Pemerintah Korut Bilang Terkendali, Tapi Warga Ngaku Sulit Dapat Obat Demam

  • 06 Juni 2022 10:48:48
  • Views: 18

Suara.com - Tiga pekan setelah Korea Utara mengumumkan kasus Covid pertamanya, pemerintah mengeklaim wabah itu kini terkendali, tapi rincian tentang kondisi Covid di sana saat ini masih tetap misterius.

BBC telah mengumpulkan informasi, baik melalui percakapan dengan orang-orang yang berhasil berkomunikasi dengan mereka yang tinggal di Korea Utara maupun menggunakan sumber yang tersedia secara umum.

Suara-suara dari dalam Korea Utara

Kim Hwang-sun duduk sendirian di dapurnya di Seoul, Korea Selatan, ketika teleponnya berdering.

Seorang perantara dari China mengabarkan berita yang telah lama dia tunggu-tunggu. Keluarganya di Korea Utara akhirnya bisa dihubungi.

Baca Juga: Pasien Demam di Korea Utara Terus Bertambah, Satu Orang Dilaporkan Meninggal Dunia

Sudah sepuluh tahun lamanya Hwang-sun melarikan diri sendirian dari kampung halamannya di Korea Utara.

Dua anak, beberapa cucu, dan ibunya yang berusia 85 tahun masih hidup di negara itu.

Ia mengaku sudah putus asa berupaya mengeluarkan mereka.

Panggilan telepon rahasia ini adalah satu-satunya cara komunikasi yang dia bisa lakukan dengan keluarganya.

Dia paham bahwa dia tidak bisa berbicara terlalu banyak demi berjaga-jaga jika percakapannya disadap.

Baca Juga: WHO Sebut Kasus COVID di Korea Utara Kemungkinan akan Semakin Memburuk

Dia pun berusaha membuat percakapannya singkat, tak lebih dari lima menit.

Baca juga:

Dua hari sebelumnya, Korea Utara mengumumkan kasus virus Corona pertamanya.

Data yang dirilis pemerintah - hal yang belum pernah dilakukan sebelumnya - menunjukkan virus itu menyebar dengan cepat ke penjuru negara itu.

Mereka berkata banyak orang menderita demam, ujar Hwang-sun.

Saya mendapat firasat itu sangat buruk. Mereka berkata semua orang berjalan di jalanan meminta obat kepada siapapun yang mereka temui.

Semua orang mencari sesuatu yang bisa memulihkan demam mereka, tapi tak ada yang bisa menemukan apa pun.

Dia tidak berani bertanya pada keluarganya tentang jumlah orang yang sekarang.

Jika mereka diketahui berbicara tentang kematian, itu bisa dianggap mengkritik pemerintah, dan dia khawatir keluarganya akan dibunuh karenanya.

Sejauh ini, sekitar 15% dari populasi menderita sakit yang disertai dengan demam, merujuk pada data resmi pemerintah.

Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un menyadari adanya kekurangan pasokan obat dan memerintahkan militernya untuk mendistribusikan persediaan obat.

Rumah sakit dan apotik di Korea Utara tak memiliki persediaan obat selama bertahun-tahun, ujar Hwang-sun.

Yang dilakukan oleh para dokter, katanya, adalah hanya menuliskan resep obat, namun terserah pada pasien di mana mereka mendapatkan atau membeli obat itu, baik dari seseorang yang menjual obat itu secara langsung, atau membeli di pasar setempat.

Jika Anda memerlukan obat bius untuk operasi, Anda harus pergi ke pasar untuk mendapatkannya dan kembali ke rumah sakit? tuturnya.

Tapi sekarang bahkan penjual di pasar tidak memiliki apa-apa.

Pemerintah berkata pada kami untuk merebus daun pinus dan meminum ramuannya, kata keluarga Hwang-sun padanya.

Laporan media pemerintah juga menyarankan warga berkumur air garam untuk mengurangi gejala.

Itu yang terjadi jika mereka tak memiliki persediaan obat. Mereka beralih ke pengobatan tradisional, ungkap Dr Nagi Shafik, yang bekerja untuk organisasi PBB yang membidangi isu anak-anak (UNICEF) di pedesaaan Korea Utara sejak 2001.

Ketika dia terakhir kali berada di negara itu, pada 2019, persediaan obat sudah menipis.

Ada beberapa, tapi sangat, sangat sedikit, kata Shafik.

Hampir semua obat di Korea Utara diimpor dari China dan dalam dua tahun terakhir perbatasan kedua negara yang ditutup membuat pasokan persediaan obat impor terhenti.

Sokeel Park, dari organisasi Liberty di Korea Utara, membantu para pelarian dari negara itu untuk menetap di Korea Selatan.

Park berkata, para pelarian yang berhasil berkomunikasi dengan keluarga di kampung halaman mengatakan padanya bahwa obat-obat sudah habis.

Sisa persedian yang tinggal sedikit sudah dibeli, membuat harganya meroket, ujar Park.

Karantina nasional

Pemerintah memerintah lockdown (karantina) nasional di hari yang sama wabah diumumkan.

Hal itu memicu kekhawatiran warganya - yang kesulitan mencari makan - akan mengalami kelaparan.

Namun, setidaknya beberapa dari warga Korea Utara tampak bisa meninggalkan rumah mereka untuk bekerja dan bertani.

Foto-foto yang diambil di perbatasan Korea Utara dan Selatan oleh situs pemantau NK News menunjukkan beberapa orang bertani di ladang pada hari-hari setelah karantina diberlakukan.

Namun, di tempat-tempat dengan tingkat infeksi yang tinggi, termasuk ibu kota Pyongyang, orang-orang dilaporkan dikurung di rumah mereka.

Lee Sang-yong adalah orang dibalik Daily NK, situs yang berbasis di Seoul. Medianya memiliki jaringan sumber di dalam Korea Utara.

Dia menuturkan, di kota Hyesan yang berada di perbatasan Korea Utara dengan China, orang-orang tidak diizinkan meninggalkan rumah selama 10 hari pada Mei lalu.

Ketika karantina akhirnya dicabut, menurut sumber Sang-yong, lebih dari belasan orang ditemukan dalam kondisi pingsan di rumah mereka.

Badan mereka melemah karena kekurangan makanan.

Sejauh ini, hanya 70 kematian akibat Covid dilaporkan pemerintah secara resmi.

Angka itu menjadikan tingkat fatalitas kasus (fatality rate) di Korea Utara sebesar 0.002% - angka terendah di seluruh dunia.

Bagi sebuah negara dengan sistem kesehatan yang buruk, di mana tidak ada orang yang divaksinasi, angka ini tidak masuk akal, kata Martyn Williams, yang telah melacak data untuk platform analisis 38 North.

Williams menunjukkan adanya keanehan lain. Angka kematian memuncak sementara kasus masih meningkat.

Kita tahu dalam hal kasus Covid-19, kasus kematian cenderung mengikuti kasus infeksi dua hingga tiga pekan, ujarnya.

Jadi, kami tahu angka-angka ini salah, tetapi kami tidak tahu mengapa.

Dia kemudian menjelaskan bahwa, selain pelaporan yang keliru di tingkat nasional, pejabat kesehatan setempat juga kemungkinan tidak mau mengakui berapa banyak orang meninggal akibat Covid karena kekhawatiran akan mendapat hukuman.

Bantuan internasional

Selama beberapa pekan terakhir, kasus Covid baru dilaporkan melandai. Tajuk rencana sebuah koran milik pemerintah mengeklaim pihak berwenang telah menekan dan mengontrol penyebaran virus.

UNICEF berkata staf lokal mereka kini sudah kembali beraktivitas di kantor mereka di Pyongyang, setelah lockdown tak lagi diberlakukan.

Dalam briefing oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada hari Rabu (02/06), pejabat kesehatan darurat Dr Mike Ryan mengatakan dia khawatir situasi Covid di Korea Utara semakin memburuk, bukannya membaik.

Ryan berkata Korea Utara tidak memberi mereka akses ke data yang dimiliki, sehingga sangat sulit untuk memberikan analisis yang tepat kepada dunia.

Dia juga mengatakan pihaknya telah beberapa kali menawarkan vaksin dan bantuan.

Alih-alih, Korea Utara tampaknya diam-diam mengandalkan tetangganya China untuk melewati krisis kesehatan ini.

Data bea cukai China menunjukkan jumlah impor Korea Utara dari China berlipat ganda sejak Maret hingga April.

Kendati jumlah impor terus mengalami tren peningkatan selama dua tahun perbatasan kedua negara ditutup, tapi selama beberapa bulan terakhir tiba-tiba terjadi peningkatan impor pasokan medis.

Pada April silam, Korea Utara mengimpor 1.000 'ventilator' dari China - kiriman pertama sejak pandemi dimulai, menurut data bea cukai China.

Istilah 'ventilator' dalam data China kemungkinan juga merujuk pada peralatan medis alat bantu napas lainnya.

Sejak Januari hingga April, Korea Utara juga membeli lebih dari sembilan juta masker.

Tak ada data impor barang serupa di data bea cukai China selama dua tahun terakhir.

Selain itu, tercatat ada peningkatan impor obat-obatan dan vaksin.

Menurut pejabat pemerintah Korea Selatan, tetangganya di utara itu telah mengirim tiga pesawat kargo ke China untuk mengambil bantuan pada 17 Mei lalu.

Foto-foto satelit yang diambil sejak 24 Mei memperlihatkan tiga pesawat kargo Air Koryo (maskapai milik pemerintah Korea Utara) di bandara Pyongyang.

Bentuk pesawat-pesawat itu cocok dengan dimensi tiga pesawat yang terlihat di bandara Shenyang di China beberapa hari sebelumnya.

Secara terpisah, seorang sumber yang berbicara kepada BBC mengatakan sebuah pengiriman pasokan medis yang besar lewat jalur laut telah berlabuh di pelabuhan Nampo, yang terletak di selatan Pyongyang, pada 13 Mei.

Kami mendapatkan foto-foto satelit pada 15 Mei yang mengungkap keberadaan banyak kapal di area pelabuhan.

Bagaimanapun, sulit untuk mengidentifikasi dari mana kapal itu berlayar dan apa yang mereka bawa, sebab sebagian besar kapal itu mematikan pelacak navigasinya.

Kim Hwang-sun belum dengar apa-apa lagi dari keluarganya di Korea Utara setelah telepon mereka sebelumnya.

Sejak Covid mewabah, dia kian sulit menghubungi mereka.

Sinyal telepon sering terganggu dan ketika ia pada akhirnya tersambung dengan keluarganya di seberang, teleponnya sering kali terputus.

Kawan-kawan yang senasib dengannya juga mengalami hal serupa.

Dia sangat diliputi kekhawatiran tentang apa yang mungkin terjadi saat ini terhadap ibunya yang berusia 85 tahun, sampai-sampai dia naik ke puncak gunung di tempat ia tinggal dan berdoa untuk ibunya.

Hanya itu yang bisa dia lakukan.

Sama seperti yang dirasakan oleh seluruh dunia, dia berada dalam kegelapan dan tak sanggup membantu.

Nama-nama dalam artikel ini telah diubah untuk melindungi para narasumber.

Read more from Reality Check

Send us your questions


https://www.suara.com/news/2022/06/06/101417/pemerintah-korut-bilang-terkendali-tapi-warga-ngaku-sulit-dapat-obat-demam

Sumber: https://www.suara.com/news/2022/06/06/101417/pemerintah-korut-bilang-terkendali-tapi-warga-ngaku-sulit-dapat-obat-demam
Tokoh





Graph

Extracted

persons Kim Jong Un, Mike Ryan,
companies ADA,
ministries Bea Cukai,
ngos UNICEF, WHO,
parties PBB,
topics lockdown,
products masker, vaksin, ventilator,
nations Indonesia, Korea Selatan, Korea Utara, Republik Rakyat Cina,
cities Gunung, Pyongyang, Seoul,
cases covid-19,
musicclubs APRIL,