MerahPutih.com - Dahi para peserta Muktamar ke-VI Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) langsung berkerut ketika mendengar pertanyaan Sekretaris Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Muhammad Fuad Nasar.
Mengapa ada PITI? tanyanya kepada para peserta juga para tamu Muktamar ke-VI bertema Dengan Semangat Islam Rahmatan Lil-Alamin PITI Mengawal Pluralisme untuk NKRI tersebut di Hotel Golden Boutique, Kemayoran, Jakarta Pusat, (20/5).
Baca Juga:
Fuad Nassar mengetengahkan pertanyaan tersebut berusaha memantik para anggota PITI dari pelbagai daerah menengok kembali sepak terjang organisasi nan berdiri pada tahun 1961 dengan menghadirkan ulang pemikiran tokoh besar PITI di masa lalu, Abdul Karim Oei dan Junus Jahja.
Islam, menurutnya, mengutip pemikiran Junus Jahja, tidak membeda-bedakan manusia karena etnisitas. Bahkan, bagian terbesar keturunan Tionghoa muslim langsung terjun di kalangan umat tanpa menonjolkan etnisitasnya serta secara otomatis sudah membaur secara mesra dengan rakyat Indonesia.
Di masa kolonial, sambungnya, Islam dan Tionghoa seolah jauh satu sama lain, namun dengan kehadiran PITI nan membawa gerakan pembauran hingga kini Islam dan Tionghoa kian membaur.
Kita membutuhkan organisasi mendakwahkan Islam di kalangan Tionghoa dan secara khusus membina para mualaf Tionghoa, apalagi masih ada di antara mereka masih dikucilkan keluarganya karena beralih agama, tegas Fuad Nasar.
Di samping itu, lanjutnya, tantangan umat Islam kini begitu besar terutama menyangkut moderasi Islam sehingga pondasi terbaik agar umat terhormat dan bermartabat dengan mendorong kemajuan dunia pendidikan.
Eksistensi lembaga pendidikan Islam, menurutnya, menempati posisi strategis bagi masa depan bangsa namun dapat disaksikan betapa banyak lembaga pendidikan Islam di pelosok-pelosok daerah masih memerlukan upaya pembenahan, peningkatan, serta pengembangan kualitas agar bisa sejajar dengan lembaga pendidikan lainnya dalam membentuk generasi unggul.
Isu kemiskinan dan penguatan akidah umat perlu mendapat perhatian serius dari organisasi Islam melalui dakwah menyejukkan dan membebaskan umat dari kemiskinan, seru Fuad Nasar.
Selain itu, menurutnya, tantangan yang tak kalah berat terkait peran organisasi Islam dalam merespon isu-isu terkini, karena tak cukup hanya ber-fastabiqul khairat, melainkan harus melakukan amal jamai, sinergi, koordinasi, dan kolaborasi untuk mengusung agenda bersama dan merespon permasalahan umat dan bangsa.
Ormas-ormas Islam perlu mengedepankan pikiran jernih, namun memberi pertimbangan dan masukan objektif, pungkasnya. (*)
Baca Juga: