HEADLINE: Desakan Pembatalan Permenkominfo PSE Lingkup Privat, Persempit Ruang Ekspresi Digital?

  • 23 Juli 2022 01:10:19
  • Views: 4

UU

Semuel menjelaskan, aturan mengenai konten yang meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum itu bukan merupakan produk asli dari Permenkominfo 5 Tahun 2020, melainkan murni dari PP 71 tahun 2019 yang merupakan turunan UU ITE.

Dalam hal ini, Permenkominfo 5 Tahun 2020 hadir untuk memberikan batasan-batasan yang sebelumnya tidak dijelaskan dalam PP 71 tahun 2019. Ia mencontohkan, batasan itu juga berlaku untuk pasal mengenai hak akses terhadap data dan sistem.

Itu bukan konten dalam PM 5, aslinya dalam PP 71 tahun 2019, yang kemudian di PM 5 diberikan batasan, ujarnya. Salah satu batasan yang dimaksud adalah permintaan akses ke sistem itu harus melalui penilaian atau assestment lebih dulu, dan bisa ditolak kalau dinyatakan tidak diperlukan.

Lalu, akses terhadap data dan sistem itu dilakukan ketika data yang diminta tidak mencukupi untuk kepentingan hukum dan pengawasan. Karenanya, apabila mencukupi, tidak perlu ada akses data dan sistem.

Meskipun demikian, kami dari Kemkominfo punya komitmen untuk melakukan revisi, memperbaiki atau mengurangi kemungkinan adanya salah tafsir atau penyalahgunaan dalam pasal-pasal yang kami siapkan. Dan, itu sudah masuk dalam agenda untuk melakukan penyesuaian, tutur Teguh.

Terkait kekhawatiran pendaftaran PSE Privat ini, Kemkominfo juga mengatakan, kewajiban pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) tidak bertujuan untuk mengendalikan platform.

Kalau dikaitkan dengan pengendalian ini lain lagi, ini benar-benar pendataan. Pengendalian sudah ada aturannya, kata Semuel.

Semuel mengatakan, pendaftaran PSE ini dilakukan agar pemerintah mengetahui siapa saja platform digital yang beroperasi secara digital di Indonesia.

Saya rasa ini bukan hanya Indonesia, semua negara punya metodenya masing-masing dan kita modelnya adalah pendaftaran. Jadi saya rasa tidak ada kaitannya (dengan pengendalian), karena ini benar-benar tentang pendataan, katanya. 

Terkait permintaan untuk mengakses sistem, Kemkominfo mengklaim, hal ini dilakukan apabila ada kejahatan yang memang dilakukan oleh pihak perusahaan itu sendiri.

Binomo, DNA Robot contohnya. Aparat harus bisa masuk ke sistemnya, karena secara sistem mereka melakukan kejahatan. Atau kalau ada fintech yang nakal, tiba-tiba uang pelanggan hilang sedikit-sedikit, kata Semuel.

Sementara terkait konten, Semuel menegaskan sudah ada aturan soal ini. Menurutnya, platform juga sudah memiliki tata kelola dalam hal ini. Kemkominfo pun juga tidak sembarang melakukan pemblokiran.

Terkait konten yang mengganggu ketertiban umum, contohnya tentang agama, kan sampai ramai juga. Setelah kejadiannya baru kita minta 'tolong disetop' karena sudah mengganggu, kata Semuel.

Tidak mungkin kita melakukan sebelumnya. Harus benar-benar terjadi kehebohan di masyarakat, dan salah satu untuk meredam adalah melakukan pemblokiran (konten). Bukan kita tidak ada apa-apa minta di-takedown, tegas Semuel.


https://www.liputan6.com/tekno/read/5020848/headline-desakan-pembatalan-permenkominfo-pse-lingkup-privat-persempit-ruang-ekspresi-digital

Sumber: https://www.liputan6.com/tekno/read/5020848/headline-desakan-pembatalan-permenkominfo-pse-lingkup-privat-persempit-ruang-ekspresi-digital
Tokoh

Graph

Extracted

companies ADA,
products fintech, UU ITE,
nations Indonesia,