Seorang Petani Minta Perlindungan Hukum ke Komisi III DPR RI

  • 30 Mei 2022 23:14:27
  • Views: 6

Seorang Petani Minta Perlindungan Hukum ke Komisi III DPR RI

Surabaya (beritajatim.com) – Perjuangan seorang petani asal Surabaya Mulya Hadi tak kenal lelah, meski secara hukum lembaga pengadilan tingkat pertama yakni Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dan Pengadilan Tinggi (PT) sudah mengesahkan bahwa Mulya Hadi adalah pemilik sah atas objek sengketa sebidang tanah yang ada di Kelurahan Lontar, Kota Surabaya berdasarkan buku Leter C Klansiran tahun 1960 yang dikuatkan oleh PUTUSAN PTUN Surabaya No. 280/P/2015/PTUN.Sby tertanggal 21 Januari 2016.

google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Namun masih ada kekhawatiran dalam benak Mulya Hadi, sebab yang menjadi lawan dia bukanlah orang biasa. Adalah WH isteri seorang konglomerat di Indonesia.

“ Pada kesempatan ini kami menyampaikan permohonan perlindungan hukum kepada Bapak Ketua MPR RI dan Ibu Ketua DPR RI terhadap diri Klien kami Mulya Hadi seorang Petani kecil yang memiliki tanah warisan dari orang tuanya yang terletak di Kelurahan Lontar Kota Surabaya berdasarkan buku Leter C Klansiran tahun 1960, yang kemudian pada saat pengurusan untuk pensertifikatan ternyata di atas tanah Klien kami tersebut telah terbit SHGB No. 4157/Pradahkalikendal atas nama Widowati Hartono, ujar kuasa hukum Mulya Hadi yakni Johanes Dipa Widjaja dalam pers releasenya, Sabtu (28/5/2022).

Ketua bidang Bidang Pembelaan Profesi DPC Peradi Surabaya ini mengatakan, apa yang dilakukan Widowati Hartono tersebut jelas melawan hukum (SHGB tertulis di Kelurahan Pradahkalikendal tapi anehnya menunjuk tanah yang terletak di Kelurahan Lontar, sehingga terbukti secara jelas dan terang benderang adanya kepalsuan karena adanya ketidaksesuaian antara data fisik dan data yuridis, disamping itu berdasarkan jawaban Tergugat (Widowati Hartono) menyebutkan bahwa SHGB tersebut diperoleh dari PT. Darmo Permai, padahal kenyataannya tidak ada tanah PT Darmo Permai di Kelurahan Lontar.

“Klien kami kemudian mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Widowati Hartono sebagai pemegang hak SHGB tersebut, namun dengan arogan dan merasa kebal hukum pada saat persidangan masih berjalan, Klien kami diserbu, diusir dari tanahnya sendiri dan dianiaya serta dirusak barang-barangnya yang dilakukan dengan cara melibatkan 200 orang, yang mengakibatkan salah seorang penasihat hukum Klien meninggal dunia yang diduga disebabkan karena adanya pukulan-pukulan dan terpapar Covid-19 pada saat kejadian, padahal pada saat kejadian itu 9 Juli 2021 Pukul 20.30 WIB malam hari Presiden Jokowi telah menetapkan PPKM darurat, sehingga non sense dan sangat tidak masuk diakal apabila pengerahan massa sebanyak itu tidak diketahui dan tidak dapat diantisipasi oleh aparat, sehingga cukup beralasan apabila kami merasa ada tindakan pembackingan dan pembiaran oleh oknum aparat, ujar pengacara dan juga kurator ini.

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Surabaya (Ubaya) ini menambahkan, pada saat kliennya hendak membuat laporan polisi atas peristiwa tersebut dipersulit dengan berbagai alasan dan baru bisa diterima setelah berjuang sedemikian rupa, namun sekalipun sudah diterima tapi prosesnya terkesan dihentikan dengan berbagai alasan. Berbeda halnya dengan laporan yang dilakukan oleh pihak Widowati Hartono yang jelas-jelas penuh rekayasa karena semuanya sudah diperiksa dan diputus oleh PTUN dan sudah berkekuatan hukum tetap, yang diperlakukan sangat istimewa, karena sekalipun Laporan Polisi yang dibuat (No.: LP-B/481/VI/RES.1.9/2021/RESKRIM/SPKT Polrestabes Surabaya tanggal 7 JUNI 2021 berdasarkan hasil gelar perkara harus ditangguhkan sampai dengan adanya putusan perdata yang berkekuatan hukum tetap sebagaimana termuat di dalam SP2HP No.B/1848/SP2HP/IV/RES.1.9/2022/Satreskrim tanggal 27 April 2022.

“ Namun anehnya, yang bersangkutan dapat membuat laporan polisi kembali yang kedua dan diterima oleh Mabes Polri meskipun dengan pasal 263 KUHP dan/atau Pasal 266 KUHP dan uraian peristiwa yang sama sebagaimana tertuang di dalam LP/B/0146/III/2022/SPKT/BARESKRIM POLRI tanggal 25 Maret 2022, bebernya.

Disamping itu lanjut Johaes Dipa, penanganannya pun sangat istimewa, terbukti bahwa penyelidik mabes polri melakukan pemeriksaan secara marathon selama dua Minggu di Surabaya, dan berdasarkan informasi yang dia peroleh dari terperiksa, dalam melakukan pemeriksaan pemeriksa terkesan sangat berpihak kepada Pelapor. Padahal berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No. 374/Pdt.G/2021/PN.Sby Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya No. 196/PDT/2022/PT.SBY Mulya Hadi dinyatakan sebagai pemilik yang sah dan justru SHGB Pelapor lah yang dinyatakan cacat hukum.

“Laporan Polisi tersebut adalah upaya untuk mengintervensi proses hukum keperdataan yang sedang berjalan, maka kami berharap agar Polri dapat bersikap profesional dan tidak berpihak sebagaimana Program yang dicanangkan oleh Kapolri yaitu Peesisi, demi terwujudnya kepastian hukum yang berkeadilan dan bermartabat, ujarnya.

Jangan sampai Polri dijadikan alat untuk menindas dan mengintervensi proses hukum yang ada oleh mafia tanah, karena mafia tanah sungguh menyengsarakan masyarakat khususnya rakyat kecil seperti yang dialami oleh Klien kami.

Kabagpenum Divhumas Polri Kombes Pol Gatot Repli Handoko saat dikonfirmasi terkait hal ini mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan pengecekan ke Bareskrim Polri. “Saya tanyakan dulu ke Bareskrim Polri, ujarnya, Senin (30/5/2022).

Terpisah, kuasa hukum Widowati Hartono yakni Sudman Sidabukke saat dikonfirmasi tidak memberikan komentar. Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J. Mahesa pada awak media mengaku prihatin dengan maraknya kasus mafia tanah di wilayah Surabaya.

Menurutnya, dari banyak laporan yang masuk ke komisi bidang hukum ini, mayoritas mempersoalkan kasus mafia tanah yang melibatkan oknum penegak hukum. “Laporan yang masuk ke Komisi III itu tertinggi (kasus mafia tanah) di Surabaya. Banyak kasus itu terjadi di mana rakyat sebagai pemilik tanah berhadapan dengan pengembang, kata Desmon.

Karena itu, dia meminta Jaksa Agung bersama KPK untuk pro aktif lagi memantau masus mafia tanah ini.

Sebab kecenderungan selama ini, laporan yang masuk ke komisi yang dipimpinnya ini, kebanyakan mafia tanah ini bermain dengan oknum pejabat di Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan notaris. “Dan kecenderungannya memperdaya masyarakat yang posisinya lemah, jelasnya.

Makanya, Komisi III DPR ini dalam masa sidang ini, akan mengagendakan masalah mafia hukum bersama Jaksa Agung, Kapolri dan Pimpinan KPK.

Politikus Gerindra ini ingin pejabat-pejabat BPN diawasi lebih ketat sehingga ruang gerak mafia tanah ini benar-benar ditutup. “Sumber masalah kan di BPN yang memberikan sertifikat kepada pengembang yang seolah-olah itu sertifikat benar. Ini kan banyak kasus di daerah karena duplikasi sertifikat, tambah dia. [uci/kun]

 


https://beritajatim.com/hukum-kriminal/lawan-konglomerat-seorang-petani-minta-perlindungan-hukum-ke-komisi-iii-dpr-ri/

Sumber: https://beritajatim.com/hukum-kriminal/lawan-konglomerat-seorang-petani-minta-perlindungan-hukum-ke-komisi-iii-dpr-ri/
Tokoh











Graph