Dekat dengan Penguasa Belanda, Tionghoa Dimusuhi Pangeran Diponegoro

  • 07 Juni 2022 08:46:25
  • Views: 17

GERAKAN anti-Tionghoa dan orang asing membuat pengikut Pangeran Diponegoro begitu memusuhinya. Akibatnya bisa ditebak dengan adanya serangan terhadap masyarakat Tionghoa di Ngawi pada 17 September 1825.

Sikap Pangeran Diponegoro dan pengikutnya terhadap orang Tionghoa dan perlakuannya kurang bersahabatnya kepada tawanan perang berkebangsaan Belanda terlihat jelas. Terlebih adanya sikap curiga yang dimiliki orang Jawa terhadap keturunan Tionghoa.

Dikutip dari buku Takdir : Riwayat Pangeran Diponegoro 1785 - 1825 dari Peter Carey, sikap Pangeran Diponegoro terhadap orang Tionghoa begitu keras. Konon Pangeran Diponegoro melarang para panglima dan komandan tempurnya menjalin relasi politik dengan kaum Tionghoa.

Hal ini mengulangi peringatan dari mbah buyutnya Sultan Mangkubumi, yakni agar jangan mengizinkan etnis Tionghoa berhubungan terlalu dekat dengan keraton Yogya. Bahkan Pakualam mengingatkan lagi seruan ini menyusul pengangkatan Tan Jin Sing sebagai bupati keraton oleh Keraton Yogyakarta.

Konon awal mula sang pangeran dan pengikutnya memusuhi etnis Tionghoa karena peran serba salah yang diberikan penguasa Belanda. Kedekatan etnis Tionghoa dengan penguasa Belanda di masa sebelum Perang Jawa menjadi sebab Tionghoa dimusuhi.

Diperkirakan setidaknya ada 25.000 penduduk Tionghoa berdarah campuran atau peranakan dalam bahaya. Bahkan saat menyerbu dan mengepung Yogya, pembantaian orang-orang Tionghoa terjadi di mana-mana, tidak peduli wanita dan anak-anak. Hal ini diungkapkan seniman berkebangsaan Belgia Payen yang sedang di Yogya, melalui buku hariannya.

Nasib komunitas-komunitas Tionghoa di Bagelen, pantas mendapat perhatian. Pasalnya pusat-pusat kerajinan tenun kaum peranakan Tionghoa di Jono dan Wedi di Kali Lereng diserang. Mereka sementara waktu bertahan dengan membuat benteng dan kubu-kubu pertahanan dibantu pasukan polisi setempat.

Bahkan pada 1827 seluruh masyarakat Tionghoa dan peranakannya terdiri dari 147 pria, 138 perempuan, 185 anak-anak, harus diungsikan ke Wonosobo. Penduduk Jawa setempat lantas meminta mereka kembali lagi, dengan alasan keterampilan bisnis etnis Tionghoa diperlukan agar penduduk dapat memasarkan produk kapas mereka.

Lebih jauh Pangeran Diponegoro juga memerintahkan komandan lapangannya agar menghentikan segala bentuk hubungan seks dengan perempuan peranakan, dengan alasan hubungan itu bisa membawa sial. Larangan semacam itu tidak pernah diberlakukan secara ketat di keraton sebelum masa perang. Hubungan intim antara penguasa Jawa dan perempuan peranakan Tionghoa dianggap normal-normal saja.

Bahkan satu contohnya kakek Pangeran Diponegoro sendiri Sultan Hamengkubuwono II yang memiliki selir merupakan perempuan kesayangan bernama Mas Ayu Sumarsonowati, yang memiliki peranakan Tionghoa. Dari hubungannya inilah menghasilkan putra bernama Pangeran Joyokusumo, yang kemudian menjadi salah satu panglima tertinggi bala tentara Pangeran Diponegoro dan dikenal sebab langseb putih warisan ibu kandungnya.


https://nasional.okezone.com/read/2022/06/07/337/2606891/dekat-dengan-penguasa-belanda-tionghoa-dimusuhi-pangeran-diponegoro?page=1

Sumber: https://nasional.okezone.com/read/2022/06/07/337/2606891/dekat-dengan-penguasa-belanda-tionghoa-dimusuhi-pangeran-diponegoro?page=1
Tokoh

Graph

Extracted

companies ADA,
ministries Polisi,
nations Belanda, Belgia,
places DI YOGYAKARTA, JAWA TENGAH, JAWA TIMUR,
cities Ngawi, Wonosobo, Yogyakarta,