Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mencermati sejumlah risiko yang akan dihadapi dalam strategi pembiayaan melalui penerbitan surat berharga  negara (SBN) pada 2023 mendatang.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman menyebut, terdapat dua risiko utama yang akan dihadapi. Yakni, normalisasi kebijakan moneter The Fed yang akan berdampak pada naiknya suku bunga.

Serta, geopolitik yang masih terjadi antara Rusia dan ukraina sehingga menyebabkan harga komoditas meningkat dan secara otomatis mengkerek inflasi yang memang sudah tinggi.

“Sehingga risiko tersebut akan berpengaruh pada pasar SBN dari segi yield dan demand, tutu Luky saat melakukan rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (15/6).

Baca Juga: Wamenkeu: Stabilitas Sektor Keuangan Jadi Salah Satu Kunci Pemulihan Ekonomi

Luky juga mengatakan, terdapat pula risiko dari sisi fiskal yakni adanya kenaikan bunga utang, kemudian kebutuhan belanja wajib yang kian tinggi yaitu belanja pendidikan, kesehatan dan subsidi.

Ia menambahkan, dukungan Bank Indonesia (BI) melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) juga akan berakhir di 2023, sehingga pemerintah memerlukan strategi untuk mengatasi risiko-risiko yang akan terjadi pada tahun depan.

Strategi pengelolaan SBN tersebut diantaranya, dengan mobilisasi pendapatan, melakukan belanja yang lebih baik dan dengan mengendalikan defisit menuju konnsolidasi fiskal.

Adapun, strategi pengelolaan penerbitan SBN pada tahun depan antara lain optimalisasi pembiayaan non utang dengan melakukan pemanfaatan Sisa Anggaran Lebih (SAL). Kemudian membuat komposisi tenor SBN yang optimal sesuai dengan appetite investor dan risiko yang terukur.

Lalu, penerbitan SBN dengan waktu yang tepat dalam kondisi pasar yang kondusif, serta pemanfaatan fleksibilitas.

Baca Juga: Lelang Sukuk Negara Sepi Peminat, Pemerintah Cuma Menyerap Rp 5,1 Triliun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News