Pembentukan DOB Papua Rawan Konflik

  • 09 Juli 2022 07:02:46
  • Views: 4

RM.id  Rakyat Merdeka - Pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) di wilayah Papua harus menghargai dan menghormati Wilayah Adat (WA) yang telah mengkristal. Sebagai contoh, wilayah adat Bombaray di Papua Barat, yang terdiri Kab Bintuni, Kab Womdama, Kab Fakfak, Kab Kaimana memiliki kristalisasi nilai adat yang membentuk sikap prilaku suku di daerah  yang toleran, moderat, sopan/santun, ramah dan tidak brutal.

Tanah Papua kurang lebih terdiri dari 365 suku anak bangsa yang tersebar di Wilayah Adat Tanah Papua, karena adanya hubungan historis dan kesamaan kultural, adanya kesatuan teritorial secara geografis dalam kehidupan masyarakat adat, adanya hubungan geologis yang melahirkan hubungan sosial dan kekerabatan.

Hal  serupa pun terdapat di suku suku lain di Tanah Papua. Dari interaksi sosial dan kontak budaya  antar entitas kultural tersebut, dalam teritorialnya yang utuh, maka lahirlah Wilayah Adat di Tanah Papua, seperti Wilayah adat Mamta/Tabi, Meepago, Lapago, Ah nim, Sairere, Doberay dan Bomberay, dan Wilayah Adat tersebut harus dihormati, dihargai sbg suatu nilai dan jati diri suku bangsa sekaligus khasana budaya bangsa Indonesia,. 

Karekteristik khusus budaya suku di Jaxzirah Onin terbentuk secara alami oleh kondisi geografi dan topografi Wilayah Adat Bombaray dan sangat sulit dan tidak harmonis jika disatukan dengan Wilayah Adat lain. Yang menjadi masalah baru timbul dengan Penetapan DOB Provinsi Papua Barat daya di dorong Raya, memakai nama wilayah adat Bombaray menjadi wilayah adatnya DOB PBD adalah satu kekeliruan yang dibuat oleh Komisi II DPR, dan fatal akibatnya nanti.

Berita Terkait : Ketua MPR Safari Politik Nih

DOB PDB, Sorong Raya itu masuk wilayah adat Dobaray dengan Manokwari Raya, bukan wilayah adat Bombaray yang terdiri dari 4 Kabupaten, yaitu, Bintuni, Wondama,Fakfak dan Kaimana. Hal ini bisa memacu negara dan Komisi II DPR dan fraksi fraksi lakukan mismanajemen   yang berpotensi konflik horizontal dan vertikal. Meninjau kondisi obyektif yang fenomental akhir akhir ini dengan semaraknya DOB, nampaknya kurangnya atensi Pemerintah dan DPR terhadap  pemekaran DOB berbasis Wilayah Adat.

Arogansi pusat yang tidak berbasis Wilayah Adat merupakan proses manajemen yang Imoral, Amoral dan Antagonis. Sangat berbahaya karena Wilayah Adat akan menjadi pudar dan sirna.  .  

Nampaknya, Jakarta tidak mau tau dengan tujuh Wilayah Adat, terbukti bahwa di WA Mamta/Tabi akan ada 2 Provinsi, yaitu Provinsi Papua yang beribukota di Jayapura dan Provinsi Tanah Tabi yang ibu kota di Mambramo Raya. Begitu pula di Wilayah Adat Doberay di Papua Barat akan ada 2 Provinsi dalam satu wilayah adat, yaitu Provinsi Papua Barat  ibu Kota Manokwari dan Provinsi Papua Barat Daya Ibu  Kota Sorong. 

Begitu pula di Kabupaten Pegunungan Bintang juga tidak mau bergabung dalam Provinsi Pegunungan Tengah  Ibu Kota di Wamena dan mereka tetap ingin menjadi bagian dari Provinsi Papua, dengan berbagai dalil dan alasan, seperti orbitasi yang jauh ke Wamena dari Kab Peg Bintang perbedaan kultur dll dan menawarkan tiga  opsi kepada Pemerintah Pusat. Pertama, harus berprovinsi tersendiri. Kedua, dikembalikan ke Provinsi Induk (Prov. Papua). Ketiga, Memilih bergabung dengan  Negara Tetangga (PNG).

Berita Terkait : Cari Pekerjaan Pake Papan Iklan

Untuk Nabire, telah dikemukakan 6 tokoh adat Pemilik Hak Ulayat Nabire Wilayah Adat Saireri II dalam deklarasi menolak dengan tegas Ibu Kota Papua Tengah di Nabire dan menyetujui Ibu Kota di Mimika Kab Timika. Selanjutnya, menyatakan juga tidak akan bergabung dengan Provinis Saireri kelak dan ingin tetap bergabung dengan Provinsi Induk (Papua). Untuk Provinsi Papua Barat Daya, di Sorong Raya adalah Wilayah adatnya Dobaray, tapi menggunakan  Nama wilayah adat Bombaray untuk dimekarkan jadi Propinsi Barat Daya, ini yang harus diluruskan oleh Mendagri, dan Komisi II DPR-RI.

Tinjauan Antropologi politik memperlihatkan bahwa 7 Wilayah Adat mengalami degradasi eksistensi jati diri sebagai akibat berbagai bahan kebijakan yang tidak berbasis Wilayah Adat.  

Discresi Button up dan Top down yang tidak berbasis Wilah Adat. Ini pertanda bahwa tidak ada lagi penghormatan terhadap budaya, adat istiadat, identitas  orang Papua Ruh Adat dan Budaya Papua secara evolusi dan revolusi akan jadi cerita tanpa makna. Disinilah letak proses politik yang mengantarkan manusia Papua dalam Wilayah Adatnya menuju pada Jati Diri yang Pudar dan Siirna.

Untuk menghindari fenomena  politik ini, maka Komisi II melalui badan Pansus DOB mengkaji ulang untuk menghindari potensi konflik yang sangat besar serta bangun komunikasi dan dialog bersama tokoh masyarakat adat Papua. Kemendagri dan Komisi II DPR untuk menata kembali kebijakan pembentukan DOB sesuai Wilayah Adat. Jika tidak potensi konflik lebih besar akan muncul.

Berita Terkait : Kemendagri Pastikan RUU Pemekaran Papua Berikan Ruang Afirmasi OAP

Penulis: Inya Bay SE.MM
Mantan Anggota DPR Asal Papua  

 


https://rm.id/baca-berita/nasional/131775/pembentukan-dob-papua-rawan-konflik
 

Sumber: https://rm.id/baca-berita/nasional/131775/pembentukan-dob-papua-rawan-konflik
Tokoh

Graph