JawaPos.com – The Federal Reserve (The Fed) yang menerapkan kebijakan strong dollar policy, seperti menaikkan suku bunga acuan, menghentikan quantitive easing serta pengurangan balance sheet akan memberikan dampak terhadap beban biaya utang sejumlah negara. Hal tersebut pun turut diantisipasi oleh Pemerintah Indonesia.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah akan menerapkan pengelolaan kebijakan Surat Utang Negara (SUN) secara pruden demi menjaga keberlanjutan fiskal. “Kita perlu melakukan antisipasi kepada pengelolaan SUN Indonesia, ujar dia dalam Sidang Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (31/5).
Kata dia, pemerintah akan konsisten mengupayakan peningkatan suku bunga tetap bisa dijaga. Keputusan itu diambil dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan beban biaya utang jangka panjang.
Pengembangan pasar keuangan juga dilakukan secara konsisten untuk mencapai pasar Surat Berharga Negara (SBN) yang semakin dalam dan stabil, aktif, likuid dan dapat memberikan imbal hasil yang relatif kompetitif bagi pemerintah dan investor.
“Kemenkeu bersama-sama dengan anggota KSSK terus berkomitmen memperkuat koordinasi dan sinergi di dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan mengantisipasi meningkatnya volatilitas suku bunga serta pergerakan nilai tukar rupiah pada kisaran yang ditargetkan agar memberikan kepastian pada pelaku ekonomi nasional, terang dia.
Untuk diketahui, perkembangan nilai tukar Rupiah dan suku bunga SBN tidak bisa dilepaskan dari eskalasi risiko ketidakpastian perekonomian global yang tinggi dan ketahanan external balance Indonesia. Oleh karena itu, kebijakan tersebut diambil.
“Hal ini (langkah The Fed( berpotensi menciptakan volatilitas pasar keuangan global dan mendorong keluarnya arus modal seiring dengan peningkatan risiko di berbagai negara-negara berkembang. Fenomena ini akan membuat biaya utang atau cost of fund menjadi lebih tinggi di seluruh dunia, pungkasnya.