POJOKSATU.id, JAKARTA – Gubernur Anies Baswedan ditantang buka-bukaan data kerja sama dengan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Itu setelah ramai dugaan penyelewengan dana umat di ACT.
Untuk diketahui, Pemprov DKI Jakarta diketahui beberapa kali bekerja sama dengan Aksi Cepat Tanggap (ACT) mengumpulkan dan menyalurkan donasi.
Salah satunya dalam pembagian bansos selama masa pandemi Covid-19 dalam program Kolaborasi Sosial Berskala Besar (KSBB) hingga penyaluran hewan kurban.
Terkuaknya dugaan penyelewengan dana umat ACT ini harus jadi momentum bagi Anies Baswedan dan anak buahnya membuka data kerja sama dengan ACT.
Demikian disampaikan anggota Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta Idris Ahmad kepada JPNN.com sebagaimana dikutip PojokSatu.id, Rabu (6/7/2022).
“Jadikan momentum untuk membuka seterang-terangnya. Selama ini banyak yang bertanya bagaimana pola kolaborasi pihak ketiga dengan Pemprov DKI, ujar Idris Ahmad.
Idris khawatir, kasus dugaan penyelewengan dana umat ACT ini malah akan merusak pola kolaborasi Pemprov DKI Jakarta dengan pihak ketiga.
Apalagi, Aksi Cepat Tanggap (ACT) ternyata memotong donasi dari masyarakat sampai 13,7 persen dari total yang dikumpulkan.
Pemotongan tersebut dilakukan untuk biaya operasional ACT.
“Jika benar biaya operasional sangat besar bahkan tak wajar, jadikan catatan. Bila perlu masukan ke dalam daftar hitam kerja sama, kata dia.
Di sisi lain, masyarakat DKI Jakarta juga berhak tahu seluruh anggaran yang terkumpul dan berbagai program yang telah berjalan kerja sama Pemprov DKI Jakarta dan ACT.
“Biarkan publik menilai karena sesungguhnya dana APBD hingga dana donasi adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan, tandas Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta ini.
BACA: Resmi, Kemensos RI Cabut Izin Aksi Cepat Tanggap ACT, Fakta Pelanggaran Terungkap
Sebelumnya, Kementerian Sosial RI resmi mencabut Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) Aksi Cepat Tanggap (ACT), per hari ini, Rabu (6/7/2022).
Pencabutan izin Aksi Cepat Tanggap itu tertuang dalam Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap.
Surat keputusan tersebut ditandatangani langsung Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi.
Pencabutan izin ACT itu didasarkan atas temuan indikasi pelanggaran Peraturan Menteri Sosial.
Akan tetapi, dipastikan akan ada sanksi lebih lanjut yang saat ini masih menunggu pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal.
BACA: Mahfud MD Ngaku Pernah Endorse ACT : Waktu Itu ACT Masih Murni untuk Kemanusiaan
Berdasarkan hasil klarifikasi, Presiden ACT lbnu Khajar mengklaim hanya menggunakan rata-rata 13,7 pesen dari dana hasil pengumpulan uang atau barang dari masyarakat sebagai dana operasional yayasan.
Angka 13,7 pesen tersebut tidak sesuai dengan ketentuan batasan maksimal 10 persen. (ruh/pojoksatu)