MTI Minta Pemerintah Tinjau Ulang Syarat Booster Transportasi Publik Massal

  • 19 Juli 2022 13:14:52
  • Views: 9

TIMESINDONESIA, SIDOARJO – Ketua Harian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Bambang Haryo Soekartono mengkritisi kebijakan pemerintah yang mewajibkan syarat booster bagi para pengguna transportasi publik, sebagaimana merujuk SE Satgas Covid-19 Nomor 21 dan 22 Tahun 2022. Menurutnya, kebijakan tersebut sangat tidak tepat ditengah geliat pemulihan ekonomi Nasional. 

Menurut BHS, sapaannya, pengguna transportasi publik massal di Indonesia jumlahnya masih minim bila dibandingkan dengan transportasi online dan pribadi. Persentase pengguna transportasi publik massal hanya sekitar 12 persen dari total yang menggunakan transportasi publik tidak massal dan transportasi pribadi, sehingga bila ini diterapkan tidak akan berdampak terhadap kekebalan komunal (herd immunity).

Bahkan dampaknya pada perpindahan dari transportasi publik beralih ke transportasi pribadi dan berdampak macet/traffic jam, serta peningkatan kecelakaan di jalan raya, kata BHS, Selasa (19/7/2022).

Lebih jauh anggota DPR RI periode 2014-2019 mengungkapkan dari sisi pemborosan, kebutuhan ekonomi masyarakat menjadi bertambah dan seharusnya pemerintah paham dengan adanya masyarakat menggunakan transportasi pribadi, maka perpindahan atau pergerakan masyarakat semakin sulit dipantau dan dikendalikan oleh pemerintah.

Seharusnya, kata BHS, sebelum mengeluarkan kebijakan, pemerintah perlu melakukan kajian dan penelitian terlebih dahulu. Hal itu dapat dibuktikan bahwa booster bukan segala-galanya untuk mencegah covid-19. 

Terbukti, lanjut dia, di Indonesia yang mempunyai booster sampai dengan saat ini hanya 19 persen dari total penduduk 267 juta jiwa pertambahan kasus sampai dengan tanggal 12 Juli 2022 adalah 3.361 kasus per hari. Sedangkan Taiwan yang sudah booster 73 persen dari total penduduk 23 juta jiwa mendapat tambahan kasus sebesar 28.972 kasus per hari,

Singapura yang sudah booster 74 persen dari 5 juta jiwa penduduk saat ini ada tambahan kasus sebesar 5.974 kasus per hari, ujar Bambang Haryo.

Masih menurut BHS, jika di India vaksin boosternya baru 3 persen dari total penduduk 1,38 milyar jiwa, pertambahan kasus per hari hanya 13.000 kasus, sedangkan Jerman yang boosternya sudah 69 persen dari total penduduk 83 juta jiwa, jumlah pertambahan kasus sebesar 127.000 perhari.

Demikian bila di Indonesia, DKI Jakarta  vaksin 1 dan 2 mendekati 100 persen, booster sudah lebih dari 40 persen dari jumlah penduduk 10,56 juta jiwa penambahan kasus sebesar 3.584 per hari, sedangkan Provinsi Aceh dossis kedua masih 29 persen dan booster mendekati 0 persen dari jumlah penduduk 5,27 juta jiwa pertambahan kasus 0, paparnya

Alumnus ITS Surabaya itu menambahkan, hampir seluruh negara di dunia tidak membutuhkan lagi sertifikat vaksin sebagai persyaratan menggunakan transportasi publik massal dalam negeri. Sebagai contoh di Jepang bahkan yang tidak vaksin pun bisa menggunakan transportasi publik dengan tidak ada diskriminasi antara masyarakat yang bervaksin maupun yang tidak bervaksin. Di dua negara, yakni Australia dan Jepang vaksin tidak menjadi kewajiban.

Saya yakin Menteri Perhubungan mengetahui itu karena baru satu bulan yang lalu berkunjung ke Jepang, termasuk saya sendiri. Ada lagi di Australia juga tidak menggunakan sertifikat vaksin untuk naik transportasi publik massal dan bahkan pada tanggal 19 Juli 2022 Pemerintah Australia membebaskan Turis masuk tanpa sertifikat vaksin (bebas sertifikat vaksin), tuturnya.

Masih menurut anggota Dewan Pakar DPP Partai Gerindra itu, jumlah negara yang menerapkan wajib vaksinasi hanya sedikit. Hanya empat negara dari 195 negara yaitu Indonesia, Ekuador, Tajikistan dan Turkmenistan. Bahkan di Jerman, sempat ada wacana akan diterapkannya wajib vaksin, namun karena banyak masyarakat yang mengeluh dan menolak, akhirnya wacana itu dibatalkan Pemerintah Jerman.  

Menurut BHS, masyarakat Indonesia sangat membutuhkan angkutan publik darat, laut dan udara yang kuat karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai jumlah penduduk yang besar. Maka dari itu, kata BHS, seyogyanya kebijakan persyaratan booster di transportasi publik ditinjau ulang atau dicabut. Jika penerapan penggunaan sertifikat booster diterapkan pada transportasi publik massal oleh pemerintah tentunya bisa menghancurkan transportasi publik massal dan ekonomi masyarakat.

Seharusnya pemerintah tidak menambahkan beban lagi kepada masyarakat dan pelaku usaha transportasi yang baru membangun ekonominya dari kehancuran akibat kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan aturan Covid-19, kata Bambang Haryo Soekartono, Ketua Harian MTI. (*)

**) Dapatkan update informasi pilihan setiap hari dari TIMES Indonesia dengan bergabung di Grup Telegram TI Update. Caranya, klik link ini dan join. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi Telegram di HP.


https://www.timesindonesia.co.id/read/news/419251/mti-minta-pemerintah-tinjau-ulang-syarat-booster-transportasi-publik-massal

Sumber: https://www.timesindonesia.co.id/read/news/419251/mti-minta-pemerintah-tinjau-ulang-syarat-booster-transportasi-publik-massal
Tokoh



Graph

Extracted

persons Bambang Haryo Soekartono,
companies ADA, Google, Telegram,
ministries DPR RI,
organizations MTI,
parties Gerindra,
topics herd immunity, Pemulihan Ekonomi Nasional,
events vaksinasi,
products vaksin,
nations Australia, Ekuador, Indonesia, Jepang, Jerman, Singapura, Taiwan, Tajikistan, Turkmenistan,
places Aceh, JAWA TIMUR,
cities Sidoarjo, Surabaya,
cases covid-19, kecelakaan,