Potret Kesadaran Keluarga terhadap Kesehatan Mental

  • 14 Juli 2022 03:16:30
  • Views: 5

TIMESINDONESIA, PONTIANAK – Bagaimana mungkin kesehatan anak bisa terjamin ketika konflik dan kekerasan dipertontonkan secara bebas setiap harinya?

Faktanya, sebanyak 544.452 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) atau ranah personal telah terjadi sepanjang 2004-2021. Data ini belum mencakup keadaan dimana anak yang menjadi korban langsung dari kekerasan itu sendiri. Hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (2021) mengungkapkan tiga dari 10 anak laki-laki dan empat dari 10 anak perempuan di usia 13-17 tahun pernah mengalami satu jenis kekerasan atau lebih di sepanjang hidupnya. Mengerikannya, kekerasan ini bukan hanya menyakiti anak Indonesia secara fisik, namun juga mencoba membunuh kesehatan mental dan sosial mereka. Data Potensi Desa Badan Pusat Statistik (2021) mencatat sebanyak 5.787 korban telah melakukan bunuh diri maupun percobaan bunuh diri. Data ini menunjukkan keluarga Indonesia darurat kesehatan jiwa!

Kesadaran Pentingnya Merawat Kesehatan Mental

Kesehatan jiwa merupakan kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.

Jika yang terjadi malah sebaliknya, maka perlu dicurigai kemungkinan individu mengalami gangguan jiwa (mental). Sejak pertama kali gangguan mental terdeteksi, maka harus segera ditindaklanjuti dengan proses penyembuhan. Tidak boleh dianggap hal sepele dan dibiarkan, akibatnya bisa sangat fatal dan berakhir kematian. 

Proses penyembuhan disini bukan membawa penderita gangguan mental ke dukun atau menjumpai para tokoh agama. Ini merupakan pemikiran konservatif masyarakat akibat kentalnya nuansa kepercayaan terhadap dunia magis pada masa silam. Pemikiran ini menghadirkan stigma bahwa penderita gangguan mental dianggap jahat dan dikutuk karena perbuatan jahatnya. Hal ini yang mengakibatkan stigma bahwa penderita gangguan mental adalah aib masih melekat erat. Butuh keterlibatan seluruh pihak dalam membangun kesadaran soal pentingnya merawat kesehatan mental, terutama dari keluarga. 

Konkretisasi Kesadaran Keluarga terhadap Kesehatan Mental

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Esensi dari keluarga adalah eksistensi ikatan lahir-batin antara anggota-anggotanya. Setiap anggota keluarga harus menjalin relasi lahir-batin yang baik satu sama lain untuk mengalami pertumbuhan (growth). Kontan, kebahagiaan bakal ditemukan di tengah pertumbuhan yang positif. Meski potret realita saat ini adalah keterbalikannya, yakni sistem keluarga yang tidak sehat dan mengandung cacat. Namun, semua itu masih bisa diobati dengan komitmen keluarga untuk bertumbuh. Pertumbuhan akan mewujudkan sistem keluarga yang sehat. 

Dalam sistem keluarga yang sehat, setiap anggota keluarga akan selalu berusaha menjaga komunikasi dan mengalokasikan waktunya untuk family time. Seperti orang tua yang menghidangkan makanan bergizi untuk memastikan anak-anaknya sehat secara jasmani; dalam aspek kesehatan jiwa, orang tua mesti menentukan pola asuh yang tepat. Sebuah studi menemukan adanya hubungan antara pola asuh yang dilaksanakan dengan kesehatan mental anak. Orang tua perlu terlibat aktif dalam membangun komunikasi, mengisi kehidupan rumah tangga dengan penuh cinta sehingga berdampak baik terhadap kesehatan mental keluarga. Tidak ada kekerasan dalam rumah tangga. Keharmonisan selalu diutamakan dengan tetap berpijak pada nilai, norma, dan aturan. 

Apabila ada anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa, keluarga tidak merasa malu untuk membawanya berkonsultasi dan berobat. Apalagi, kesehatan mental juga adalah bagian dari hak asasi manusia (HAM). Negara pun sebenarnya juga telah berkontribusi mewujudkan HAM tersebut melalui BPJS Kesehatan yang menawarkan jaminan pelayanan kesehatan untuk orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). 

Meski dukungan pemerintah terhadap kesehatan mental barangkali dirasa belum memadai dan maksimal, namun konkretisasi kesadaran dan kepedulian keluarga terkait pentingnya menjaga kesehatan mental harus terus diupayakan secara konstan dan evaluatif. Membangun sistem keluarga dan keturunan yang sehat adalah kontribusi awal meminimalkan gejala gangguan jiwa dalam masyarakat.

Kalimat “Keluarga Sehat, Indonesia Kuat pun akhirnya bukan sekadar tagline, namun potret realita Indonesia suatu saat.

***

*) Oleh: Jessica Cornelia Ivanny, Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Universitas Tanjungpura.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: opini@timesindonesia.co.id

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Dapatkan update informasi pilihan setiap hari dari TIMES Indonesia dengan bergabung di Grup Telegram TI Update. Caranya, klik link ini dan join. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi Telegram di HP.


https://www.timesindonesia.co.id/read/news/418480/potret-kesadaran-keluarga-terhadap-kesehatan-mental

Sumber: https://www.timesindonesia.co.id/read/news/418480/potret-kesadaran-keluarga-terhadap-kesehatan-mental
Tokoh

Graph

Extracted

companies ADA, Google, Telegram,
ministries BPJS, BPS,
topics kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),
nations Indonesia,
places KALIMANTAN BARAT,
cities Pontianak,
cases HAM,