Hujan Manuver Parpol Warnai Banting Tulang KPU Urusi Aturan Pemilu

  • 01 Juni 2022 00:29:34
  • Views: 7

Jakarta, IDN Times — Berbagai partai politik mulai memanaskan mesin menjelang Pemilu 2024. Tiga parpol bahkan sudah membentuk koalisi meski belum ada legitimasi aturan KPU yang membahas teknis Pilpres dan Pilkada 2024.

Kondisi itu menunjukkan meski belum ada aturan yang jelas terkait Pemilu 2024, namun geliat parpol tak pernah terhenti. Tak hanya dari partai politik, beberapa tokoh pejabat publik pun kian gencar mencari jalan menuju perebutan kursi Pilpres 2024.

Tiga nama besar seperti Anies Baswedan, Ridwan Kamil, dan Ganjar Pranowo kemungkinan bakal diusung oleh partai politik mengingat elektabilitasnya yang cukup tinggi.

Pengamat Exposit Strategic Arif Susanto menegaskan bahwa tidak semua partai politik memiliki tokoh yang bisa diusung sebagai capres atau cawapres. Dengan mencuatnya tiga nama tersebut, parpol bisa menambah peluang memenangkan Pemilu 2024 dengan memanfaatkan suara dari tiap pemilih tokoh.

“Jadi saya kita peluangnya besar baik bagi Anies, Ganjar, Ridwan Kamil untuk digandeng parpol lain karena ini ada kebutuhan silang. Jadi di satu sisi mereka tidak mungkin maju tanpa dukungan partai, di sisi lain, partai sendiri berharap pada ketokohan mereka, kata Arif kepada IDN Times, beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Ambisi Parpol Baru PKN, Bisa Duduk di DPR 2024

1. Makin lincah parpol panaskan mesin politik

HujanKumpulan baliho para petinggi Parpol di Kota Bandar Lampung (IDN Times/Tama Yudha Wiguna)

Pengamat politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritongga menilai banyak partai politik memanaskan mesin untuk persiapan Pemilu 2024 merupakan hal yang wajar. Menurutnya justru parpol akan semakin lincah bermanuver karena belum ada aturan yang mengatur kampanye politik.

Kekosongan aturan itu membuat gerakan partai politik makin luwes untuk meningkatkan elektabilitas tokoh atau partainya sebelum Pemilu 2024 berlangsung. Hal itu bisa dianggap keuntungan bagi parpol karena punya banyak waktu untuk menggaet empati masyarakat sekaligus memudahkan geraknya saat tahapan Pemilu 2024 dimulai.

“Parpol dan aktor politik tentu senang bila PKPU belum ada. Sebab mereka merasa bebas dalam memanaskan mesin politiknya. Dengan belum adanya PKPU, berarti belum ada aturan yang teknis untuk dipatuhi parpol maupun aktor politik, kata Jamiluddin kepada IDN Times, Selasa (31/5/2022).

KPU dan Bawaslu juga tak bisa memberikan sanksi kepada parpol atau seorang tokoh bila “curi start kampanye. Agenda parpol atau tokoh di masyarakat bisa berkedok silaturahmi atau kunjungan ke masyarakat, padahal tujuannya meningkatkan elektabilitas.

“KPU dan Bawaslu juga tidak dapat memberi sanksi apapun selama belum ada aturan teknisnya. Hal ini tentunya akan dimanfaatkan parpol dan aktor politik untuk mewujudkan tujuannya, ujar dia.

2. Banting tulang KPU buat aturan

HujanKantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jakarta Pusat. (IDNTimes/Melani Putri)

Sementara itu, KPU sejauh ini masih dalam tahap membahas Peraturan KPU (PKPU). Pembahasan beleid ini sempat mandeg di DPR karena tertahan masa reses dan agenda lainnya.

Sejauh ini, KPU bersama pemerintah dan DPR telah mengadakan satu kali rapat membahas PKPU pada 13 April lalu. Ketiga pihak kemudian menyetujui diadakannya rapat konsinyering untuk membahas poin-poin krusial dalam PKPU untuk disahkan di Komisi II DPR RI.

“Beberapa hal yang krusial seperti masa kampanye, anggaran, menyangkut juga honor badan ad hoc yang naik, kata Komisioner KPU Idham Holik kepada IDN times.

Idham mengaku memiliki waktu yang mepet untuk mengesahkan PKPU. Pasalnya tahapan Pemilu 2024 dimulai pada 14 Juni mendatang, namun belum ada legitimasi aturan Pemilu 2024 hingga akhir Mei ini.

“Jadi yang pasti PKPU dulu harus segera disahkan, supaya ada legitimasi, kami punya payung hukum yang sah untuk melakukan tahapan Pemilu 2024, ujar dia.

Baca Juga: Siapa Capres NasDem di Pilpres 2024, Begini Analisis Pakar Politik

3. Tantangan baru, saat pemerintah-DPR tarik ulur durasi kampanye

HujanANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Idham menjelaskan beberapa poin krusial dalam PKPU sebenarnya telah dibahas dan klir dalam rapat konsinyering. Hasil rapat konsinyering itu kemudian bakal dibahas dalam rapat kerja di Komisi II DPR untuk segera disahkan menjadi PKPU.

Adapun pembahasan yang menjadi alot di meja rapat yakni durasi masa kampanye. Idham mengaku ada tiga pandangan terkait lama durasi kampanye Pemilu 2024. Pertama, pihak DPR yang mengusulkan kampanye selama 60 hari, kemudian pemerintah yang mengingkan 90 hari, sementara KPU sebelumnya mengusulkan 120 hari.

Idham menyampaikan sejatinya KPU tidak mempermasalahkan durasi masa kampanye asal bisa juga memuat lama durasi sengketa Pemilu 2024. Pasalnya dalam masa kampanye, parpol bisa menggugat tahapan Pemilu jika diketahui ada kecurangan.

Bentuk-bentuk kecurangan yang diantisipasi seperti adanya money politics di tingkat RT/RW, kampanye gelap (black campaign), atau potensi kecurangan lainnya yang terbukti merugikan seseorang atau kelompok.

Sebagai informasi, sengketa pencalonan biasanya dilakukan oleh parpol atau calon terkait kepada Bawaslu dan PTUN usai penetapan Daftar Calon Tetap (DCT) oleh KPU. Beberapa pihak mungkin keberatan dengan DCT yang ditetapkan KPU, padahal daftar tersebut juga berasal dari parpol.

Sengketa pencalonan ini biasanya muncul setelah parpol peserta pemilu memberikan nama calon kader partai yang bakal mengikuti Pilkada serentak. Sementara untuk menyelesaikan sengketa pencalonan ini, dibutuhkan waktu cukup panjang hingga PTUN memberikan putusan.

Proses penyelesaian sengketa pencalonan ini bersamaan dengan masa kampanye. “Sengketa proses pemilu itu memakan waktu panjang hampir 56 hari kalender masa kampanye, kata Idham.

Sementara jika sengketa pencalonan ini belum selesai, maka proses pencetakan surat suara belum bisa dilakukan oleh KPU. Dengan demikian, proses tahapan pemilu yakni pemungutan suara belum bisa dilakukan.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

“Apabila dalam satu daerah ada sengketa proses pemilu maka proses pencetakan surat suaranya akan terkendala dan pemilu bisa mundur, kata dia.

Terbaru, KPU berencana mengubah durasi masa kampanye yang akan diusulkan ke DPR semula dari 75 hari menjadi 90 hari. Langkah ini diambil setelah KPU bertemu dengan Presiden Joko “Jokowi Widodo pada Senin (30/5/2022).

Baca Juga: PDIP Bantah Hubungan Mega dan Jokowi Retak Jelang Pemilu 2024 

4. Kritik usulan anggaran KPU yang naik tiga kali lipat

HujanKetua Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2022-2027, Hasyim Asy’ari, beserta anggota KPU lainnya usai pelantikan di Istana, Selasa (12/4/2022). (Dok. Setneg)

Di lain sisi, KPU juga mendapat banyak kritik terkait dengan usulan anggaran Pemilu 2024 yang naik hingga tiga kali lipat dari 2019. Usulan anggaran KPU senilai Rp76,6 triliun untuk tahun anggaran 2022-2024. Anggaran KPU juga sebelumnya telah mengalami rasionalisasi dari awalnya Rp86,6 triliun.

Kritik terhadap anggaran berasal dari anggota Komisi II DPR. Menurut anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus, usulan anggaran Pemilu 2024 yang disampaikan KPU terlalu tinggi. Dia juga menilai anggaran Pemilu 2024 semestinya bisa lebih rendah atau dirasionalisasi oleh KPU dengan meminimalisir pengeluaran.

Pihaknya juga sepakat mengkaji ulang usulan anggaran Pemilu 2024. Bahkan diakui Guspardi, pembahasan mengenai anggaran Pemilu 2024 ini sudah berlangsung lama.

“Jadi kami di Komisi II masih mengkaji lagi soal anggaran ini, tapi pembahasan anggaran ini sudah lama, katanya.

KPU sendiri sudah merinci besaran usulan anggaran senilai Rp76,6 triliun untuk tahapan dan program Pemilu 2024. Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari mengatakan untuk kebutuhan tahun ini, pihaknya membutuhkan dana sekitar Rp8 triliun. Biaya tersebut diperlukan untuk memulai tahapan pemilu pada 14 Juni mendatang.

“Kalau diklasifikasi per tahun anggaran 2022 ini sekitar Rp8 triliun untuk tahapan pemilu mulai 14 Juni, bulan depan, kata Hasyim.

Berdasarkan paparan Hasyim, KPU membutuhkan anggaran yang berbeda setiap tahunnya. Untuk 2022, total anggaran yang dibutuhkan senilai RP8,6 triliun untuk tahapan pemilu dan dukungan tahapan pemilu termasuk gaji petugas KPPS dan persiapan sarana prasarana perkantoran.

Kemudian untuk 2023, dibutuhkan dana senilai Rp23,8 triliun. Sementara di 2024 dibutuhkan dana lebih besar Rp44,7 triliun karena sudah memasuki Pemilu 2024.

5. Problematik seleksi anggota KPU daerah

HujanIDN Times/Istimewa

Selain masalah anggaran dan durasi masa kampanye, KPU juga menghadapi problema berupa masa jabatan anggota KPU provinsi, kabupaten/kota yang habis mulai 2023-2024.

Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengatakan rangkaian seleksi anggota KPU daerah dimulai sejak enam bulan sebelum masa jabatan berakhir. Kondisi ini akan lebih rumit ketika masa jabatan anggota KPU daerah berakhir saat menjelang proses pemungutan suara, penghitungan suara, atau rekapitulasi hasil penghitungan suara.

“Sebagai contoh, hari ini pemungutan suara dan hari ini KPU nya habis masa jabatan. Bisa dibayangkan enggak, kemudian ada yang pemungutan suara itu masih KPU periode sebelumnya. Kemudian rekapitulasi suara oleh KPU yang baru, kata Hasyim.

Kondisi ini juga disebut ironis ketika melihat banyak parpol yang berlomba-lomba menjalin koalisi, namun KPU sebagai lembaga negara justru “banting tulang untuk mempersiapkan Pemilu.

“Jadi ya memang ironis ketika lihat parpol mulai memanaskan mesinnya tadi, sementara KPU masih siap-siap ini-itu, tutur Jamiluddin Ritonga.

6. Genting PKPU disahkan DPR

HujanIlustrasi Surat Suara (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)

Agenda rapat kerja DPR RI bersama pemerintah, dan KPU untuk membahas aturan serta tahapan Pemilu 2024 tertunda beberapa kali. Rapat kerja ini semula direncanakan akan berlangsung pada pertengahan Mei ini setelah masa reses DPR, namun tertunda hampir dua pekan.

Pada pekan lalu, Anggota Komisi II DPR RI Fraksi Golkar, Agung Widyantoro mengatakan rapat dengar pendapat (RDP) dengan KPU serta pemerintah tentang tahapan Pemilu 2024 bakal berlangsung pada Senin, 30 Mei ini. Dalam rapat tersebut juga DPR bakal membahas peraturan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

“Diagendakan rapat dengar pendapat tanggal 30 Mei sudah mulai pembahasan PKPU, peraturan Bawaslu, kata Agung kepada IDN Times.

Namun dalam agenda rapat DPR yang diterima IDN Times pada Senin 30 Mei 2022, tidak tercantum jadwal RDP dengan KPU.

Menurut anggota Komisi II DPR fraksi PDIP, Rifqi Karsayuda, RDP dengan KPU semula memang dijadwalkan pada hari ini. Namun rapat tersebut ditunda karena KPU akan lebih dulu bertemu dengan pimpinan DPR RI pada 6 Juni 2022.

Dikabarkan kelanjutan pembahasan Peraturan KPU (PKPU) yang memuat tahapan Pemilu 2024 akan dilanjutkan setelah pertemuan tersebut.

“Bentul ditunda (hari ini), ditundanya RDP 30 Mei 2022 dikarenakan KPU akan melaksanakan pertemuan terlebih dulu dengan pimpinan DPR RI pada 6 Juni 2022, kata Rifqi kepada IDN Times, Senin (30/5/2022).

Jamiluddin Ritonga menyebut seyogyanya RDP antara pemerintah dan KPU mesti dilangsungkan segera agar ada landasan hukum yang kuat untuk memulai tahapan Pemilu 2024. PKPU juga diperlukan sebagai acuan KPU menyelenggarakan proses dan tahapan Pemilu.

“Sebaiknya memang tidak lagi ditunda-tunda karena jadwalnya juga semakin mepet, tuturnya.


https://www.idntimes.com/news/indonesia/melani-hermalia-putri/hujan-manuver-parpol-warnai-banting-tulang-kpu-urusi-aturan-pemilu

Sumber: https://www.idntimes.com/news/indonesia/melani-hermalia-putri/hujan-manuver-parpol-warnai-banting-tulang-kpu-urusi-aturan-pemilu
Tokoh

















Graph