasan Sudirman, kata Ubed, sebelumnya diklaim sebagai ruang publik para pekerja elite perkantoran Jakarta. Namun secara organik terjadi pergeseran menjadi ruang CFW dari anak-anak muda suburban yang relatif berasal dari masyarakat kelas bawah.
Kini dikapitalisasi sebagai produk dalam kaca mata sosio ekonomi, imbuhnya.
Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini berharap diskursus antara anak-anak suburban dengan kelas menengah atas perlu dilakukan secara sehat dan setara untuk mendiskusikan masa depan CFW dan kawasan Sudirman.
Sebab, kata Ubed, terminologi ruang publik itu sesungguhnya membuka ruang diskursus di antara mereka yang ada dan berkepentingan dengan CFW itu, termasuk dengan Pemprov DKI Jakarta.
Pada titik ini Citayam Fashion Week mulai kehilangan otentisitasnya, dari subkultur organik menjadi bagian dari kapitalisme kosmopolitan yang menguntungkan semua pihak khususnya kelas menengah atas, pungkasnya. (Pon)
Baca Juga