Sekolah-sekolah di Yogyakarta Ini Hidup Segan Mati Tak Mau

  • 02 Mei 2024 16:19:07
  • Views: 3

Yogyakarta: Sejumlah sekolah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) harus berjuang untuk tetap hidup. Meski berada di wilayah berjuluk Kota Pendidikan, sekolah-sekolah ini sepi peminat.  SMK Darma Bhakti Sedayu, Kabupaten Bantul menjadi salah satu yang dalam situasi memprihatinkan. Sekolah hanya memiliki 4 siswa; dua siswa kelas X, serta kelas XI dan XII masing-masing satu siswa. "Jurusan di sekolah kami keperawatan sosial. Sekolah jurusan ini satu dari 3 sekolah yang ada di DIY," kata Kepala SMK Darma Bhakti Sedayu, Hadianto Saputra baru-baru ini.  Pada masa jayanya, sekitar tahun 2000, sekolah ini punya dua kelas setiap jenjangnya. Situasi itu mulai menyusut, khususnya saat pandemi covid-19 lalu.  Hadianto berupaya menjaga semangat pendidik dan maupun 4 siswa. Ia mengatakan terus berupaya mengajak anak-anak sekitar agar melanjutkan studi di sekolah tersebut pada tahun ajaran baru nanti dan menarget bisa mendapat 20 siswa baru. "Untuk mengembangkan, secara internal kami promosi ke siswa dan kegiatan pembuatan pamflet dan brosur, dan even. Untuk eksternal promosi ke SMP-SMP terdekat sekolah dan promosi di medsos, kerja sama dengan Pondok dan desa supaya siswa bisa masuk ke sekolah kami," kata dia.  Kondisi serupa dialami SMA Dr Wahidin di Kecamatan Mlatin, Kabupaten Sleman. Jumlah peserta didik di SMA Dr Wahidin yakni kelas X ada 3 siswa, kelas XI ada 6 siswa, dan kelas XII ada 2 siswa.  "Jumlah siswa mulai sedikit setelah ada sistem zonasi dan pandemi covid-19," kata Kepala SMA Dr Wahidin, Suwajirah.  Penanda SMK Darma Bhakti Sedayu yang berbagi gedung dengan Taman Kanak-kanak. Suwajirah mengatakan terus mengajak guru dan perangkat sekolah gencar mencari siswa baru. Ia mengakui usaha itu tak mudah karena harus bersaing dengan sekolah-sekolah yang yang lebih dikenal.  Ia mengaku sekolah sempat akan ditutup namun batal dilakukan karena pengelola yayasan ingin pendidikan tetap jalan. Terlebih, sebagian siswa tersebut berlatar belakang orang tak mampu.  "Ada yang bayar SPP di awal dan selanjutnya tidak bayar. Ya tetap lanjut sekolah," kata dia.  Keuangan sekolah selama ini ditopang dana BOS meski tak sepenuhnya bisa menutupi. Di sisi lain, besaran dana BOS juga bergantung jumlah siswa.  "Guru di sini istilahnya berjuang. Ada honor meskipun kecillah. Kami berharap sekolah bisa terus berjalan," ungkapnya.  Selain itu, SMA 17 Yogyakarta juga alami situasi serupa. Sekolah yang masa jayanya penah memiliki ratusan peserta didik kini hanya ada 15 siswa. Yang lebih memprihatinkan, sekolah ini berbagi gedung dengan SMP 17 "1" dan SMP 17 "2" Yogyakarta.  "Kami tetap mendidik anak di sini meski dengan keterbatasan. Guru apabila tidak ada kita usahakan agar ada yang mengajar," kata Kepala SMA 17 Yogyakarta Bambang Eko Jati. 

Yogyakarta: Sejumlah sekolah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) harus berjuang untuk tetap hidup. Meski berada di wilayah berjuluk Kota Pendidikan, sekolah-sekolah ini sepi peminat. 
 
SMK Darma Bhakti Sedayu, Kabupaten Bantul menjadi salah satu yang dalam situasi memprihatinkan. Sekolah hanya memiliki 4 siswa; dua siswa kelas X, serta kelas XI dan XII masing-masing satu siswa.
 
"Jurusan di sekolah kami keperawatan sosial. Sekolah jurusan ini satu dari 3 sekolah yang ada di DIY," kata Kepala SMK Darma Bhakti Sedayu, Hadianto Saputra baru-baru ini. 
Pada masa jayanya, sekitar tahun 2000, sekolah ini punya dua kelas setiap jenjangnya. Situasi itu mulai menyusut, khususnya saat pandemi covid-19 lalu. 
 
Hadianto berupaya menjaga semangat pendidik dan maupun 4 siswa. Ia mengatakan terus berupaya mengajak anak-anak sekitar agar melanjutkan studi di sekolah tersebut pada tahun ajaran baru nanti dan menarget bisa mendapat 20 siswa baru.
 
"Untuk mengembangkan, secara internal kami promosi ke siswa dan kegiatan pembuatan pamflet dan brosur, dan even. Untuk eksternal promosi ke SMP-SMP terdekat sekolah dan promosi di medsos, kerja sama dengan Pondok dan desa supaya siswa bisa masuk ke sekolah kami," kata dia. 
 
Kondisi serupa dialami SMA Dr Wahidin di Kecamatan Mlatin, Kabupaten Sleman. Jumlah peserta didik di SMA Dr Wahidin yakni kelas X ada 3 siswa, kelas XI ada 6 siswa, dan kelas XII ada 2 siswa. 
 
"Jumlah siswa mulai sedikit setelah ada sistem zonasi dan pandemi covid-19," kata Kepala SMA Dr Wahidin, Suwajirah. 
 

Penanda SMK Darma Bhakti Sedayu yang berbagi gedung dengan Taman Kanak-kanak.
 
Suwajirah mengatakan terus mengajak guru dan perangkat sekolah gencar mencari siswa baru. Ia mengakui usaha itu tak mudah karena harus bersaing dengan sekolah-sekolah yang yang lebih dikenal. 
 
Ia mengaku sekolah sempat akan ditutup namun batal dilakukan karena pengelola yayasan ingin pendidikan tetap jalan. Terlebih, sebagian siswa tersebut berlatar belakang orang tak mampu. 
 
"Ada yang bayar SPP di awal dan selanjutnya tidak bayar. Ya tetap lanjut sekolah," kata dia. 
 
Keuangan sekolah selama ini ditopang dana BOS meski tak sepenuhnya bisa menutupi. Di sisi lain, besaran dana BOS juga bergantung jumlah siswa. 
 
"Guru di sini istilahnya berjuang. Ada honor meskipun kecillah. Kami berharap sekolah bisa terus berjalan," ungkapnya. 
 
Selain itu, SMA 17 Yogyakarta juga alami situasi serupa. Sekolah yang masa jayanya penah memiliki ratusan peserta didik kini hanya ada 15 siswa. Yang lebih memprihatinkan, sekolah ini berbagi gedung dengan SMP 17 "1" dan SMP 17 "2" Yogyakarta. 
 
"Kami tetap mendidik anak di sini meski dengan keterbatasan. Guru apabila tidak ada kita usahakan agar ada yang mengajar," kata Kepala SMA 17 Yogyakarta Bambang Eko Jati. 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(ALB)


Sumber: https://www.medcom.id/nasional/daerah/nbwPZWxk-sekolah-sekolah-di-yogyakarta-ini-hidup-segan-mati-tak-mau
Tokoh

Graph

Extracted

companies Dana, Google,
topics BOS,
places DI YOGYAKARTA,
cities Bantul, Jati, Sleman, Yogyakarta,
cases covid-19,