Buya Syafii Maarif Meninggal Dunia, Si Salman Lumpur Jurnalis Suara Muhammadiyah

  • 27 Mei 2022 16:03:35
  • Views: 10

TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif atau akrab dikenal Buya Syafii Maarif meninggal dunia Jumat 27 Mei 2022 para pukul 10.15  di RS PKU Muhammadiyah Gamping, Sleman, Yogyakarta. Kabar tersebut disampaikan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir lewat cuitan di twitternya.

Buya Syafii Maarif sempat dirawat di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping sejak 14 Mei 2022 karena keluhan sesak napas. Pada Maret 2022 lalu pun Buya Syafii juga sempat dirawat rumah sakit yang sama karena mengalami serangan jantung. Kepergiannya membawa duka mendalam bagi orang-orang terdekatnya 

Buya Syafii Maarif yang seorang cendikiawan muslim dan tokoh Muhammadiyah lahir di Sumpur Kudus, Sawahlunto, Sumatera Barat pada 31 Mei 1935.

Dikutip dari tempo.co, sebelum menjadi Ketua Umum Muhammadiyah, di masa mudanya ia dikenal sebagai jurnalis yang cukup aktif di Majalah Suara Muhammadiyah yang merupakan media terbitan Muhammadiyah.

Ia mengawali karirnya di majalah tersebut dengan didapuk sebagai korektor pada 1965 hingga 1972. Kemudian Buya Syafii Maarif diangkat menjadi staf redaksi sampai 1982. Ia kemudian menjadi pemimpin redaksi pada 1988 hingga 1990. Bahkan ia dipercaya menjabat sebagai pimpinan umum di media yang sama.

Sebagai jurnalis, Buya Syafii juga sering menggunakan nama penanya yaitu Salman Lumpur. Nama Salman didapatkan dari nama putra sulungnya yang meninggal karena penyakit cacar saat masih berusia 20 bulan.

Ia juga memiliki panutan saat menjadi jurnalis yaitu Bastari Asnin, seorang sastrawan yang terkenal dengan karya Di Tengah Padang.

Pada 1998 hingga 2005 ia menjabat sebagai ketua umum PP Muhammadiyah ke-13. Kala itu, Buya Syafii menggantikan posisi Amien Rais, eks tokoh PAN sekaligus pendiri Partai Ummat. Setelah itu, posisi Buya Syafii sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah pun digantikan oleh Din Syamsuddin, yang kini mendirikan Partai Pelita.

Dia bahkan pernah meraih penghargaan Ramon Magsaysay pada 2008. Penghargaan Ramon Magsaysay sendiri merupakan Nobel versi Asia yang diberikan sejak 1957 kepada individu atau organisasi yang dianggap unggul di bidangnya.

Dilansir dari Antara, Buya Syafii menganggap kebhinekaan harus menjadi kekuatan sebagai pemersatu bangsa yang dapat dibingkai dalam moderasi beragama. Menurutnya untuk mencapai persatuan nasional, bangsa harus memahami dan menghormati perbedaan. Dengan kata lain, kebhinekaan bangsa dihormati dalam wadah persatuan bangsa Indonesia.

Keberagaman harus dipahami sebagai kesatuan bangsa, dan keberadaannya tidak dapat disangkal. Keberagaman juga harus dipahami sebagai satu kesatuan keragaman yang menerima perbedaan sebagai kekuatan, bukan sebagai ancaman atau gangguan. 

Menurutnya, semua budaya, agama, dan suku yang ada tetap dalam bentuknya masing-masing, dan rasa nasionalisme dan kebanggaan sebagai bagian dari negara Indonesia yang menghubungkan semuanya.

Bhinneka Tunggal Ika tak boleh dianggap hanya sekadar semboyan, namun harus dihayati, disimpan pada sanubari serta juga dilaksanakan oleh setiap warga negara Indonesia untuk menjaga persatuan dan kesatuan negara, katanya.

Pria yang juga seorang Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini meminta para pemuda juga serius ikut serta mengurus negara bila tak ingin Indonesia dikuasai kekuataan asing. Menurutnya, 'kelompok ideologi impor' tidak akan berdaya lagi kalau para pemuda bersatu menegakkan Keadilan Sosial.

Ia juga mengatakan bahwa kemerdekaan itu mahal dan jangan sampai disia-siakan. Rakyat Indonesia harus bekerja keras untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Berdasarkan beberapa buku yang ia baca, menurutnya pemerintah hingga kini belum dapat menjalankan apa yang menjadi akan dalam kandungan Pancasila.

Sebab menurut pandangannya masih banyak hal-hal yang menjadi ancaman bagi kemajuan bangsa Indonesia. Ia meminta pemerintah harus bekerja keras dalam meningkatkan perekonomian masyarakat.

Selain pandangannya yang kritis terhadap permasalahan negara, ia juga mengutuk kekejaman Taliban di Afghanistan. Buya Syafii Maarif berharap aksi brutal Taliban kala berkuasa di Afghanistan pada 1996 sampai 2001 jangan sampai terulang kembali. Ia menentang keras pengekangan hak kaum perempuan hingga pembunuhan yang dilakukan Taliban kala itu.

Menurutnya selama Taliban berkuasa lima tahun, mereka telah memunculkan citra buruk terhadap Islam. Sehingga ia menilai janji Taliban untuk menampilkan wajah yang berbeda dengan sebelumnyanya tak akan mudah direalisasikan. Selain itu, Buya Syafii Maarif juga meminta pemerintah Indonesia mewaspadai bangkitnya kelompok teroris seiring kemenangan Taliban menguasai Afghanistan.

ANNISA FIRDAUSI

Baca: Buya Syafii Maarif Wafat, JK Kenang Almarhum Sosok Guru Bangsa

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.


https://nasional.tempo.co/read/1595697/buya-syafii-maarif-meninggal-dunia-si-salman-lumpur-jurnalis-suara-muhammadiyah

Sumber: https://nasional.tempo.co/read/1595697/buya-syafii-maarif-meninggal-dunia-si-salman-lumpur-jurnalis-suara-muhammadiyah
Tokoh











Graph

Extracted

persons Ahmad Syafii Maarif, Amien Rais, Din Syamsuddin, joko widodo, Syamsuddin,
companies ADA, Google,
ministries BPIP,
organizations Muhammadiyah,
religions Islam,
parties PAN, Pelita, Ummat,
products Ideologi Pancasila, Pancasila,
nations Indonesia,
places DI YOGYAKARTA, DKI Jakarta, JAWA TENGAH, SUMATERA BARAT,
cities Kudus, Sawahlunto, Sleman, Yogyakarta,
cases pembunuhan, Teroris,