HEADLINE: Polri Bentuk Satgas Nusantara Cegah Polarisasi Pemilu 2024, Urgensinya?

  • 21 Juni 2022 02:49:01
  • Views: 8

Liputan6.com, Jakarta - Rencana pembentukan Satgas Nusantara oleh Polri untuk mencegah polarisasi pada Pemilu 2024, mendapat tanggapan pro dan kontra. Satgas itu dinilai tidak perlu lantaran momen pesta demokrasi tersebut memang wajar terjadinya polarisasi.

Menurut Peneliti Madya Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Sarah Nuraini Siregar, momen-momen pemilu sangat wajar terjadinya polarisasi. Dalam kontestasi politik ini, akan muncul pro dan kotra dan kelompok yang beda dukungan. 

Saya lihat dari konteks dibentuknya Satgas Nusantara ini, baru pertama kali dalam pemilu kita sejak era reformasi, ujar dia kepada Liputan6.com, Senin (20/6/2022).

Kandidat Doktor Ilmu Politik UI ini berpandangan, isu tentang polarisasi menjadi stigma yang tidak baik pada penyelenggaraan Pemilu 2024. Padahal aksi dukung mendukung dan pro kontra dalam pesta demokrasi adalah hal yang lumrah terjadi.

Kesannya pemilu kita itu seakan akan berujung pada suatu yang mengerikan dan menakutkan. Dan penekanannya adalah apakah polarisasi dalam kontestasi pemilu itu ujungnya akan selalu gangguan keamanan, konflik yang berdarah-darah atau pecah? Kan belum tentu juga, ujarnya.

Ia menyadari pengalaman Pemilu 2019 lalu memang membuat Polri mengambil langkah preventif dalam menanganinya. Namun kala itu potensi gangguan keamanan yang paling diantisipasi adalah tersebarnya berita hoaks secara masif.

Kenapa itu menjadi concern polisi, karena tingkat penyebarannya sangat masif. Bisa melalui media sosial. Kalau seperti itu, silakan saja polisi bertugas mengantisipasi hoaks. Itu bagian dari tugas dan tanggung jawab kepolisian, ujarnya.

Namun dalam perangkat kerjanya, polisi juga memiliki SDM khusus yang menangani persoalan itu. Karena itu, dia menegaskan tak ada urgensinya pembentukan Satgas Nusantara tersebut.

Seingat saya di 2019 itu mereka punya mekanisme cyber patrol, kenapa tidak memberdayakan saja. Saya kurang paham juga apa urgensi dari dibentuknya satgas Nusantara, terang dia.

Satgas Nusantara ini, lanjutnya, terkesan di-branding sedemikian rupa. Padahal, harusnya persoalan ini diselesaikan pada hulunya, yaitu Presidential Threshold 20 persen yang melahirkan dua kubu berhadapan secara langsung.

Kalau kita mau fair, polarisasi itu terjadi karena persaingan dua capres secara head to head. Nah pada 2024, kita belum mengetahui kontestasi antarcapresnya seperti apa, jelas Sarah.

Konteks-konteks seperti itu harus dipertimbangkan juga oleh polisi. Jangan langsung melihat 2024 brandingnya adalah polarisasi karena 2019 pernah terjadi seperti itu, ya nggak juga, dia mengimbuhkan.

Sebaiknya polisi mengkampanyekan kepada masyarakat tentang pemilu sehat dan aman. Sehingga pemilu 2024 bisa berjalan sesuai harapan.

Kita ingin berada positif area, yang harus ditanamkan kepada kita semua adalah bahwa pemilu adalah pesta demokrasi, yang dinantikan masyarakat yang punya hak suara. Itu harusnya diedukasi bukan persoalan polarisasi, bentrokan, gangguan keamanan, jelasnya.

Dalam tugasnya, Polri harus tetap berada dalam area yang mencakup tiga hal. Yaitu sebagai penegak hukum, penjaga keamanan di dalam negeri, dan pelayanan masyarakat.

Polisi punya tanggung jawab mencegah terjadinya potensi itu. Tapi jangan lupa, polisi kan punya intelijen, Binmas. Saya juga bingung, Satgas Nusantara itu di dalamnya siapa saja, intelijen kah, anggota Binmas kah. Lalu buat apa ada Satgas Nusantara, terang Sarah.

Ia pun mengkritisi tugas Satgas Nusantara Pemilu 2024 terkait dengan sosialisasi dan literasi pemilu. Menurutnya, dua hal tersebut bukanlah menjadi ranah dari kepolisian. Ini memang tugas pokoknya polisi? tanya Sarah.

Meski demikian, ia tetap mendukung tugas kepolisian secara umum. Yaitu tentang penegakan hukum di dalam negeri.

Ini juga bisa berarti macam-macam, juga punya fungsi preventif. untuk mencegah itu polisi bisa mengoptimalkan intelijennya. Jadi konteks Satgas Nusantara ini menurut saya sampai detik ini belum melihat urgensinya, kenapa harus ada branding itu. Sementara di dalam kesatuan polisi sudah ada tugas-tugas melekat itu. Di luar tugas sosialisasi serta meningkatkan literasi, buat saya ini bukan tugas pokok polisi, jelas Sarah.

Karena itu, ia berharap semua stakeholder penyelenggaraan Pemilu terus memberikan edukasi kepada masyarakat. Agar dalam Pemilu 2024, dapat melahirkan pemilih yang cerdas dan jauh dari kejadian yang tidak diinginkan

Dalam edukasi, ada peran parpol sebagai peserta pemilu, tim kampanye, terutama KPU punya tanggung jawab, tidak hanya pemilu lancar, tapi juga mendorong masyarakat melakukan edukasi yang mencerdaskan pemilih, ujar dia. 

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sepakat agar masa kampanye pada Pemilu 2024 dipersingkat menjadi 90 hari. Mereka menilai, hal ini dilakukan agar kampanye lebih efisien dan tidak menimbulkan gesekan di masyarakat yang ber...

Sementara itu Peneliti ahli utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro menilai situasi politik sekarang jauh lebih cair dan terbuka sehingga isu dikotomis seperti radikal, non-radikal, dan semacamnya tak bakal lagi laku pada Pemilu 2024. Karenanya, hal-hal seperti itu tidak perlu dilakukan pada Pilpres 2024.

Mereka (para elite politik) sudah sadar sampai keluar bahasa bahwa dirinya tidak mau didikte lembaga survei. Dibanding pemilu sebelumnya, nuansa membangun koalisi lebih kelihatan meskipun belum terlihat di PDIP, ujar dia kepada Liputan6.com, Senin (20/6/2022).

Polarisasi pada Pemilu 2024, menurut dia, sudah surut. Karena yang menyebabkan pasang tersebut tidak muncul. Partai melalui elite tokohnya sudah menyadari bahwa Indonesia butuh dikelola secara benar.

Mereka melihat kompetisinya akan setara. Lebih cair maksud saya itu berusaha lakukan komunikasi, sinergi itu jauh lebih bagus ketimbang 2019 yang gerombol, kata dia.

Isu polarisasi yang muncul pada 2019 lalu, menurutnya, muncul seiring adanya calon yang bisa 'digoreng' ke dalam persoalan SARA. Karena memang kala itu, tidak ada yang dijual.

Isu (SARA) itu muncul seiring memang ada calon yang bisa ditarik untuk menjual isu sara, katanya.

Semetara itu Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai, langkah Polri membentuk Satgas Nusantara tidak masalah. Sepanjang yang dilakukan masuk dalam kerangka tugas fungsi pokok Polri.

Fickar membeberkan tiga tugas Polri yang harus dipegang dengan tidak keluar dari kualifikasinya. Yaitu sebagai penegak hukum, penjaga keamanan dalam negeri, dan pelayan masyarakat.

Sepanjang tiga itu masuk kualifikasi, itu tidak masalah. Memang itu tugasnya, kata dia.

Namun demikian, dia menilai Polri tak perlu membuat Satgas Nusantara Pemilu 2024. Karena memang tugas Polri adalah menjadi penegak hukum.

Tugas Polri adalah menjadi penegak hukum di bidang pelanggaran Pemilu. Umpamanya ada pemalsuan surat suara, kampanye tidak pada waktunya, money politic, itu urusan polisi, ucap dia.

Juga pemberantasan hoaks dan ujaran kebencian. Dia menilai, jika polisi menemukan unsur pidananya, harus diproses secara hukum. Hoaks dan ujaran kebencian bisa diproses, ujar Fickar.

Namun demikian, dia menilai Polri sebaiknya tidak perlu membentuk satgas. Karena pengamanan Pemilu memang bagian dari tugas kepolisian.

Ya sebenarnya, polisi tidak usah buat satgas macam macam, karena memang itu sudah tugasnya (pengamanan), tegas dia.

 


https://www.liputan6.com/news/read/4991286/headline-polri-bentuk-satgas-nusantara-cegah-polarisasi-pemilu-2024-urgensinya

Sumber: https://www.liputan6.com/news/read/4991286/headline-polri-bentuk-satgas-nusantara-cegah-polarisasi-pemilu-2024-urgensinya
Tokoh







Graph

Extracted

persons Abdul Fickar Hadjar, joko widodo, Siti Zuhro,
companies ADA,
ministries BRIN, KPU, Polisi,
institutions Universitas Trisakti,
parties PDIP,
topics Pemilu 2024, Pilpres 2024,
events Pemilu 2019,
products Presidential threshold,
nations Indonesia,
places DKI Jakarta,