Kisah Bidan Sumila, Pernah Tenggelam Demi Tugas Mulia

  • 23 Juli 2022 12:43:59
  • Views: 5

KBRN, Ambon: Sumila Tehuayo, 48 tahun, bidan di Puskesmas Air Besar, Desa Batumerah, Kecamatan Sirimau, Ambon, membagikan kisah saat bertugas di Tehoru, sebuah kabupaten di Maluku Tengah. Kisah ini terjadi pada 1995. 

Kala itu, wilayah Tehoru belum ada kendaraan sepeda motor, apalagi mobil. Listrik juga belum maksimal. Untuk menjangkau dari satu desa ke desa lainnya, Sumila harus menempuhnya dengan berjalan kaki, kurang lebih 20 kilometer. 

Jika hari gelap, Sumila memanfaatkan daun kelapa kering sebagai alat penerang jalan. Mayang kelapa diikat segumpul lalu dibakar untuk dijadikan obor.

Bidan kelahiran 1974 itu tidak sendiri. Dia bersama beberapa teman sejawatnya. Mereka sebagian besar hanya berstatus Pegawai Tidak Tetap (PTT) di Dinas Kesehatan Maluku Tenggara.

Meski berjalan kaki, semangat bidan desa kala itu sangat luar biasa. Bukan uang yang diutamakan, namun kemanusiaan yang menjadi tujuan.

Waktu yang ditempuh untuk menuju desa yang paling jauh diperkirakan sekitar dua hingga tiga jam. Jika memulai perjalanan pukul 06:00 WIT, Sumila dan rekan-rekannya baru sampai pada pukul 08:00 WIT atau 09:00 WIT. 

Kerja ini dilakukan setiap hari hingga terhitung dua tahun selama bertugas di Tehoru. Tidak ada kata lelah. Bagi Sumila, pelayanan yang membuat masyarakat senang adalah kebanggaan tersendiri baginya. 

Ketinting untuk Bersalin

Suatu hari, Sumila dan rekan harus memberikan pelayanan kesehatan dan bersalin seorang ibu di Desa Laimu. Jaraknya cukup jauh, sehingga mereka harus menggunakan ketinting untuk mencapai desa tersebut.

Gelombang laut saat itu tak bersahabat. Tapi, tugas dan tanggung jawab harus dijalankan. Sumila dan beberapa rekannya menumpangi ketinting dengan ukuran cukup sederhana.

Dalam perjalanan, rombangan Sumila dihantam gelombang besar. Ketinting terbalik dan tenggelam. Beruntung, jarak mereka dengan bibir pantai hanya sekira 100 meter. 

Kami semua berenang menuju tepian pantai dan alhamdulilah semua selamat. Ini pengalaman yang tak akan beta lupakan. Demi memastikan pelayanan kesehatan terbaik bagi masyarakat serta menolong ibu bersalin, kami rela berhadapan dengan tantangan, meski nyawa jadi taruhan, kisah Sumila kepada RRI, Sabtu (23/07/2022).

Lantas tentangan terberat apa yang pernah dihadapi Sumila ketika menjadi seorang bidan? Ibu empat anak itu mengaku berhadapan dengan peristiwa retensio plasenta atau kondisi tidak keluarnya plasenta dalam 30 menit setelah melahirkan bayi.

Saya ini bidan baru. Lalu kemudian dihadapkan dengan peristiwa ini di desa yang jauh dari akses transportasi, saya takut bukan main. Tapi dengan tenang, bekerja sambil berdoa, semuanya berjalan lancar. Ibu dan bayi selamat, ucap Sumila sambil tersenyum mengingat momen mendebarkan itu. 

Masalah tersulit lainnya, ketika harus berhadapan dengan apa yang dilarang hukum. Sementara hati nuraninya tidak tega melihat manusia dalam kondisi demikian. 

Kala itu, Sumila mencoba menghalalkan pelayanan yang seharusnya hal itu tidak boleh dilakukan. Namun dia terpaksa melakukannya, karena tidak tahan hati melihat pasiennya dalam kondisi pendarahan parah. Pasien itu tidak punya BPJS Kesehatan, tetapi masih nekat dilayani.

Kepala saya berkecamuk. Memilih taat hukum, sementara hati ini tak tahan lihat seorang ibu seperti demikian. Makanya, meski berisiko, saya tetap membantu. Saya ketahuan dan ditegur waktu itu. Bahkan karir saya terancam, kata Sumila.

Pihak Puskesmas mengira saya dibayar. Tapi saya bilang, sungguh saya tidak terima satu sen rupiah pun. Itu betul-betul karena rasa kemanusiaan untuk membantu keselamatan ibu tersebut,  Sumila, menceritakan.

Dari kejadian itu dia langsung dituntut untuk tetap berpegang pada aturan. Makanya, meski kembali dihadapkan dengan kasus yang sama, dirinya diam saja. Padahal, hal seperti itu sangat mengetuk pintu nurani seorang manusia.

Dua tahun di Tehoru, pada 1998, Sumila dipindahkan ke Puskesmas Hila, Kecamatan Leihitu, Malteng. Dikatakan, selama jadi bidan di Hila, tak sesulit ketika berada di Tehoru kala itu.

Sumila menghabiskan tugasnya di Hila selama belasan tahun. Pada era 2000-an, Sumila tembus Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kota Ambon. Kini dia menjabat Koordinator Bidan Puskesmas Air Besar.

Kalau mau bilang lebih banyak suka atau duka untuk sampai di tahap ini, ya perbandingannya beda tipis aja. Karena saya salah satu orang yang benar-benar memahami betul, bahwa untuk mau menikmati rasa sukanya pasti melewati dukanya dulu, tuturnya.

Dia bilang, menyelamatkan pasien yang mengalami pendarahan dahsyat, itu sangat berkesan dan akan paling diingat setiap bidan. Sebab untuk masalah ini, hanya ada dua pilihan, terus hidup atau meninggal.

Kalau bisa menangani dengan baik, bisa menyelamatkan nyawa seorang ibu yang melalukan persalinan, itu ada kebahagiaan yang tiada tara, katanya.

Selama 27 tahun jadi bidan di Maluku, Sumila berharap pemerintah daerah bisa memperhatikan kesejahteraan bidan. Mereka pahlawan terdepan menjangkau desa dan pedalaman hanya untuk menyelamatkan ibu yang hendak melahirkan.

Selain itu, kelengkapan fasilitas dan peralatan bidan juga harus menjadi perhatian pemerintah, begitu pun dengan pengurusan hal-hal terkait dengan perizinan. 

Untuk para bidan di Maluku, tetap semangat bekerja. Setiap pekerjaan yang mulia, percayalah, pasti ada balasan terbaik di kemudian hari, ujar bidan Sumila.*


https://rri.co.id/daerah/1549488/kisah-bidan-sumila-pernah-tenggelam-demi-tugas-mulia?utm_source=news_main&utm_medium=internal_link&utm_campaign=General%20Campaign

Sumber: https://rri.co.id/daerah/1549488/kisah-bidan-sumila-pernah-tenggelam-demi-tugas-mulia?utm_source=news_main&utm_medium=internal_link&utm_campaign=General%20Campaign
Tokoh



Graph

Extracted

persons Mayang,
companies ADA,
ministries BPJS, Dinkes,
topics Listrik,
places MALUKU, rupiah,
cities Ambon,
transportations sepeda,