Koalisi Semut Merah Dinilai Bisa Menjadi Poros Tengah Jilid Kedua

  • 11 Juni 2022 16:03:35
  • Views: 14

TEMPO.CO, JakartaKoalisi Semut Merah yang digagas oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dinilai bisa menjadi poros tengah jilid kedua. Meskipun demikian, koalisi ini dinilai masih memiliki sejumlah pekerjaan rumah.

Direktur Eksekutif lembaga Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, menyatakan bahwa koalisi kedua partai ini dibentuk dengan romatisme poros tengah pada awal-awal reformasi. Kedua partai ini, menurut Agung, merupakan penggerak poros tengah di awal reformasi yang berhasil mengangkat Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebagai Presiden Indonesia ke-4.

Ini merupakan landasan historis yang cukup berharga bagi Koalisi Semut Merah. Meskipun saat itu mereka bukan partai besar, poros tengah mampu membuktikan kesolidannya dengan mengalahkan partai seperti PDIP dan Golkar, kata Agung melalui siaran pers yang diterima Tempo, Sabtu, 11 Juni 2022.

Selain landasan historis, Agung menilai koalisi ini memiliki basis massa yang cukup besar. Kedua partai, meskipun sama-sama berbasiskan Islam, memiliki karakter massa yang berbeda.

Dalam konteks sosial-geografis, basis massa PKB didominasi kalangan Islam perdesaan, sebaliknya basis massa PKS sebagian besar adalah Islam perkotaan adalah basis massa loyal dan militan. Kedua konteks tadi, selama ini telah terbukti mampu menghantarkan PKB dan PKS sebagai partai tengah yang senantiasa dibutuhkan oleh mitra koalisi manapun, kata dia.

Selain itu, pria yang akrab disapa Abas itu juga menilai PKS dan PKB tampak mampu meredakan ego masing-masing dalam membentuk koalisi ini. Hal itu terbukti dari tidak adanya syarat siapa yang harus mereka usung menjadi calon presiden dalam pembentukan koalisi. PKS yang sebelumnya menyorongkan nama Salim Segaf Al-Jufri dan PKB yang sebelumnya menyorongkan nama Muhaimin Iskandar, terbuka untuk menyambut tokoh lain untuk mereka usung bersama.

Di titik inilah PKS menjadi mitra penting bagi PKB, karena membuka diri tanpa ada syarat selain soal kesamaan platform (common sense) dan di saat bersamaan PKB mulai realistis untuk tak lagi membawa agenda Cak Imin harus Capres karena prioritas membentuk koalisi lebih utama, kata Agung.

Dia juga menilai pembentukan koalisi ini sebagai hal yang positif. Dia memprediksi pembelahan sosial di masyarakat tak akan sekuat pada Pemilu 2019 dengan munculnya banyak koalisi partai politik. Selain itu, menurut dia, masyarakat juga akan diberikan lebih banyak opsi untuk dipilih pada Pilpres 2024 jika koalisi ini nantinya bisa memenuhi syarat ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold.

Bagi kedua partai, koalisi ini pun bisa berdampak positif. Menurut dia, pembentukan koalisi ini bisa membuat mereka meningkatkan daya tawar mereka terhadap calon mitra lainnya. Jika mampu meraih mitra tambahan, mereka akan bisa merasakan efek buntut jas (coat tail effect) jika memiliki pasangan calon sendiri.

Asal kandidat yang dipilih memiliki magnet figur demi meningkatkan raihan elektoral di pileg dan memenangkan pilpres, kata Agung.

Karena itu, dia menilai Koalisi Semut Merah masih memiliki sejumlah pekerjaan rumah yang harus mereka selesaikan. Pekerjaan rumah pertama, menurut Agung, adalah memastikan mitra koalisi yang berlatar nasionalis.

Hal itu, menurut Agung, penting untuk merengkuh massa yang ada di tengah dan berpadu dengan corak kanan sebagai wajah PKB-PKS agar peluang merengkuh suara semakin optimal.

Kedua, penentuan paket Capres-Cawapres selain dari internal koalisi juga perlu melibatkan publik. Misalnya dengan melakukan Konvensi Terbatas di sisa waktu yang ada untuk menguji kualitas personal para kandidat Capres-Cawapres, kata dia.

Konvensi terbatas, menurut Agung, juga penting untuk mengobyektifikasi nalar elektabilitas yang hegemonik agar ditempatkan sama pentingnya dengan aspek-aspek lain seperti kesaamaan platform dalam membangun bangsa, rekam-jejak capres-cawapres, dan komitmen kebangsaan soal Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.
            
Terakhir, Agung menyarankan koalisi ini perlu memperkuat upaya untuk narasi-narasi substantif untuk berkampanye. Hal itu dianggap penting untuk menghindari politisasi agama.

Dan menghadirkan kebaruan aksi (inovasi politik), seperti bagaimana bangsa ini bisa lepas dari situasi pandemi atau resesi ekonomi di masa mendatang melalui hal-hal yang konkrit, soal stabilitas harga sembako, ketersediaan lapangan pekerjaan, hingga soal keterjangkauan harga dan akses terhadap layanan publik mulai pendidikan, kesehatan, dan lainnya secara merata, kata dia.

Koalisi Semut Merah yang digagas oleh PKS dan PKB memang belum mencapai Presidential Threshold sebesar 20 persen kursi DPR RI seperti diamanatkan oleh Undang-Undang Pemilu, PKB saat ini memiliki 58 kursi sementara PKS memiliki 50 kursi. Dengan total 108 kursi, mereka masih kurang 7 kursi lagi untuk memenuhi persayaratan mengajukan calon presiden.


https://nasional.tempo.co/read/1600782/koalisi-semut-merah-dinilai-bisa-menjadi-poros-tengah-jilid-kedua

Sumber: https://nasional.tempo.co/read/1600782/koalisi-semut-merah-dinilai-bisa-menjadi-poros-tengah-jilid-kedua
Tokoh









Graph

Extracted

persons Abdul Muhaimin Iskandar, Gus dur, Jazilul Fawaid, Salim Segaf Al-Jufri,
companies ADA,
ministries DPR RI,
religions Islam,
parties Golkar, PDIP, PKB, PKS,
topics NKRI, Pilpres 2024,
events Pemilu 2019,
products Bhineka tunggal Ika, Pancasila, Presidential threshold, sembako, UUD 1945,
nations Indonesia,
places DKI Jakarta,